SENJA DI TAPAL KUDA
Oleh: Midun Aliassyah
Pasir mendesir bertasbih dalam heningan
Nyiur melambai tak berharap angin kan meniup.
Seloka cinta mahkota tak berraja
Nama tak berjasa, hura huru orang Madura
Sepi, sunyi, gelap tak bercahaya
Tanah tak bertuan, tapi berinduk
Rempah-rempah tak bertuah
Kering keronta si jagad marabunta.
Suara tak berkata….
Ketika penyamun melukai luka lara
Tak berdeming, tanggis mata menggangga
Air mata berbatu, laras kan menuding
Peluru menderai membabi buta. Tanpa henti!!!
Satu nyawapun tak cukup
Darah mengalir semerah samudera menimbun dosa yang terkulai.
Di kala senja tiba di Tapal Kuda.
27/10/09
HITAMNYA KERUDUNG PUTIH
Manis menepis batu bercahaya
Bulan berkaca pada indera
Langit terma’tuf titik kuasa
Rasi khatulistiwa negeri Arabia.
Ukhti melawat lewat senja
Melerai tangis, menguak tabir pahala
Pagi sumringah senyum menggaga
Iman bergaris, kerudung aib tiada
Kalbu tersirat ayat-ayat cinta.
Indah tak lagi perawan bunga kamboja
Lebur melunak binatang lajang membahana
Langkah tak lagi surga,
Niat menjadi hina,
Suci terhasut dosa,
Takdir di garis benang hitam pekat, tiada tara ampunan dosa-dosa.
28/10/09
DUA KELAMIN
Gadis manis bersolek rupa
Indah di mata menjelma ratu Issabella
Hijau paras, pink menggoda
Susu mengendap tak malu bertukik
Otot berjaya muncul di paha
Pinggul bergaya ala Luna Maya.
Ohhh, gadis manis bersolek rupa…
Jalan bergaya missunivers mancanegara
Malu tak dirasa, akal tak ada guna
Acuh menjadi hina, lambaian menjadi gaya.
Gadis manis bersolek rupa
Berkelamin dua di usia senja.
28/10/09
KEMBANG PERAWAN
Kau bejana dalam darahmu
Sejilat suci mengalir keprawanan
Derai wajah merpati jinak di telapak
Ayu merayu cinta di ambang pintu.
Kau tahu setiap orang kan memburu?
Pahit manisnya madu ditelan surgamu.
Kumbang keliaran malam tak bertumpu
Barisan jari antri menyapamu:
mendekatimu, merayumu, mencumbumu,
tak satupun lekukan tubuhmu terasa manis keperawanan.
Kau kembang perawan tua
Menghisap rasa kepala muda
Manis kau kikis, busuk kau hina
Malang jejaka hati kau paksa.
28/10/09
SUMPAH PENGEMIS
Batu terkikis palu mendayu
Kering meronta, tongkat sang pemburu
Jarum menusuk, jiwa kan diburu
Bebas kau paksa merdeka tapi sengsara.
Janji sehati pertiwi bersaksi
Langit melerai, bintang mengedip
Malam bersujud kaki menumpu.
Lidah kau kunci tangan kau buka.
Maklumat berjanji…..
“Kami pengemis ingin demokrasi,
Kami pengemis ingin disebut menteri,
Kami pengemis ingin moderenisasi.”
Sumpah serapah janji menghutang.
Hidup menggantung, miskin Berjaya
Satu meminta, lain merana
Malu tak dirasa etika tak ada guna.
28/10/09
GEMPA
(Gemerlap Pancaran-Mu)
Gemerlap Pancaran Mu
Di kala senja menyapa
Tak seorangpun tahu, akan kehadiran murka Mu.
Padang gemerlap pancaran Mu
Dari tanah kami berpijak
Memancarkan seruan kiamat
Meluluh lantahkan jiwa nyawa kami
Anak-anak kami menangis hilang dari pangkuan induknya.
Gemerlap pancaran Mu
Meluap di saat kami lalai akan firman Mu
Erat-erat kami kokohkan daya
Rapuh, tergoyah begitu saja.
Di Padang terjadi gempa!
03/10/09
TOBATNYA SEORANG MARABUNTA
Wajah tersipu air munajah
Tangan berwudlu niat kan diucap
Basuh menyapu hadats menghilang
Ikhlas menggetarkan jiwa
Masuk ke celah-celah kecil berongga
Menutup dosa, membika takwa.
Kalimat tasbih memuja
Deretan asma Mu menjelma menjadi cahya
Tuhanku……
Hamba pendusta dari segala
Durhaka kepada sang bunda
Hina, kotor, aids adalah jiwa
Aku pecandu, penghisap sabu-sabu
Perawan tua bahkan aku daya.
Kaki termangu, sujud di atas pangkuan Mu!.
28/10/09
MUSYAFIR
Telah berapa lama sudah,
Aku terdampar di lubang lumpur kehidupan
Tak jua beranajak pergi, tak urung niat hatiku ini.
Mungkinkah, aku harus arungi samudera kehidupan?
Tuk bangkit dari keterpurukan ini.
Akankah kulepaskan buanayang penuh kesialan ini.
Jika kebangkitan adalah matahari, kapan ia terbit menghampiri?
Tidakkah harusnya ia setombakdhuha
Dan cerahnya sebinar mata menggantung harap.
Akankah kurajut lagi kehidupan fana ini.
Akankah ku akui diriku ini?
Ku musyafir….
Aku musyafir….
Dalam jiwaku terobsesi, saatnya bangkit….
Berdiri….
Beranjak….
Berlari….
Mengejar ketertinggalan waktu yang terbuang
Ku tatap cakrawala kehidupan!
Setapak demi setapak ku arungi
Dalam diri ku harap karunia Ilahi
Ku sanjungkan hidup ini
Ku korbankan, pertaruhkan jiwa dan raga suci.