Senin, 09 Agustus 2010

CERPEN URIP NGURIP

URIP NGURIP
Oleh: Midun Aliassyah



Bilamana impian adalah matahari? Kapan ia akan terbit menghampiri dan menyudahi keluh, kesah dan penderitaan tiada akhirnya ini! Harusnya ia sebongkah pijar mengiringi jalan hidup ini, cerah cahayanya sebinar mata menggantung harap. Tapi semua ini tak ada, tak nyala! Hanya takdir bisu penuh kilu ini yang melumatku tiada kasih dan haru, menyebabkan aku tetap tak berranjak, dan penuh belepotan di kubangan lumpur kesialan ini. Oh tidak Ya Tuhan….
”Titititit…tititit!!!” Jam beker karatan berbunyi tersendat-sendat di balik bantal kusam nan bau kecut, dengan bersarung angsa yang tak lagi ceria, satu betina dan tiga anak berrenang tanpa busana, di air tak berwarna. Bantal kusam yang tak lagi jelas identitasnya! Ya, karena sarung bantal itu sudah tak layak untuk menjadi landasan kepala, luntur dari kewajaran. Tapi di balik kekusamannya, tersimpan berjuta-juta impian. Impian yang selalu menjadi angan, tak kunjung tiba menghampiri sang pemimpi. Hanya bisa menemani tidur, dan selalu menjadi cahya terang dalam imajinasi pikiran.
Sumringah, udara pagi ini yang masih basah oleh bulu-bulu embun. Sang surya malu-malu menampakkan dirinya menyambut hangatnya kehidupan, tapi tak mampu menutupi auranya dibalik awan yang menjadi temeng persembunyian di kala malam. Kilau cahya violate menerawang cakrawala Pertiwi, yang begitu kaya akan sumber alam dan nabati. Hingga membuat orang lain tertarik akan keelokan yang dimilikinya, dan mengakibatkan buta atas apa yang harus dimiliki pribadi sendiri. Padahal hanya untuk sekedar memiliki dan menikmati!! Memiliki kemakmuran dan kelayakan hidup bagi makhluk bernyawa yang bersarang di dalamnya. Jelas-jelas mereka ditakdirkan memiliki kelebihan dari pada makhluk lainnya. Ia diberi akal, tetapi ia hanya bisa pintar dalam melipat gandakan jumlah keturunan, dengan semboyan “banyak anak banyak rejeki.” Bussettt, tapi kenyataannya sekarang sudah gak berlaku bang! Sekarang tu bukan jaman bemo lagi, tapi sudah jamannya busway gitu!! Trus, kemudian mereka tak mampu menyuapinya! Membuat Ia selalu menangis merintih dan kecewa. Karena Ia merasa diacuhkan oleh menungso yang hidup serba dengan ketololan, berkembang biak di dalam kelaknatan, dan tak merasa punya dosa atas apa yang dilakukan. Sungguh-sungguh biadab kau? ”Menungso,” lebih pantas menyebutnya.
”Habis manis sepah di buang.” Seperti inilah kondisi negeriku. Negeri mimpiku. Ditinggal begitu saja oleh Orang- yang tak bertanggung jawab. Tiga setengah abad sudah, Negeri impianku dirampas mahkotanya. Hilang dari kejayaan, tak lagi perawan, ternoda dari kelicikan orang-orang yang tak bertanggung jawab. Ia dibodohkan dari pengetahuan. Otak ditumpulkan, dimelaratkan! Cecungok-cecungok jadi budak. Budak yang tak terbayar jauh dari kebebasan. Menyebabkan Negeri mimpiku lemah tak berdaya, tak lagi berharap menggapai cita. Terpendam selama-lamanya di dalam angan dan asa.
Ya, beginilah!! Sungguh malang Negeri mimpiku. Cecungok-cecungoknya malas akan kemakmuran. Lumpuh memperdayakan sumber pangan. Buta akan kekayaan. ”Ya, beginilah!! Malang nasibku, seperti malangnya Negeri mimpiku.”
####
”Hidup.”
Apa makna itu sebenarnya? Sebuah anugerah yang tak terhinggakah? Ataukah sebuah kutukan takdir hidup, tak berarah, tak bertujuan yang menakdirkan aku seperti ini! Hidup yang hilang dari kebahagiaan, bermelodi penderitaan dan kegelisahan.
Waktu bergulir. Pagi menuju siang, siang menuju malam, dan menjadi hari. Seperti keadaanku sekarang ini, tak menentu! Tiap hari kutelusuri Ibu kota. Ku langkahi trotoar jalan. Ku masuki ruko-ruko yang bersegel di kacanya ”DIBUTUHKAN KARYAWAN!!” Ku terawang koran-koran, hingga ludes bagian kolom lowongan kerja. Tapi percuma, tak ada hasil yang seperti kuharapkan! Maklumlah, aku Cuma lulusan ijazah menengah pertama. Padahal dipersyaratan tak dibutuhkan, dan Orang-orang atasan juga sudah mewajibkan belajar sembilan tahun. Tapi hanya saja bagi anak-anak terpelajar. Sedangkan aku sendiri, bukan anak terpelajar! Kurang ajar? Iya.,,
Memang benar, aku adalah orang yang terlaknat. Terlaknat dari orang-orang cendikiawan yang secara, pendidikan terpenuhi. Bisa makan tiga kali sehari, ada orang tua yang selalu mengasihi, meninabobokkan setiap hari, di didik mulai usia kecil hingga besar, mengenalkan Tuhannya, mendewasakan, serta memiliki cita-cita dan mimpi. ”Cita-cita dan mimpi??”
”Uppsss….!!!”
Tapi semua itu berbeda!! Semua itu tak terjadi di dalam peta hidupku. Hidup sebatang kara, tak ada orang tua mengasihi dan menyayangi, semenjak musibah beruntun yang terjadi di bandara udara Yogyakarta dan melenyapkan semua keluargaku. Sungguh tragis, dan waktu itu pula rasanya aku ingin mati saja bersama mereka.
Semenjak usia 14 tahun hingga aku sekarang ini, aku hidup sebagai marabunta. Hidup di jalanan adalah hidupku. Tidak mengenal Tuhan adalah idealisku. Nyawa adalah tekadku. Tetapi walaupun begitu, aku adalah orang yang mempunyai impian. Impian yang hanya orang tertentu saja yang berani memimpikannya. Dan akulah salah satu orang tertentu saja itu!!
####
”Rip, mau jadi apa kau nantinya?” tegur Cak To ketika masuk kontrakan reot Urip.
”Tiap hari kerjaannya tidur melulu!” Terlihat, Urip tidur terlentang di atas kasur tripleknya. Dengan kedua tangan tertindih, terlipat di bawah kepala, dan kaki berselonjor dengan malasnya.
”Belum waktunya dapat kerjaan Cak!!” jawab Urip sekenanya.
”Waktunya kapan? Bukannya kamu kemarin ke kota ngelamar kerjaan?”
”Hasilnya nihil!!” dengan santainya Urip menyalakan rokok kretek di depan Cak To, dengan asap mbako lenteng cap murahan.
”Terus, inikah contoh pemuda yang mempunyai mimpi seperti yang kau katakan kemarin?” marah Cak To. “Pekerjaannya hanya tidur, menganggur tiap harinya.”
”Dasar pemuda gelandangan, tak punya kerjaan. Terlaknat!!”
”Brukkkk!!!” Dibantingnya pintu reot kontrakan Urip. Kemudian Cak To
meninggalkannya dengan amarah besar.
Memang salahku, aku jadi gelandangan? Tak seharusnya kau memarahi dan memakiku. Seharusnya Orang yang tak bertanggung jawablah, yang pantas kau umpati!! ”Gelandangan tak tau diri. Masuk negeriku tanpa permisi. Merampas harta yang kami miliki. Perempuan kami kau gagahi, laki-laki kau budaki. Kau bodohi negeri kami, tak lagi kami punya mimpi! Gelandangan kau suburi, hingga subur saat ini. Terlaknat! Kau sungguh penghianat!!”
” Tuhan …,” keluh Urip kepada Tuhannya.
“Aku ingin bermimpi. Aku ingin seperti burung, terbang bebas mengitari Negeri mimpi. Menyadarkan cecungok-cecungok yang tak tau diri. Aku ingin Negeri mimpiku seperti pelangi tempatnya para bidadari, selalu berwarna-warni memancarkan kemilau cahya keceriaan dan kedamaian. Aku ingin Negeri mimpiku kuat, kokoh berpondasi melambungkan cita-cita dan mimpi tinggi.” Urip terdiam dalam angan-angan yang selalu merisaukan dirinya.
####
”Maaf mas, di sini hanya membutuhkan karyawan yang minimal berijazah menengah atas, dan tentunya memiliki pengalaman dalam hal bekerja!!”
”Oh ya?” jawab Urip sinis. ”Tidak berartikah ijazah menengah pertama? ”Lihat mbak, aku memiliki nilai sembilan di mata pelajaran ilmu sosial dan PPKN!!”
”Tapi Mas…,” sanggah pelayan toko.
Naiknya emosi Urip. ”Apa ini kurang cukup untuk membuktikan, kalau aku ini berpendidikan dan berpengalaman?”
”Sretttt!!!” ditariknya kembali ijazah oleh Urip.
”Masya Allah,” sebut pelayan. ”Orang ini apa gak punya kesabaran ya? Amit-amit dehh…”
Dengan perasaan ngilu dan kecewa, keluarlah Urip dari toko ”Busana Bayi” itu.
”Dasar perempuan sekarang, cantik-cantik cerewet!” umpat kesal Urip.
”Mentang-mentang punya ijazah tinggi, semena-mena saja membuat persyaratan demi kualitas pelayan. Apalagi atas dasar untuk masa depan lah! Memang kurang ajar tu orang. Bisanya cuma semena-mena saja sama orang sepertiku. Cuiihhh….”
Lanjut omel Urip sambil jalan. ”Terus nantinya menjadi alasan sebagai tuntutan perkembangan dan kemajuan jaman, demi masa depan anak bangsa lah. Dan pastinya mereka akan mendiskriminasi orang-orang bawahan yang tak berpendidikan tinggi sepertiku!!” Dalam batinnya. ”Pasti ini pengaruh kebijakan Orang atasan, yang semena-mena saja mewajibkan belajar sembilan tahun. Menetapkan kebijakan tanpa menyadari keadaan sekitar! Beginilah sikap Orang-orang atasan, yang tak sudi melihat orang bawahan. Jika posisinya sudah di atas, yang bawah ditekan! Dan dampaknya ya, seperti aku ini. He..he..he..!!” tawa kecil Urip terhadap dirinya.
Menujulah Urip ke kontrakkannya. Yang sebetulnya kontrakkanya tak layak disebut kontrakkan dan disewakan. Karena dilihat dari tempatnya, berada di kolong jembatan layang. Bangunannya, beratap seng teyeng bekas buangan. Berdinding kardus mie rayapan. Berlantai tanah uraian sampah!! ”Hiii..., rumah tikus cocoknya.”
Udara panas, pengap, bau busuk sampah. Mau tidur siang-siang gini tak nyenyak, karena suara bising kendaraan yang melintas di atas atap kontrakkan Urip. Rebahan saja enaknya, sambil berandai-andai saja aku.…??? Tiba-tiba saja di kala Urip sedang nyantai-nyantainya terdengar suara teriakkan keras dari luar kontrakkan.
”Bang Urippp... keluar sekarang! Aku mau ngomong penting ma Abang!” teriakkan keras Narti dari depan pintu kontrakkan Urip. Dari dalam kontrakkan menyahut.
”Ya Neng, sayangku, cintaku!!” ”Kreekkk!!!” sambil melangkah Urip membukakan pintu.
”Sayang, sayang!! Ngaca dulu siapa Abang??”
”Gitu aja marah. Kalau marah kelihatan tuanya lo...!!” rayu Urip.
”Ada apa sa-yang….!! Eh, maksudku Neng Narti. Siang panas gini teriak-teriak manggilin Abang. Minta dikawinin ya??” Urip keluar kontrakan dengan wajah dan rambut awut-awutan.
”Heh, ngawur!!!” bentak Narti. ”Ini masalah serius Bang.”
”Gini Bang!!!” jelas Narti. ”Aku ke sini disuruh Babe untuk menagih uang kontrakan yang belum Abang bayar. Tiga bulan Bang!” Narti menodongkan tangannya di depan dada Urip.
”Waduhh!!!” Tiga bulan!! Segitu banyaknya! Pakai apa aku membayarnya! Sekarang gopekpun tak ada di kantongku. Cari kerjaan, tak ada yang mau menerimaku! Beginilah nasib gelandangan sejati. Selalu susah, gelisah, karena uang!! Uang untuk bayar kontrakkan dan beli makan.
Lalu, Urip memberanikan diri untuk berbicara jujur sesuai dengan keadaannya sekarang ke Narti.
”Maaf Neng, bukannya abang tidak mau melunasi pembayaran sekarang! Tapi kondisi keuanganku sekarang tidak mendukung. Alias, tidak punya uang sama sekali! Sumpah Neng!!!” keluh Urip menaruh muka belas kasihan ke Narti.
Muka Narti memerah, setelah mendengar penjelasan Urip. ”Alasan saja kau Bang!! Tiap akhir bulan, hanya janji kosong yang kau bayarkan. Bulan pertama, Abang tak membayar karena belum dapat kerjaan. Bulan kedua, dengan alasan yang sama. Bulan ketiga, sekarang!!” memuncaknya amarah Narti. ”Abang tidak bisa membayar, karena beralasan belum dapat kerjaan! Iyakan??!!”
Urip hanya bisa diam mendengarkan marahan Narti.
”Mana janji Abang ke Narti? Kalau Abang akan cari kerjaan mapan. Cari uang sebanyak-banyaknya, untuk membelikan cincin berlian untuk Narti. Mana janji ngelamar Narti? Mana rasa cinta Abang ?!” dengan marah Narti menangis, meneteskan air mata kekecewaan.
”Aku benci Abang. Benci, benci!!!” dipukul-pukulinya dada Urip, dengan kedua tangan putih Narti.
Narti meninggalkan Urip dengan keterpanaan. Keterpanaan yang ia tinggal karena kekecewaannya atas kelakuan Urip. Kelakuan yang selama ini ia harapkan sebagai cinta sejatinya. Tapi, cinta itu hanya omong-kosong, tak berisi dan tak pula terjadi. Sungguh memudar begitu cepat rasa cinta tulus Narti kepada Urip. Pupus harapan dan tak lagi bisa ditegakkan. Begitu dalamnya cinta Narti, dan begitu pula kekecewaan Narti. Begitu dalam dan dalam, tak dapat terbayangkan! Membuat Narti berjanji pada dirinya, ia takkan memaafkan Urip! Tidak akan!! Tidak akan memaafkan dan meninggalkan cintanya untuk selama-lamanya. Sampai kapanpun!!
####
Esok harinya Urip mendatangi rumah Narti, anak pemilik kontrakan yang ditinggalinya, alias Cak To orang asli Surabaya. Ia ingin meminta maaf atas kelakuan yang diperbuatnya kemarin.
Sesampai di depan rumah, Urip ditanya Cak To atas maksud dan tujuan kedatangannya. Sedari tadi Cak To enak-enakan ngopi di emperan rumah.
Malu-malu Urip nyamperin dan bertanya kepada Cak To. Kira-kira kekasih Narti sedang di mana, dan bagaimana gerangan???
”Narti, aku jodohkan!!!”
Gubrakk… Apa? Tidak salah dengarkah daku? Narti mau dijodohkan. Dengan siapa? Tidak denganku kah!! Siapa yang merebut hati kekasihku, Narti. Siapa dia, Siapa?? Apakah dia pemuda mapan daripada aku? Tampan, kaya, punya kerjaan, banyak uang! Dan apakah dia sanggup membelikan cincin berlian, seperti apa yang aku janjikan kepada Narti?
”Kenapa Cak? Kenapa anak Cak tidak dinikahkan saja denganku??”
”Narti anakku, anak kandungku! Terserah aku, mau aku jodohkan dengan siapa? Yang penting tidak aku jodohkan dengan pemuda gelandangan, yang tak punya pekerjaan sepertimu!!” jawab ketus Cak To.
Setelah Urip mendengar penjelasan Cak To, ia meninggalkan halaman rumah Narti kekasihnya. Dengan perasaan kecewa tanpa daya. Hancur. Dan gagal sudah cinta dan impian Urip, untuk hidup abadi berdampingan bersama Narti di Negeri mimpinya.
Sementara, pada jeda yang di buat bisu oleh Urip, sewaktu langit meriah oleh benda-benda berpijar, dan ketika sebuah lagu sedu yang menyeret kembali ke masa lalu Urip bersama Narti. Tergambar wajah sang kekasih, malu-malu berrada dalam pelukan Urip. Kesunyian udara malam bergerak mendesaukan suara manja sang kekasih. Bulan melengkungkan senyum manisnya. Bersiaplah…. Engkau akan mulai merengek kepada Tuhan mu, dan meminta sesuatu yang mungkin itu telah haram bagimu.
”Aku tak tau dengan hidupku!! Hancur hidupku. Hancur harapanku. Begitu hancurnya, menjadi abu yang tak mungkin disatukan kembali.”
Upssss!!!!! Insting ku menjalar. Memutar memori, dari nol derajat ke batas normal Sembilan puluh derajat. Ada sesuatu, yang membuat ku tak sanggup melupakan dan memendamnya begitu saja. Tunggu dulu. Ada satu hal yang tidak bisa hancur begitu saja. Dan tidak bisa hancur, karena alasan di tinggalkan cinta Narti. Tak bisa. Tidak bisa hancur dalam hidupku!! Yaitu, Negeri mimpiku.
”Akan kuwujudkan negeriku!!!” Ku bangun istana megah di dalamnya. Ku sunting bidadari pelangi untuk permaisuriku. Ku olah hasil buminya: melimpah ruah rempah-rempah. Ku angkat harkat martabatnya. Ku bebaskan dari orang-orang yang tak bertanggung jawab. Ku bidik cecungok-cecungoknya. Ku jabat gelandangan jadi menteri-menterinya. Merdekalah budaknya. Tegak berdiri kokoh dan berwibawa, di mata negara lain. Sungguh-sungguh impianku. Ku ingin mulai lagi dari lembaran baru dalam hidupku. Saatnya bangkit, berdiri, beranjak, berlari mengejar ketertinggalan waktu yang telah terbuang dengan sia-sia begitu saja. Dan akhirnya….
”Oh, begitu bangga aku menjadi Orang nomor satu. Bangga atas impianku!!” Bangga Urip atas Negeri mimpinya. Mimpi yang hanya menjadi semu, dan tak beralur begitu saja dalam dirinya.
####

BIODATA PENULIS


Nama : Midun Aliassyah.
Tempat/ Tgl.Lahir : Nganjuk, 30 Agustus 1989
Status : Mahasiswa (Pndk. Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Jember).
Alamat : Jln. Sumatra IV, No. 84, Sumbersari, Jember, Jawa Timur.
No. HP : 085730031156/ 081331468766
Blog/ e-mail : www.midun_aliassyah.blogspot.com/ cah_solih@ymail.com

TINDAK BAHASA DARI SUDUT PENDENGAR

TINDAK BAHASA DARI SUDUT PENDENGAR

1.Pengertian
Tindak bahasa dari sudut pendengar adalah bagaimana nilai ilokusi (nilai tindak bahasa yang diidentifikasi dengan kalimat pelaku yang eksplisit), itu ditangkap atau difahami oleh lawan bicara. Di dalam satu wacana peran pembicara dan pendengar itu saling berganti dan seorang pembicara dapat menjadi pendengar dan sebaliknya. Pemikiran Searle ialah bahwa tujuan-tujuan pembicara sukar diteliti, sedang interpretasi lawan bicara tampak dari reaksi-reaksi yang diberikan pada ucapan-ucapan pembicara.
Searle tidak menerima konsep tindak lokusi yang digantinya dengan tindak proposisi, hal inilah yang mendasari Searle dalam memberi makna pada ucapan atau kalimat. Pergantian istilah ini digunakan untuk member makna yang lebih luas kepada tindak proposisi, yakni yang mencakup rujukan pada sesuatu dan juga yang membentuk pada predikasi (pengungkapan tentang perbuatan, keadaan atau hal dalam proposisi ). Menurut Searle, suatu ujaran terdiri dari dua bagian, yakni: a). suatu proposisi mencakup penunjuk fungsi ujaran yang merupakan nilai ilokusi. Penunjuk terdiri atas: urutan kata, tekanan, intonasi, tanda baca, nada, dan kata kerja perlakuan (performatives). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proposisi menurut Searle adalah suatu pengungkapan tujuan sebagaimana dipahami oleh pendengar.
Searle telah meneliti bagaimana pendengar menginterpretasi kalimat-kalimat perlakuan pembicara, kususnya kalimat-kalimat langsung. Misalnnya:

1.“Apakah kamu dapat mengangkat koper ini?”(merujuk pada mampu atau tidak mampu pendengar melakukan permintaan itu)
2.“Apa anda akan mengangkat koper ini?” (merujuk pada perilaku pendengar pada waktu mendatang)
3. “Saya ingin kau angkatkan koper ini.”(merujuk pada keinginan pembicara kepada pendengar)
4. “Apa mau mengangkatkan koper ini?” (merujuk pada kesediaan pendengar)
5. “Kalau kau angkat koper ini, saya dapat duduk.” (merujuk pada alasan permintaan kepada pendengar)
6.”Apa boleh saya minta anda untuk mengangkatkan koper ini?” (merujuk pada sikap pembicara terhadap pendengar yang terlihat dari bentuk yang dinilai sopan)

Tindak bahasa ilokusi membuahkan bentuk-bentuk yang mencerminkan keinginan dan sikap pembicara terhadap pendengar, sedangkan tindak perlokusi mencerminkan reaksi dari atau efek ujaranya pada pendengar. Seandainya seorang pembicara mengucapkan suatu ujaran atau kalimat ia mengungkapkan efek ilukusi pada pendengar, dan ia mencapai efek ini dia menyebabkan pendengar mengenal tujuan ini. Menggunakan pengetahuan aturan-aturan yang mendasari kalimat itu.

2.Relevansi Tindak Bahasa dengan Pengajaran Bahasa
Pengajaran bahasa dengan menggunakan pendekatan komunikatif. Pendekatan komunikatif berasal dari tulisan Hymes (1972), yang pertama merumuskan definisi kemampuan komunikatif (communicative competence) sebagai kemampuan berkomunikasi dengan sesama manusia. Proses berkomunikasi tidak hanya mementingkan bentuk-bentuk bahasa bukan hanya makna kalimat yang tersirat (ilokusi), tetapi juga makna yang tersulubung dalam suatu tindak bahasa, yakni apa yang menjadi akibat atau efek yang ditimbulkan oleh seorang pembicara pada lawan bicaranya (perlokusi).
Ditinjau dari pihak pembicara terjadi tindak bahasa ilokusi yakni: mengatakan sesuatu dalam arti “berkata”. Dengan mengucapkan tindak bahasa ilokusi, seorang pembicara mengungkapkan suatu nilai ilokusi setiap. Wacana antara dua pihak selalu bermaksud untuk mencapai tujuan dari pihak pembicara dan suatu efek pada pihak pendengar. Tujuan pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa yang dirumuskan sebagai “berkomunikasi secara wajar”. Untuk mencapai tujuan ini, ada beberapa faktor yang menentukan apakah tindak bahasa ilokusi yang di ucapkan oleh pembicara itu wajar dan dapat diterima oleh lawan bicaranya atau tidak. Faktor-faktor tersebut adalah;
1)Siapa-siapa yang mengambil bagian dalam suatu wacana itu? Teman dengan teman , ayah dengan ibu, ayah dengan anak, guru dengan muridnya, kepala kantor dengan bawahannya, dokter dengan pasiennya, dan sebagainya.
2)Apa waktu wacana itu terjadi? Pagi hari, siang, sore, malam hari? Waktu kerja atau waktu senggang?
3)Apa tempat wacana itu? Di sekolah, di pasar, di rumah, di tempat ibadah, dan sebagainya.
4)Apa topik yang digunakan pada pembicara? Mengenai hal-hal yang serius , ringan, basa-basi, keagamaan, ilmiah, nasehat, dan sebagainya.
5)Apa jalur yang digunakan para pembicara? Ragam formal atau informal, tatap muka atau melalui telepon, lisan atau tulisan, bahasa daerah, nasianal, asing, rahasia (kode), dan sebagainya.
Suatu tindak bahasa dapat dikatakan wajar, apabila memperhatikan konteks atau situasi tertentu yang terdapat dalam 5 faktor di atas. Kecuali bentuk yang wajar,suatu bentuk kalimat tanya dapat mempunyai nilai lokusi atau perintah, suatu kalimat pernyataan dapat mempunyai nilai ilokusi suatu pentanyaan atau perintah, dan sebagainya. Prinsip-prinsip yang telah di jelaskan di atas harus diterapkan dalam menyajikan penggunaan bahasa untuk berkomunikasi lisan atau tulisan.

Penerapan Metode Diskusi di dalam Pembelajaran Keterampilan Menyimak

1. Pembelajaran Bahasa
Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa Degeng (1989). Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi. Gilstrap dan Martin (1975) juga menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan strategi pembelajaran.
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.
Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Sementara itu, dalam kurikulum 2004 untuk SMA dan MA, disebutkan bahwa tujuan pemelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia secara umum meliputi (1) siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara, (2) siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi,serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan, (3) siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional,dan kematangan sosial, (4) siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis), (5) siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (6) siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Untuk mencapai tujuan di atas, pembelajaran bahasa harus mengetahui prinsip-prinsip belajar bahasa yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya, serta menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya. Prinsip-prinsip belajar bahasa dapat disarikan sebagai berikut. Pebelajar akan belajar bahasa dengan baik bila (1)  diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat, (2) diberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas, (3) bila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa, (4) ia disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran, (5) jika menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan (7) jika diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994).
2. Pengertian Keterampilan Menyimak
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering pula harus menyimak, berita, cerita, pengumuman, laporan, dan sebagainya. Namun, tidak semua orang mampu menyimak dengan baik, pasdahal kemajuan masyarakat sangat tergantung pada kemampuan menyimak berbagai informasi anggota masyarakatnya. Jika seseorang banyak mendapatka informasi berarti orang itu meningkatkan pengetahuan, dan banyak pengetahuan berarti meningkatkan daya pikir.
Berbicara tentang keterampilan menyimak tidak dapat dipisahkan dari keterampilan bahasa yang lain, yaitu keterampilan berbicara, membaca, dan menulis. Keberhasilan seseorang dalam menyimak dapat diketahuai bagaimana penyimak memahami dan menyampaikan informasi secara lisan maupun tertulis. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan menyimak cukup kompleks jika penyimak ingin menangkap makna yang sesungguhnya dari simakan yang mungkin tidak seutuhnya tersirat , sehingga penyimak harus berusaha mengungkapkan hal-hal yang tersirat itu.
Oleh karena itu, penyimak perlu memiliki pengetahuan yang memadai tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi simakan, artinya ia harus sering berlatih menyimak. Dengan demikian, berhasil tidaknya keterampilan siswa menyimak tidak lepas dari upaya guru dalam meningkatkan proses pembelajarannya. Hal ini dapat dilihat dari kepentingan keterampilan menyimak terhadap keterampilan bahasa yang lainnya, yakni: (1) keterampilan menyimak merupakan dasar yang cukup penting untuk keterampilan berbicara. Ada yang berbicara harus ada yang menyimak atau sebaliknya, keduanya saling membutuhkan, (2) keterampilan menyimak juga merupakan dasar bagi keterampilan membaca atau menulis, petunjuk-petunjuk disampaikan melalui bahasa lisan . Ini berarti mereka harus menyimak, (3) keterbatasan penguasaan kosakata pada saat menyimak akan menghambat kelancaran membaca dan menulis.
Berikut ini diuraikan secara singkat hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menyimak yaitu: (1) Ciri-ciri penyimak yang baik, (2) Jenis-jenis menyimak, (3) Tahap-tahap menyimak, (4) Faktor yang mempengaruhi menyimak (5) Kendala dalam menyimak, (6)Teknik pembelajaran menyimak, (7) Materi menyimak SMP menurut Kurikulum 2004, (8) Penilaian menyimak.
3.Pengertian Metode Diskusi
Istilah metode berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pelajaran bahasa secara teratur. Istilah ini bersifat prosedural dalam arti penerapan suatu metode dalam pembelajaran bahasa dikerjakan dengan melalui langkah-langkah yang teratur dan secara bertahap, dimulai dari penyusunan perencanaan pengajaran, penyajian pengajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil belajar.
Metode diskusi ialah suatu cara penyampaian bahan pelajaran dan guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah. Dalam kehidupan modern ini banyak sekali masalah yang dihadapi oleh manusia; sedemikian kompieksnya masalah tersebut sehingga tak mungkin hanya dipecahkan dengan satu jawaban saja. tetapi kita harus menggunakan segala pengetahuan kita untuk memberi pemecahan yang terbaik. Ada kemungkinan terdapat lebih-dari satu jawaban yang benar sehingga harus menemukan jawaban yang paling tepat di antara sekian banyak jawaban tersebut.
Kecakapan untuk memecahkan masalah dapat dipelajari.-Untuk iru siswa harus dilatih sejak kecil. Persoalan yang kompleks sering kita jumpai dalam kehidupan bermasyarakat, karenanya dibutuhkan pemecahan atas dasar kerjasama. Dalam hal ini diskusi merupakanjalan yang banyak memberi kemungkinan pemecahan terbaik.
Selain memberi kesempatan untuk mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah, juga dalam kehidupan yang demokratis kita diajak untuk hidup bermusyawarah, mencari
keputusan-keputusan atas dasar persetujuan bersama. Bagi anak-anak, latihan untuk peranan peserta dalam kehidupan di masyarakat.

4.Penerapan Metode Diskusi di dalam Pembelajaran Keterampilan Menyimak
Seperti telah disinggung sekilas, bahwa metode tanya jawab dengan diskusi saling mencakup tetapi berbeda. Ada pertanyaan yang mengandung unsur diskusi, tetapi ada yang tidak. Dengan diskusi guru berusaha mengajak siswa untuk memecahkan masalah. Untuk pemecahan suatu masalah diperlukan pendapat-pendapat berdasarkan pengetahuan yang ada, dengan sendirinya kemungkinan terdapat lebih dari satu jawaban, malah mungkin terdapat banyak jawaban yang benar.
Berikut ini merupakan langkah-langkah pembelajaran metode diskusi di dalam pembelajaran menyimak:

1)Guru dalam pelaksanaan diskusi siswa menjaga dan memelihara ketertiban diskusi
2)Guru mendampingi siswa menyimak wacana simakan yang akan didiskusikan
3)Guru mendampingi dan memberi pengarahan seperlunya selama pelaksanaan diskusi
4)Guru tidak banyak mencampuri atau mendominasi pelaksanaan diskusi
5)Guru memberikan pengarahan apabila terjadi selisih paham serta kemacetan pelaksanaan diskusi.
6)Guru memberikan pengarahan apabila terjadi selisih paham serta kemacetan pelaksanaan diskusi
7)Guru mencatat hal-hal penting permasalahan materi simakan yang belum tuntas didiskusikan oleh siswa
8)Guru menjelaskan permasalahan materi simakan yang belum tuntas dibicarakan dalam diskusi.
Kebaikan Metode Diskusi
1.Siswa belajar bermusyawarah
2.Siswa mendapat kesempatan untuk menguji tingkat pengetahuan masing-masing
3.Belajar menghargai pendapat orang lain
4.Mengembangkan cara berpikir dan sikap ilmiah

Kekuranganan Metode Diskusi
1.Pendapat serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari poko persoalan
2.Kesulitan dalam menyimpulkan sering menyebabkan tidak ada penyelesaian.
3.Membutuhkan waktu cukup banyak.


DAFTAR PUSTAKA
Basiran, Mokh. 1999. Apakah yang Dituntut GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum 1994?. Yogyakarta: Depdikbud
Darjowidjojo, Soenjono. 1994. Butir-butir Renungan Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Salatiga: Univeristas Kristen Satya Wacana
Degeng, I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang: IKIP dan IPTDI
Depdikbud. 1995. Pedoman Proses Belajar Mengajar di SD. Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah Dasar
Machfudz, Imam. 2000. Metode Pengajaran Bahasa Indonesia Komunikatif. Jurnal Bahasa dan Sastra UM
Moeleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya.
Saksomo, Dwi. 1983. Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang
Salamun, M. 2002. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab di Pondok Pesantren. Tesis.. Tidak diterbitkan
Sholhah, Anik. 2000. Pertanyaan Tutor dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing di UM. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Subyakto, Sri Utari. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud
Sugiono, S. 1993. Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam Konferensi Bahasa Indonesia; VI. Jakarta: 28 Oktober—2 Nopember 1993
Suharyanto. 1999. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. Yogyakarta: Depdikbud
 

PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERCERITA

PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERCERITA

(Sebagai Tugas Ujian Akhir Semester Teori Belajar Bahasa)

Oleh:

MOH. BADRUS SOLICHIN (080210402002)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010
Pembelajaran Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan
Metode Bercerita

1.Hakikat Belajar Bahasa
Di dalam kurikulum pembelajaran KTSP dinyatakan bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pernyataan tersebut berimplikasi bahwa siapa pun yang mempelajari suatu bahasa pada hakikatnya sedang belajar berkomunikasi. Thompson (2003:1) menyatakan bahwa komunikasi merupakan fitur mendasar dari kehidupan sosial dan bahasa merupakan komponen utamanya. Pernyataan tersebut menyaratkan bahwa kegiatan berkomunikasi tidak bisa dilepaskan dengan kegiatan berbahasa. Oleh sebab itu, para linguis terapan (khususnya dalam bidang pengajaran dan pembelajaran bahasa) selalu berupaya untuk melahirkan pikiran-pikiran barunya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa sehingga para siswa mampu menunjukkan kinerjanya dalam berbahasa.
Dunia pembelajaran bahasa, pendekatan komunikatif telah berkembang sejak tahun 1970-an di berbagai belahan dunia (Periksa Burns and Joyce, 1999:49). Pelahiran pendekatan tersebut dipicu kurang berhasilnya metode Tatabahasa dan Terjamahan (Grammar and Translation Method) meningkatkan prestasi belajar. Pikiran baru tersebut menghasilkan metode Langsung (Direct Method) untuk digunakan para guru dalam pembelajaran bahasa.  Selain untuk berkomunikasi, pembelajaran bahasa juga ditujukan untuk menumbuhkan kebanggaan dalam berbahasa. Berikut uraian tentang hakikat belajar bahasa:
bahasa merupakan media pengembangan dan pertukaran gagasan. Pengalaman itu harus mendorong interaksi antara siswa dan orang lain, yang tentunya menekankan tujuan komunikasi, penataan gagasan yang logis, dan kesensitifan terhadap reaksi pendengar atau pembaca.
bahasa merupakan alat kekuasaan dan kekuatan sosial yang mempengaruhi kepercayaan, sikap, dan tingkah laku. Oleh karena itu, siswa diajarkan pentingnya tanggung jawab sosial dan integritas pribadi dalam penggunaan bahasa.
bahasa dalam bentuk tertulis merupakan catatan pikiran manusia sepanjang zaman yang dapat memperkenalkan setiap anak kepada karya-karya sastra sehingga dapat menumbuhkan apresiasi keindahan bahasa sebagai media komunikasi. Oleh karena itu, program pengajaran bahasa melengkapi siswa dengan pengalaman dalam prosa dan puisi untuk menumbuhkembangkan pemahamannya terhadap masalah manusia dan seperangkat nilai pribadi.

2.Definisi Keterampilan Berbicara
Berbicara merupakan suatu keterampilan, dan keterampilan tidak akan berkembang kalau tidak dilatih secara terus menerus. Oleh karena itu, kepandaian berbicara tidak akan dikuasai dengan baik tanpa dilatih. Apabila selalu dilatih, keterampilan berbicara tentu akan semakin baik. Sebaliknya, kalau malu, ragu, atau takut salah dalam berlatih berbicara, niscaya kepandaian atau keterampilan berbicara itu semakin jauh dari penguasaan.
Berdasakan ilmu bahasa pengertian berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Uraian yang sama disampaikan oleh Tarigan, dkk (1997 : 13), yakni mereka berpendapat bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Dua pengertian di atas pada dasarnya sama saja, yakni berbicara merupakan keterampilan atau kemampuan untuk menyampaikan pesan berupa pikiran, gagasan dan perasaan melalui bahasa lisan kepada orang lain.
Di dalam lingkungan pendidikan, para siswa dituntut terampil berbicara dalam proses pembelajaran. Para siswa harus mampu mengutarakan gagasannya. Mereka juga harus dapat menjawab pertanyaan atau mengajukan pertanyaan dengan baik selama pembelajaran berlangsung. Ketika melaksakan diskusi, para siswa dituntut terampil mengemukakan pendapat,
mempertahankan pendapat, menyanggah pendapat siswa lain, atau mempengaruhi siswa lain agar mengikuti alur pemikirannya.

3.Metode Bercerita
Metode merupakan alat untuk mencapai tujuan dalm pembelajaran. Sedangkan bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. Bercerita dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya mempengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang suatu (ide) pengalaman. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa pengertian metode bercerita adalah upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa siswa melalui pendengaran, kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih ketrampilan siswa dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan.
            Pada kurikulum 1994, metode bercerita dinyatakan sebagai salah satu metode yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar. Metode bercerita didefinisikan sebagai cara memberikan penerangan atau bertutur dan menyampaikan cerita secara lisan. Menyebabkan siswa sangat menyukai cerita atau dongeng, sehingga bentuk metode cerita sangat cocok untuk mengajarkan moral pada anak.  
Menurut Masitoh (2008: 103), kemampuan guru untuk bercerita dengan baik harus didukung dengan cerita yang baik pula yaitu denagn kriteria:
a.Cerita itu harus menarik dan memikat perhatian guru itu sendiri
b.Cerita itu harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya, dan bakat anak.
c.Cerita itu harus sesuai dengan tingkat usia dan anak mampu memahami isi cerita.

4.Aplikasi Pembelajaran Keterampilan Berbicara dengan Menggunakan Metode Bercerita
Bahasa merupakan alat berpikir yang membantu siswa berasionalisasi dan tumbuh melalui pengalaman mereka. Oleh karena itu, kegiatan berbahasa dikembangkan untuk membantu setiap siswa melihat hubungan, membuat klasifikasi, menarik kesimpulan, menanggung resiko penebakan, memperkirakan hasil, merumuskan kesimpulan, dan membuat generalisasi. Salah satu aplikasi pembelajaran bahasa di atas, yakni dengan menggunakan model pembelajaran bercerita, yang merupakan salah satu sub bagian dari model pembelajaran berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Kenapa memilih metode bercerita dalam pembelajaran keterampilan berbicara? Karena metode bercerita merupakan pembelajaran berbicara yang hampir sepenuhnya memusatkan pada pemikiran peserta didik itu sendiri. Sedangkan guru hanya sebagai moderator dan motivator dalam proses pembelajaran itu berlangsung.
Pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bercerita dimungkinkan mengangkat tema-tema cerita dari gagasan peserta didik itu sendiri. Namun jika menyesuaikan dengan waktu dan keadaan yang mendesak, ide atau tema cerita bisa saja disiapkan atau ditentukan oleh guru. Tentu saja tema cerita yang diajarkan menggugah, menarik dan aktual. Bisa juga dimulai cerita dari lingkungan kehidupan sehari-hari peserta didik, lalu menuju lingkungan atau kawasan yang luas dan lebih kompleks.
Sebagia contoh pembelajarannya, berikut contoh kompetensi dasar (KD) kelas VII s.d VIII SMP atau MTs, yang berkaitan langsung dengan pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bercerita di depan kelas.
Standar Kompetensi:
10 Mengeskpresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita.
Kompetensi Dasar:
10.1 Bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat.
Berikut langkah-langkah pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bercerita:
1.Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang akan diajarkan.
2.Guru mendemonstrasikan bercerita di depan peserta didik dengan tema cerita yang nenarik.
3.Siswa mencoba mendemonstrasikan bercerita tentang peristiwa menarik yang baru saja dialami. Bercerita di depan kelas dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gestur, dan mimik yang tepat.
4.Agar semua siswa mendapat giliran, bisa juga penunjukkannya dilakukan dengan cara diundi seperti arisan.
5.Agar lebih meriah dapat pula digunakan media televisi  yang tengah menyiarkan acara menarik. Misalnya lintas berita, flora fauna, film anak-anak, dsb.
6.Setelah selesai menyaksikan acara di televisi, peserta didik mencoba bercerita tentang peristiwa atau film tersebut dengan menggunakan bahasanya sendiri.
7.Demikian seterusnya sampai seluruh siswa maju untuk bercerita.
8.Guru melakukan penilaian dan evaluasi di akhir pembelajaran.








5.Kesimpulan
Bahasa merupakan suatu bentuk perilaku, perlambang konsep diri dan sikap sosial seseorang yang menyimbolkan pikiran, keinginan, dan kepercayaannya. Kemampuan mempelajari bahasa sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan pribadi dan perkembangan pemahaman dasar manusia. Oleh karena itu, program pembelajaran bahasa menekankan penciptaan iklim yang hangat dan bersahabat yang mendorong setiap siswa untuk bercerita melalui keterampilan berbicara.
Bercerita memberikan pengalaman psikologis dan linguistik pada siswa. Hasil belajar melalui cerita akan bertahan lama karena akan lebih berkesan dan bermakna. Dengan bercerita siswa dapat mengembangkan ketrampilan berpikir dengan permasalahan yang dihadapinya. Dan tugas guru sebagai pendidik dan fasilitator dituntut untuk mampu memilah dan memilih serta menentukan media dan metode yang paling relevan dengan tujuan dan situasi yang cocok untuk digunakan dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
Pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan metode bercerita ini dimungkinkan mengangkat tema-tema cerita dari gagasan peserta didik itu sendiri. Namun jika menyesuaikan dengan waktu dan keadaan yang mendesak, ide atau tema cerita bisa saja disiapkan atau ditentukan oleh guru. Tentu saja tema cerita yang diajarkan menggugah, menarik dan aktual. Bisa juga dimulai cerita dari lingkungan kehidupan sehari-hari peserta didik, lalu menuju lingkungan atau kawasan yang luas dan lebih kompleks.

6.Daftar Rujukan
Ahmadi, Mukhsin. 1990. Strategi Belajar Mengajar Keterampilan Berbahasa dan
Apresiasi Sastra. Malang : Yayasan Asih Asah Asuh.
Dahar, Ratna Wilis.1989. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.
Oemar Hamalik, Proes Belajar Mengajar, Jakarta : 2001 : Bumi Aksara.
Priyono, Tri. 2001. Optimalisasi Keterampilan Berbicara. UNNES.
Nurlaily, Zaroh. Penerapan Strategi Pembelajaran Melalui Bercerita dengan Pendekatan Konstruktivistik. (http://profiles.blogdrive.com). Diakses pada tanggal 31 Mei 2010.
Sastromiharjo, Andoyo. Artikel: Keterampilan dalam Pembelajaran Berbicara.
(http://www.argumen-apbi.blogspot.com). Diakses pada tanggal 31 Mei 2010.

Strategi Pembelajaran Membaca

Strategi Pembelajaran Membaca
Membaca pada hakikatnya adalah suatu kegiatan memahami bacaan dalam rangka memperoleh informasi atau pesan yang terkandung di dalam bacaan. Untuk memperoleh kemampuan membaca yang memadai, seseorang memerlukan banyak pengetahuan dan kemampuan lain sebagai pendukung. Herber (1978: 9-10) berpendapat bahwa membaca merupakan proses berpikir yang meliputi kegiatan: 1) memahami dan menghubungkan simbol-simbol bahasa yang disebut dengan decoding; 2) memaknai gubungan simbol-simbol (kata-kata) tersebut yang merupakan tahap interpretation; dan 3) menerapkan ide atau pengetahuan yang diperoleh melalui bacaan dalam kehidupan sehari-hari merupakan tahap aplication.
Decoding
Decoding adalah suatu proses memahami simbol-simbol bahasa yaitu simbol grafis atau harus-huruf dengan cara mengasosiasikannya atau menghubungkan simbol-simbol dengan bunyi-bunyi bahasa beserta variasi-variasinya. Untuk dapat memahami proses decoding, bacalah kalimat berikut ini dengan suara keras.
Drama boneka hampir sama dengan wayang. Bedanya, dalam drama boneka para tokoh digambarkan dengan boneka yang dimainkan oleh bebarapa orang.
Bagaimana?! Apa yang Anda rasakan setelah melakukan kegiatan membaca dengan keras tadi? Ya! Pasti diantara Anda ada yang merasa seperti siswa SD yang sedang belajar membaca. Ada juga yang merasa seperti siswa SMP yang sedang menghafal pelajaran untuk ulangan besok pagi. Inilah yang disebut dengan proses decoding. Dalam proses ini orang hanya berusaha memahami simbol-simbol tersebut dan bagaimana membunyikannya dengan benar. Bila Siswa SD atau SMP ditanyakan tentang isi kalimat itu, dia tidak dapat menjawabnya. Hal seperti ini mungkin juga terjadi pada orang dewasa.
Perlu Anda ketahui, bahwa orang yang baru saja mengenal huruf atau simbol-simbol bahasa tulis, tanpa disadari akan membunyikan simbol-simbol tersebut dengan bersuara ketika sedang membaca.
Interpretation
Interpretation atau interpretasi merupakan kegiatan memahami maksud atau informasi yang terkandung dalam bacaan. Pada tahap ini pembaca dituntut untuk mampu menafsirkan makna setiap kata dan menghubungkannya menjadi satu kesatuan makna yang utuh sesuai dengan konteks yang terdapat dalam bacaan. Oleh karena itu dalam proses interpretasi diperlukan pengertahuan tentang makna kata atau kosakata (Vocabulary). Sebagai contoh, kita kembali pada contoh kalimat diatas, jika satu kata saja misalnya kata drama atau wayang, atau yang lainnya tidak kita ketahui maknanya, maka kita akan kesulitan menangkap makna atau menafsirkan isi kalimat tersebut.
Pada tingkat ini pembaca tidak lagi berpikir tentang simbol-simbol bahasa (huruf). Simbol-simbol tersebut sudah secara otomatis dikenal oleh monitor yang ada di otak setiap pembaca
Aplikasi
Pembaca yang telah sampai pada tingkatan ini akan mampu memanfaatkan hasil bacaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pemahaman dalam Membaca
Sehubungan dengan tingkat pemahaman, Smith mengelompokkan kemampuan membaca menjadi 4 kategori, yaitu 1) pemahaman literal, 2) interpretasi, 3) membaca kritis, dan 4) membaca kreatif.
Efek Musik pada Bayi
Pada kira-kira bulan kelima, hubungan-hubungan dalam sistem pendengaran bayi cukup matang untuk memungkinkan otak memprogram bunyi secara utuh . Sejak saat ini, si kecil yang ada dalam perut Anda menjadi penguping sepanjang waktu. Suara Anda yang menjalar melalui kulit, otot, dan cairan dalam tubuh akhirnya sampai ke telinga sang bayi, walupun bunyi-bunyi tersebut hanya berupa bunyi cuit-cuit (tajam) yang bernada (tinggi) jika Anda berbicara dengan suara keras. Namun, melodi dan irama bicara Anda (juga semua bunyi) sampai ke telinga bayi tanpa perubahan (Don Campbell, 2001: 28).
Mari kita pahami kutipan wacana di atas secara literal. Sebelum itu kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan pemahaman literal berikut ini!
Pemahaman Literal
Tingkat pemahaman yang pertama adalah pemahaman literal, artinya pembaca hanya memahami makna apa adanya, sesuai dengan makna simbol-simbol bahasa yang ada dalam bacaan. Yang pertama kita menemukan kata kunci pada wacana tersebut, yaitu bulan kelima, pendengaran bayi, cuit-cuit, bernada tinggi, melodi dan irama (bergaris bawah dan cetak miring). Dari kata kunci tersebut kita dapat menangkap pesan yang terkandung dalam wacana yaitu, bahwa:
bayi dalam kandungan atau janin berusia 5 bulan sudah dapat mendengar bunyi-bunyi terutama bunyi-bunyi yang dikeluarkan melalui suara ibunya;
melodi dan irama berbicara ibu akan ditangkap secara tepat/persis oleh telinga bayi (tanpa perubahan).
Tes yang sesuai diajukan untuk mengukur kemampuan membaca tingkat ini berkisar pada contoh-contoh pertanyaan berikut ini.
Apa yang terjadi pada janin ketika berusia 5 bulan?
Apa yang dapat dilakukan janin ketika berusia 5 bulan?
Bunyi yang bagaimana yang dapat ditangkap janin berusia 5 bulan?
Unsur-unsur bunyi apa yang ditangkap janin secara tepat atau tanpa perubahan?
Jelasnya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada pembaca dengan tingkat pemahaman literal tidak menuntut jawaban yang berada di luar teks. Artinya seluruh jawaban dapat ditemukan di dalam teks.
Pemahaman Interpretasi
Tingkat pemahaman kedua adalah pemahaman interpretasi. Pada tingkat ini pembaca sudah mampu menangkap pesan secara tersirat. Artinya di samping pesan-pesan secar terurat seperti pada tingkat pemahaman literal, pembaca juga dapat memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan misalnya sebagai berikut.
- Apa yang sebaiknya dilakukan ibu hamil ketika kandungannya berusia 5 bulan?
Berikan alasan atas pendapat Anda!
- Percayakan Anda bahwa alat dengar bayi dapat dilatih sejak dalam kandungan?
Jelaskan pendapat Anda!
Contoh pertanyaan di atas tidak dapat dijawab dengan menggunakan teks wacana. Jawaban atas pertanyaan tersebut memerlukan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh si pembaca tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dapat muncul berdasarkan teks atau bacaan.
Pemahaman Kritis
Tingkat pemahaman ketiga adalah pemahaman kritis, kegiatan membacanya disebut dengan membaca kritis. Pada tingkat ini, pembaca tidak hanya mampu menangkap makna tersurat dan tersirat. Pembaca pada tingkat ini mampu menganalisis dan sekaligus membuat sintesis dari informasi yang diperolehnya melalui bacaan. Di samping itu pembaca juga mampu melakukan evaluasi atau penilaian secara akurat. Artinya, pembaca tahu persis akan kebenaran atau kesalahan isi wacana berdasarkan pengetahuan dan data-data yang dimilikinya tentang informasi yang ada dalam bacaan. Pembaca pada tingkat ini sudah mampu membuat kritik terhadap satu bacaan atau sebuah buku.
Misal, kita gunakan lagi contoh kutipan wacana di atas (Efek Musik pada Bayi). Pembaca kritis akan memberi penguatan atas isi wacana tersebut jika informasi yang terkandung di dalamnya dia ketahui kebenarannya 100% dan dia akan mempermasalahkan sekaligus juga memperbaiki informasi tersebut jika terdapat kesalahan dari segi penampaian atau penggunaan data yang tidak tepat.
Pemahaman Kreatif
Tingkat pemahaman tertinggi adalah pemahaman kreatif. Pembaca tingkat ini memiliki pemahaman lebih tinggi dari ketiga tingkat sebelumnya. Selesai membaca, pembaca akan mencoba atau bereksperimen membuat sesuatu yang baru berdasarkan isi bacaan. Dari wacana di atas, pembaca dapat membuat aransement musik yang menurutnya dapat digunakan untuk melatih pendengaran bayi menjadi lebih baik dari bayi-bayi yang lain, atau pembaca akan menulis sebuah buku yang berisis tentang bagaimana sebaiknya seorang ibu hamil melatih rasa atau membentuk karakter anak melalui latihan mendengarkan sejak dalam kandungan.
Demikianlah Saudara, uraian tentang membaca dan tingkat-tingkat pemahaman yang dimiliki seorang pembaca. Jika Anda seorang pembaca yang memiliki tingkat pemahaman interpretasi, Anda akan mampu makna tersirat dari uraian ini, yaitu berupa pertanyaan sudah sampai di manakah tingkat pemahaman saya? Dan bagaimanakah sebaiknya saya mengajarkan membaca pada siswa-siswa saya agar mereka memiliki tingkat pemahaman yang tinggi?
Strategi Pembelajaran Membaca
Saudara mahasiswa, bila kita bicara tentang strategi pembelajaran, maka kita harus kembali pada landasan/falsafah atau pandangan-pandangan yang mendasar tentang pembelajaran dan materi yang akan kita ajarkan untuk menemukan pendekatan, metode, dan teknik yang tepat demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengubah pengalaman atau perilaku seseorang yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang semula tidak bisa menjadi bisa. Untuk mencapai hal tersbut diperlukan adanya proses dan aktivitas siswa. Dari pandangan tersubut muncullah pendekatan Keterampilan Proses dan Cara Belajar Siswa Aktif (ABSA).
Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa, maka pendekatan pembelajaran muncul berdasarkan hakikat bahasa itu sendiri. Ada berbagai pandangan tentang bahasa, antara lain 1) bahasa adalah alat komunikasi; 2) bahasa terdiri atas beberapa keterampilan (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), dan 3) bahasa memiliki unsur-unsur pembentuk yaitu unsur kebahasaan. Dari pandangan pertama muncul pendekatan komunikatif, pandangan kedua memunculkan pendekatan integratif, dan pandangan ketiga mengajukan pendekatan struktural bagi pembelajaran bahasa.
Selain berbagai pendekatan yang menjadi pijakan pembelajaran bahasa, diperlukan pula metode dan teknik yang sesuai dalam pembelajaran bahasa. Penggunaan pendekatan, metode, dan teknik dalam pembelajaran bahasa sebaiknya secara bervariasi, artinya dalam pembelajaran bahasa digunakan lebih dari satu pendekatan, metode, dan juga teknik.
Uraian tentang pendekatan, metode, dan teknik ini sudah Anda pelajari ketika Anda menempuh program D-III mata kuliah Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia atau Interaksi Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Kurikulum 1994 untuk mata pelajaran bahasa Indonesia lebih menekankan pada penggunaan pendekatan terpadu atau integratif. Pembelajaran membaca dengan pendekatan terpadu dilaksanakan dengan cara memadukan pelajaran membaca dengan pelajaran keterampilan berbahasa yang lain yaitu menyimak, berbicara, atau menulis. Selain itu pelajaran membaca juga dapat dipadukan dengan pelajaran lain di luar bahasa seperti IPA, IPS, Agma, dan yang lainya.
Dengan diintegrasikannya keempat keterampilan berbahasa dalam pembelajaran membaca, guru lebih dapat memanfaatkan aktivitas memperoleh informasi (information getting) melalui membaca dan mendengarkan, dan berbagi informasi (information sharing) dalam kegiatan menulis dan berbicara. Melalui kegiatan membaca dan mendengarkan siswa berlatih menangkap informasi dan melalui kegiatan berbicara dan menulis siswa berlatih berinteraksi dengan orang lain.
Banyak metode yang dapat digunakan dalam melaksanakan pembelajaran membaca, yang tentu saja harus dipilih berdasarkan keseuaian dengan komponen-komponen pembelajaran membaca yang satu dengan lainnya salaing terkait. Komponen-komponen tersebut adalah: perkembangan atau tingkat berpikir siswa (jenjang kelas), tujuan, materi, pendekatan, metode, teknik, dan media pembelajaran sebagai media pendukung pencapaian tujuan pembelajaran.
Sehubungan dengan langkah-langkah pembelajaran, Ruddel (1978) seorang ahli pengajaran khususnya bidang keterampilan membaca menyatakan bahwa dalam menuntun anak didik untuk mencapai tingkat pemahaman yang berdaya guna, seorang guru harus mengupayakan agar anak didiknya dapat menguasai langkah-langkah berikut ini.
Menangkap rincian yang meliputi kemampuan menngidentifikasi, membandingkan, dan mengklasifikasikan gagasan-gagasan yang dituangkan penulis;
Menangkap urutan (sequence) gagasan yang dipergunakan penulis untuk mendukung pokok-pokok pikirannya;
Menemukan sebab akibat;
Menemukan gagasan pokok dan gagasan penunjang;
Meramalkan konsekuensi-konsekuensi yang bakal muncul pada bagian berikutnya dari bacaan;
Menilai maksud yang dikemukakan;
Berlatih memecahkan masalah yang dilemparkan oleh penulis.
Setelah Anda melaksnakan pembelajaran membaca dengan menggunakan strategi pembelajaran membaca yang tepat seperti yang diuraikan di atas, dan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang Anda lakukan Anda pasti sudah mengetahui langkah apa yang harus Anda lakukan. Ya, benar! Evaluasi.
Evaluasi adalah suatu proses yang bertujuan mengukur keberhasilan suatu kegiatan yang telah dilakukan, dalam hal ini adalah kegiatan pembelajaran membaca. Evaluasi pembelajaran dilakukan dalam proses yang disebut dengan evaluasi proses dan pada akhir pembelajaran yang disebut dengan evaluasi hasil.
Evaluasi proses dilaksanakan selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan alat atau instrumen yang lebih menekankan pada instrumen non-tes. Aspek-aspek yang dinilai melalui instrumen non-tes untuk pembelajaran membaca dapat berupa; motivasi, minat/antusias, dan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran.

A.
B.
C.
D.PEMBELAJARAN PUISI DAN CARA MENGAPRESIASIKANNYA PADA SISWA SMA


TUGAS MEDIA PEMBELAJARAN


Oleh Kelompok 5:

1.MOH. BADRUS SOLICHIN (080210402002)
2.YUAIDA DWI FATMAWATI (080210402017)
3.ACHMAD WAHYUDI (080210402023)
4.ITA NUR ANDRIANA (080210402052)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010

1 Pendahuluan
Pada dasarnya setiap pengajaran bahasa bertujuan agar siswa mempunyai keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa meliputi terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Jadi, secara singkat keterampilan berbahasa itu mencakup empat segi yang keempat-empatnya saling berhubungan dan tidak bisa dipisah-pisah dengan sekat yang jelas.
Keempat keterampilan tersebut digunakan oleh manusia untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi. Komunikasi hanya bisa dilakukan dengan menggunakan bahasa. Bahasa ini diperoleh dengan menguasai empat keterampilan berbahasa. Salah satunya adalah melalui metode membaca. Membaca merupakan suatu kegiatan memahami teks bacaan dalam rangka memperoleh informasi atau pesan yang terkandung di dalam bacaan.
Menjelang tahun 1920-an, penggunaan metode membaca banyak mengalami refisi yang di pelopori oleh para pendidik Ingris dan Amerika. Salah satu pelopornya adalah West (1926), yang mengajar bahasa Ingris di India berpendapat bahwa belajar membaca jauh lebih penting dari pada orang India yang belajar bahasa Ingris ketimbang berbicara. West menganjurkan suatu penekanan pada membaca bukan hanya karena dia menganggap hal itu sebagai keterampilan yang paling bermanfaat yang harus diperoleh oleh bahasa asing, tetapi itulah yang paling mudah, suatu keterampilan dengan nialai tamabah yang paling besar bagi siswa yang paling mudah pada tahap- tahap awal siswa mempelajari bahasa.
Metode membaca pada tahun 1929-an di sekolah- sekolah menengah maupun di perguruan tinggi di Amerika Serikat mulai digunakan. Tujuannya adalah untuk memberi pelajar atau mahasiswa kemampuan untuk memahami teks ilmiah yang mereka kelukan dalam studi mereka. Metode membaca inilah yang kemudian terus digunakan dan dikembangkan hingga saat ini.
Berdasarkan uraian di atas maka makalah ini akan mendeskripsikan tentang…………………………………………………………………………………………………………………………………….
2. Tujuan dan Teknik
Tujuan dan teknik membaca secara tegas hanya dibatasi untuk membatasi hanya untuk melatih para siswa untuk melatih dalam membaca pemahaman. Metode membaca merupakan suatu teoari pengajaran bahasa yang secara tegas membatasi tujuan pengajaran bahasa pada salaha satu kegunaan praktis yang dapat dicapai. Metode membaca yang sekaligus merupakan cirri utamanya adalah sebagai berikut:
a.pemisahan fase aktif dan fase pasif pembelajaran bahasa
b.pendekatan analasis tata bahasa bagi tujuan membaca pemahaman
c.penekanan pada pengalaman menbaca intensif dan ekstensif
d.penundaan pelatihan berbicara dan menulis
e.perhatian kontinyu terhadap kata-kata lisan
f.perhatian terhadap pembelajar secara individual
Teknik-teknik yangv dipakai dalam metode membaca tidaklah berbeda secara radikal dari teknik-teknik yang dikembangkan dalam metode-metode terdahulu:
a.penggunaan B1 tidak dilarang
b.penggunaan B2 diadakan secara lisan
c.ucapan dan inti ujaran sangat penting
d.beberapa teknik terampil dari pengajaran membaca bahas asing
e.control kosakata dalam bacaan sangat penting
f.control kosakata merupakan pembeda membaca intensif dan ekstensif

Asumsi Teoritis
Metode membaca mempunyai dasar pragmatic yang kuat. Asumsi-asumsi educationalnya sam dengan kurikulum sekolah Amerika tahun 1920-an, misalnya menyesuaikan kegiatan-kegiatan pendidikan kepada penggunaan-penggunaan praktis yang sudah ditetapkan atau ditentukan. Dengan perkataan lain, dengan metode ini diharapkan agar para siswa mempunyai keterampilan berpragmatik. Kita harus menyadari benar-benar jika ada 7 faktor penentu dalam berkomunikasi dengan bahasa yaitu:
a.siapa yang berbahasa dengan siapa
b.utnuk tujuan apa
c.dalam situasi apa atau tempat dan waktu
d.dalam konteks apa
e.dengan jalur mana lisan atau tulisan
f.media apa
g.dalam peristiwa apa
Orientasi belajar mengajar bahas berdasarkan tugas dan funsi berkomunikasi ini disebut pendekatan komunikatif. Dalam pendekatan komunikatif ini bentuk bahasa (kata, kalimat, ragam bahasa) yang dipakai selalu dikaitkan dengan factor-faktor penentu di atas. Kemampuan berbahasa yang demikian yaitu yang dapat menyesuaikan bentuk bahasa dengan factor-faktor penentu, disebut keterampila berpragmatik. Ilmu yang mengkaji hubungan bahasa (ragam dan bentuk bahasa) dengan faktor-faktor itu disebut ilmu pragmatik.
Metode pembaca timbul dari pertimbangan-pertimbangan pendidikan praktis. Hal ini sejalan denga teori eamerika tahun 1920-an. Metode itu memperkeranalkan kedalam pembelajaran bahasa beberapa elemen baru yang penting yaitu;
a.kemungkinan menemukan tehnik-tehnik pembelajaran bahasa yang sesuai dengan tujuan –tujuan tertentu. Dalam hal ini tujuan membaca .
b.pengaplikasian pengawasan kosakata pada teks-teks sebagai sarana penahapan teks-teks yang lebih baik.
c.penciptaan atau kreasi yang bertingkat
d. sehubungan dan sebagai jasa pengawasan kosa kata pengenalan dengan tehnik-tehnik membaca bagi kelas bahasa asing.
Kesimpulan
Metode pembelajaran direncanakan bagi sekolah-sekolah yang tujuan satu-satunya adalah untuk memperoleh pengetahuan memebaca mengenai bahasa. Teks dibagi menjadi seksi-seksi atau bagian –bagian pendek. Yang masing-masing didahului oleh suatu daftar kata yang akan di ajarkan melalui konteks trrjemahan atau gambar-gambar. Setelah suatu tahap atau disingkat kosa kata tercapai maka bacaan –bacaan tambahan dalam bentuk cerita atau novel yang di sederhanakanpun diperkenalkan untuk memudahkan sang pembelajar untuk menggabungkan atau mengkosolidasikan kosakatanya.














Daftar putaka
Guntur tarigan, henry.1991.metodologi pengajaran bahasa 2.bandung:penerbit angkasa.
Utari subyakto,sri.1993.metodologi pengajaran bahasa.jakarta:PT.gramedia pustaka utama.

Strategi Belajar Mengajar

TINJAUAN MATA KULIAH
Strategi dalam mata kuliah ini diartikan sebagai rencana yang cermat dalam rangka mencapai suatu tujuan. Dengan demikian mata kuliah Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia berisi segala sesuatu yang dapat digunakan dalam menyusun rencana pembelajaran bahasa Indonesia secara cermat yang mengacu pada tujuan pembelajaran.
Materi-materi atau pembahasan dalam mata kuliah ini meliputi kajian teoretis dan prinsip-prinsip pembelajaran, pengembangan basil kajian yang berupa model pembelajaran atau desain/rancangan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP dan SMA. Melalui latihan menyusun rencana/rancangan/desain pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan mahasiswa dapat melaksanakan pembelajaran bahasa dan Sastra Indonesia di SMP dan SMA dengan benar.
Kajian teoretis dan pemahaman terhadap prinsip-prinsip pembelajaran secara umum diuraikan di dalam modul satu sampai enam, sedangkan modul tujuh sampai dua belas berisi latihan-latihan menyusun strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP dan SMA.
Penyusunan strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berpedoman pada kurikulum sekolah (SMP dan SMA) yang berlaku. Di samping itu, mata kuliah ini juga dilengkapi dengan media belajar berupa video. Penyediaan media ini bertujuan memperjelas uraian tentang pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah.
Pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara benar memiliki nilai positif baik bagi siswa maupun bagi guru. Sesuai dengan salah satu fungsi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang tercantum dalam kurikulum dinyatakan bahwa, mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia berfungsi sebagai sarana pengembangan penalaran. Salah satu tujuan umum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial. Dalam rambu-rambu dituliskan bahwa pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Selain itu, juga diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa (Depdiknas, 2004).
Dengan kemampuan menyusun strategi pembelajaran bahasa Indonesia kami mengharapkan Anda sebagai lulusan program studi pendidikan bahasa Indonesia FKIP-UT akan menjadi guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang profesional sehingga mampu mencapai tujuan mata pelajaran seperti yang tertuang di dalam kurikulum tersebut.

Semoga harapan ini menjadi kenyataan. Amin.

MODUL 1: STRATEGI PEMBELAJARAN
Kegiatan Belajar 1:
Hakikat Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberi pengalaman belajar kepada siswa. Strategi pembelajaran terdiri dari teknik (prosedur) dan metode yang akan membawa siswa pada pencapaian tujuan. Jadi, strategi lebih luas daripada metode dan teknik. Ada dua kutub pendekatan yang bertolak belakang, yaitu ekspositori dan discovery. Kedua pendekatan tersebut bermuara dari teori Ausubel yang menggunakan penalaran deduktif (ekspositori) dan teori Bruner yang menggunakan penalaran induktif (discovery). Kedua pendekatan tersebut merupakan suatu kontinum. Dari titik-titik yang terdapat sepanjang garis kontinum itu, terdapat metode-metode pembelajaran dari metode yang berpusat pada guru (ekspositori), seperti ceramah, tanya jawab, demonstrasi, sampai dengan metode yang berpusat pada siswa (discovery/inquiry), seperti eksperimen.

Kegiatan Belajar 2:
Berbagai Jenis Strategi Pembelajaran
Strategi deduktif dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-prinsip yang belum diketahui. Sebaliknya, dengan strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum diketahui. Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru. Guru menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar, serta memberikan balikan.
Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing. Ceramah dan demonstrasi merupakan dua strategi yang pada hakikatnya sama, yaitu guru menyampaikan fakta dan prinsip-prinsip, namun pada demonstrasi sering kali guru menunjukkan (mendemonstrasikan) suatu proses.
Antara pertanyaan dan resitasi terdapat kesamaan yaitu, resitasi juga dapat berupa pertanyaan secara lisan. Praktik merupakan implementasi materi yang telah dipelajari, sedangkan drill dilakukan untuk mengulangi informasi sehingga pebelajar benar-benar memahami materi yang dipelajari. Reviu dilakukan untuk membantu guru menentukan penguasaan materi para pebelajar, baik materi untuk prasyarat maupun materi yang telah diajarkan. Bagi pebelajar, reviu berguna sebagai kesempatan untuk melihat kembali topik tertentu pada waktu lain.

DAFTAR PUSTAKA
_______. (1984). Strategi Belajar Mengajar suatu Pengantar. Jakarta: PPLPTK.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1982). Konsep CBSA dan Berbagai Strategi Belajar Mengajar. Program Akta VB Modul 11. Jakarta: Ditjen Pendidikan Tinggi

Frelberg, H.J. and Driscoll, A. (1992). Universal Teaching Strategies. Boston: Allyn & Bacon.

Gerlach, V.S. & Ely, D.P. (1980). Teaching and Media a Systematic Approach. New Jersey: Prentice Hall.

Raka Joni, T. (1993). Cara Belajar Siswa Aktif, Implikasinya terhadap Sistem Penyampaian. Jakarta: PPLPTK.

Semiawan, C. dkk. (1988). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia.

Una Kartawisata dan kawan-kawan. (1980). Penemuan sebagai Metode Belajar Mengajar. Jakarta: P3G- PPLPTK.

Winarno Surakhmad. (1986). Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.

Zubair Amin and Khoo Horn Eng. (2003). Basic in Medical Education. Singapore: World Scientific.


MODUL 2: PROSEDUR UMUM PEMBELAJARAN DAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
Kegiatan Belajar 1
Prosedur Umum Pelaksanaan Pembelajaran
Prosedur umum pelaksanaan pembelajaran menurut Dick & Carey ada 5 tahap, yaitu kegiatan pra-pembelajaran, penyajian informasi, partisipasi siswa, evaluasi, dan tindak lanjut. Secara garis besar kelima prosedur tersebut dapat disingkat menjadi 3, yaitu persiapan, penyajian, dan evaluasi dan tindak lanjut. Kegiatan persiapan atau pra-pembelajaran terbagi menjadi 2, yaitu (1) persiapan sebelum pembelajaran yang terdiri dari persiapan tertulis, persiapan media dan alat pelajaran, serta persiapan diri, dan (2) pembukaan pelajaran yang berisi kegiatan memotivasi siswa, menunjukkan tujuan, dan menginformasikan keterampilan prasyarat.
Penyajian informasi dan contoh, serta partisipasi siswa merupakan kegiatan inti pembelajaran, sedangkan kegiatan terakhir adalah penilaian, yang secara umum terdiri dari pretest dan postest, serta penilaian formatif yang dilakukan sepanjang proses pembelajaran. Hasil penilaian ini akan diikuti dengan kegiatan-kegiatan tindak lanjut. Kegiatan ini dapat berupa remediasi bagi siswa yang belum mencapai tingkat keberhasilan yang diharapkan dan kegiatan pengayaan bagi siswa yang sukses. Akhir tahap ini, dapat dilakukan reviu strategi untuk mempertimbangkan perlunya memorisasi dan transfer.

Kegiatan Belajar 2:
Pembelajaran yang Efektif.
Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor guru maupun pebelajar itu sendiri. Faktor guru yang terutama, yaitu perencanaan guru, yang berkaitan dengan isu-isu, seperti materi yang dipilih, strategi pembelajaran, media pembelajaran, pengelolaan kelas, iklim kelas, dan evaluasi pembelajaran. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, yaitu isi pelajaran, bahan, strategi, perilaku guru, susunan pelajaran, lingkungan belajar, pebelajar, durasi dan alokasi pembelajaran. Demikian pula karakteristik guru juga mempengaruhi efektivitas pembelajaran.
Karakteristik guru, meliputi pengalaman mengajar, filosofi belajar dan mengajar, pengetahuan tentang isi pelajaran, pengorganisasian, penataan kelas, dan rasa aman. Guru yang efektif melakukan reviu harian, menyiapkan materi baru, melakukan praktik terbimbing, menyediakan balikan dan koreksi, melaksanakan praktik mandiri, reviu mingguan dan bulanan. Pendekatan pembelajaran yang efektif, yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pebelajar, seperti belajar mandiri, pembelajaran terpadu, dan pembelajaran berdasarkan masalah.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W. (1987). The Effective Teacher. New York: McGraw Hill Book Company.

Burdon, P.R. & Byrd, D.M. (1999). Methods for Effective Teaching. Boston: Allyn & Bacon.

Cannon, R. & Newble, D. (2000). A Handbook for Teachers in University and Colleges. A Guide to Improving Teaching Method. London: Kogan Page

MODUL 3: KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR
Kegiatan Belajar 1:
Keterampilan Bertanya dan Keterampilan Memberikan Penguatan
Dalam setiap kegiatan pembelajaran, guru tidak dapat lepas dari penggunaan teknik bertanya. Oleh karena itu, fungsi pertanyaan guru adalah sebagai alat mengajar. Pertanyaan yang diajukan oleh guru mempunyai tujuan bermacam-macam. Satu pertanyaan yang diajukan dapat sekaligus mencapai beberapa tujuan. Dalam menggunakan pertanyaan, guru harus menunjukkan kehangatan serta sikap antusias sehingga dapat mendorong siswa untuk lebih bergairah dan sungguh-sungguh menjawab pertanyaan. Selain itu, masih ada beberapa kebiasaan yang perlu dihindari, yaitu:
1. mengulangi pertanyaan sendiri,
2. mengulangi jawaban siswa,
3. menjawab pertanyaan sendiri,
4. mengajukan pertanyaan yang memancing jawaban serentak,
5. mengajukan pertanyaan ganda, dan
6. menunjuk siswa tertentu sebelum bertanya.

Keterampilan bertanya dibagi menjadi dua, yaitu keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjut. Masing-masing keterampilan itu mempunyai beberapa komponen. Perlu diperhatikan bahwa komponen bertanya dasar juga masih dipakai dalam menerapkan keterampilan bertanya lanjut.
Komponen keterampilan bertanya dasar:
1. pengajuan pertanyaan secara jelas dan singkat,
2. pemberian acuan,
3. pemusatan,
4. pemindahan giliran,
5. penyebaran,
6. pemberian waktu berpikir,
7. sambutan yang hangat,
8. pemberian tuntunan

Komponen keterampilan bertanya lanjut:
1. pengubahan tuntutan tingkat kognitif,
2. pengaturan urutan pertanyaan,
3. penggunaan pertanyaan pelacak,
4. peningkatan terjadinya interaksi.

 Dalam menggunakan keterampilan bertanya tersebut, perlu diingat bahwa ada tingkatan pertanyaan dari pertanyaan tingkat yang paling rendah sampai pada tingkatan yang tertinggi.

Dalam kegiatan pembelajaran, siswa perlu mendapat penghargaan apabila telah melakukan tugas dengan baik. Penghargaan tersebut akan merupakan penguatan bagi siswa agar mau berusaha untuk mengulangi penampilan yang sama. Dalam menggunakan penguatan, guru harus memperhatikan prinsip penguatan, yaitu kehangatan dan keantusiasan, kebermaknaan, serta menghindari respons yang negatif. Penguatan dapat diberikan kepada siswa secara individu (kepada pribadi tertentu), kepada kelompok, dan penguatan tersebut harus diberikan dengan segera. Agar tidak membosankan, penguatan hendaknya bervariasi, sebab penguatan yang serupa bila diberikan secara terus-menerus akan menjadi kurang efektif. Komponen keterampilan memberi penguatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penguatan verbal dan nonverbal. Penguatan verbal dapat berwujud kata-kata, seperti bagus, baik, betul, sedangkan penguatan nonverbal dapat berupa mimik dan gerakan badan, penguatan dengan cara mendekat, penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, penguatan dengan sentuhan, penguatan berupa simbol atau benda, dan penguatan tidak penuh.

Kegiatan Belajar 2:
Keterampilan Mengadakan Variasi dan Keterampilan Menjelaskan
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak terbebas dari kejenuhan apabila melihat serta mendengarkan hal yang sama. Demikian pula dalam bidang pembelajaran. Siswa akan menjadi bosan apabila setiap hari hanya menjumpai hal-hal yang rutin, seperti mendengarkan uraian guru semata. Untuk mengatasi kebosanan tersebut, guru dapat memberikan variasi dalam kegiatan pembelajaran. Variasi yang dapat dilakukan guru mencakup.
1. Variasi suara, meliputi:
a. pemusatan perhatian,
b. kesenyapan,
c. kontak pandang,
d. gerakan dan mimik, serta
e. pergantian posisi.
2. Variasi penggunaan media dan alat pembelajaran, mencakup:
a. variasi media dan alat yang dapat dilihat,
b. variasi media dan alat yang dapat didengar, serta
c. variasi media atau alat yang diraba atau dimanipulasi.
3. Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa
 Pola ini sangat beragam, dari pola yang didominasi oleh guru sampai dengan pola yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sendiri sepenuhnya.

Suatu penjelasan merupakan penyajian informasi lisan yang diorganisasikan secara sistematis untuk menunjukkan penyajian suatu hubungan, seperti sebab akibat dalil dan contoh, antara sesuatu yang telah diketahui dengan sesuatu yang belum diketahui. Dalam tugas sehari-hari, guru tidak pernah lepas dari tugas menjelaskan sesuatu kepada siswa. Oleh karena itu, keterampilan ini perlu ditingkatkan efektivitasnya. Untuk dapat lebih mengefektifkan keterampilan menjelaskan, guru perlu memahami komponen-komponennya secara garis besar. Keterampilan menjelaskan dikelompokkan menjadi dua komponen, yaitu keterampilan merencanakan dan menyajikan penjelasan.
Komponen-komponen merencanakan penjelasan, mencakup:
1. hal-hal yang berhubungan dengan isi pesan, dan
2. hal-hal yang berhubungan dengan siswa sebagai penerima pesan.

Kegiatan Belajar 3:
Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran serta Keterampilan Membimbing
Diskusi Kelompok Kecil
Guru terlebih dahulu harus membuka pelajaran dengan maksud menciptakan suasana siap mental para siswa untuk menerima pelajaran. Pembukaan pelajaran itu tidak saja dilakukan pada awal pelajaran, tetapi juga dilakukan pada setiap penggal pelajaran. Demikian pula dengan kegiatan menutup pelajaran. Kegiatan menutup pelajaran tidak hanya dilakukan guru pada akhir pelajaran, melainkan juga dilakukan pada setiap akhir penggal kegiatan. Kegiatan menutup pelajaran dilakukan dengan maksud memperoleh gambaran tentang materi yang dipelajari. Komponen-komponen keterampilan membuka pelajaran meliputi kegiatan menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan, dan membuat kaitan.
Komponen-komponen menutup pelajaran meliputi kegiatan meninjau kembali dan mengevaluasi.
Diskusi merupakan pembicaraan 2 orang atau lebih untuk saling mengemukakan pendapat. Diskusi kelompok merupakan suatu pembicaraan yang melibatkan kelompok dan merupakan suatu cara langsung untuk saling bertukar pengalaman atau pendapat dalam rangka memecahkan masalah. Kegiatan ini harus dilatihkan kepada para siswa untuk menanamkan sikap demokratis dalam pemecahan masalah. Agar siswa dapat berlatih dengan baik maka guru juga harus terlatih dengan baik. Oleh karena itu, guru harus menguasai keterampilan ini, agar dapat menjadi contoh bagi siswa. Pemimpin diskusi tidak harus guru sendiri, melainkan secara bertahap harus dialihkan kepada siswa agar mereka belajar menjadi pemimpin. Langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan diskusi adalah memilih topik atau masalah, menyiapkan berbagai informasi yang dapat menunjang diskusi, dan menetapkan jumlah anggota dan tempat duduk.
Komponen-komponen keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil meliputi pemusatan perhatian, penjelasan masalah, menganalisis pandangan siswa, meningkatkan kontribusi siswa, mendistribusikan partisipasi siswa, dan menutup siswa.

Kegiatan Belajar 4:
Keterampilan Mengelola Kelas
Mengelola kelas merupakan suatu keterampilan guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang serasi tanpa gangguan. Guru harus memelihara kondisi belajar yang menyenangkan dan berusaha mengembalikan, apabila terdapat hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran belajar. Penggunaan keterampilan ini dalam pembelajaran hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip adanya sikap yang hangat dari guru serta antusias dalam mengelola kelas, serta memberikan bahan, tindakan atau kata-kata yang memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar. Dalam mengelola kelas sebaiknya guru bertitik tolak dari hal-hal yang positif walaupun dituntut adanya kedisiplinan yang tinggi, namun tidak berarti disiplin yang kaku, melainkan luwes.
Adapun komponen-komponen keterampilan mengelola kelas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keterampilan yang bersifat preventif (penciptaan dan pemeliharaan kondisi yang optimal), dan keterampilan yang bersifat represif (pengembalian kondisi belajar yang mengganggu.
Keterampilan yang bersifat preventif mencakup berikut ini.
1. Menunjukkan sikap tanggap terhadap perhatian dan keterlibatan siswa yang dapat dilakukan melalui pandangan mata, gerakan/posisi guru, pernyataan guru, dan reaksi guru.
2. Membagi perhatian dengan cara kesiapsiagaan dan menuntut pertanggungjawaban siswa.

Keterampilan yang bersifat represif mencakup berikut ini.
1. Perilaku yang mengganggu, melalui penguatan atau hukuman.
2. Memodifikasi pengelolaan kelompok.
3. Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.
 
Pembelajaran kelompok kecil, biasanya diikuti oleh 3-5 orang atau maksimal 8 orang. Pembelajaran perorangan (individual) merupakan suatu pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tujuan, materi, prosedur serta waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar tertentu. Dalam mengajar kelompok kecil dan perorangan terjadi hubungan interpersonal yang akrab antara guru-siswa maupun antarsiswa. Siswa belajar sesuai dengan kecepatan, cara, kemampuan, dan minat masing-masing. Komponen keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan mencakup berikut ini.
1. Keterampilan mengadakan hubungan antarpribadi, yang ditunjukkan dengan:
a. kehangatan dan kepekaan,
b. mendengarkan dan memberikan respons kepada siswa,
c. rasa saling percaya,
d. memberi bantuan, dan
e. menerima perasaan siswa mengendalikan emosi siswa.
2. Keterampilan mengorganisasikan kegiatan, yang mencakup keterampilan melakukan:
a. orientasi,
b. variasi kegiatan,
c. pengaturan kelompok,
d. koordinasi,
e. pembagian perhatian, dan
f. kegiatan mengakhiri kegiatan.
3. Keterampilan membimbing dan memberikan fasilitas belajar, yang mencakup keterampilan:
a. memberikan penguatan,
b. mengembangkan supervisi proses awal
c. mengembangkan supervisi proses lanjut, dan
d. mengadakan supervisi pemaduan
4. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, yang mencakup:
a. membantu siswa menetapkan tujuan belajar,
b. merencanakan kegiatan pembelajaran bersama siswa,
c. berperan sebagai penasihat siswa, serta
d. membantu menilai siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (1984/1985). Pengajaran Mikro. Program Akta Mengajar V B. Modul 17. Jakarta: Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.

Sri Anitah, W. (1987). Microteaching dan Supervisi Klinis. Surakarta: FKIP UNS.

Turney, C. at.al. (1975). Sydney Micro Skills. Handbook. Sydney: Sydney University Press.

MODUL 4: METODE MENGAJAR
Kegiatan Belajar 1:
Jenis-jenis Metode Mengajar
1. Metode ceramah merupakan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas.
2. Metode tanya jawab merupakan metode mengajar di mana guru menanyakan hal-hal yang sifatnya faktual.
3. Metode diskusi, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya menggunakan informasi yang telah dipelajari untuk memecahkan suatu masalah.
4. Metode kerja kelompok, dengan metode ini siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
5. Metode demonstrasi dan eksperimen, dengan demonstrasi guru atau narasumber atau siswa mengadakan suatu percobaan.
6. Metode sosiodrama dan bermain peran merupakan metode mengajar dengan cara mendramatisasikan masalah-masalah hubungan sosial.
7. Metode pemberian tugas belajar dan resitasi, dengan metode ini guru memberikan tugas, siswa mempelajari kemudian melaporkan hasilnya.
8. Metode karyawisata, merupakan suatu metode mengajar di mana guru mengajak siswa ke suatu objek tertentu dalam kaitannya dengan mata pelajaran di sekolah.
9. Drill atau pemberian latihan merupakan cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang dipelajari.
Metode pemecahan masalah merupakan suatu metode mengajar yang mendorong siswa mencari dan memecahkan persoalan

Kegiatan Belajar 2:
Metode-metode Mengajar secara Kelompok
Selain metode mengajar yang biasa dilakukan guru di dalam kelas, guru juga perlu mengenal metode-metode mengajar secara kelompok. Metode tersebut, antara lain berikut ini.
1. Seminar merupakan suatu pembahasan yang bersifat ilmiah walaupun yang dibahas adalah masalah kehidupan sehari-hari. Pembahasan bertitik tolak dari suatu kertas kerja (makalah), dan akhirnya diambil suatu kesimpulan.
2. Simposium merupakan serangkaian pidato pendek di depan pengunjung. Di bawah seorang pimpinan, simposium menampilkan beberapa orang pembicara yang mengemukakan pandangan dari segi yang berbeda tentang suatu topik yang sama. Biasanya pembicara terdiri dan pembahas utama dan penyanggah, yang hasilnya disebarluaskan.
3. Forum merupakan suatu gelanggang terbuka, yang memberi kesempatan berbicara kepada khalayak yang ditekankan pada pengungkapan pikiran dan perasaan. Pada akhirnya pimpinan forum mengemukakan ikhtisar pembicaraan.
4. Panel merupakan diskusi yang terdiri dari para ahli yang dianggap sebagai regu guru. Panelis terdiri dari 3 - 6 orang di bawah seorang moderator. Pada diskusi panel, tidak diambil suatu kesimpulan.
5. Musyawarah kerja merupakan pertemuan antara sekelompok massa tertentu yang berkecimpung dalam bidang kerja sejenis. Raker ini bermaksud untuk tukar pengalaman, mengevaluasi program yang telah dilaksanakan atau untuk mengembangkan sesuatu yang baru.
6. Simulasi merupakan suatu metode mengajar yang bertujuan memberikan pengalaman kepada pembelajar mempelajari suatu keterampilan tertentu, dalam situasi yang sengaja diciptakan sesuai keadaan riil.


Dengan membaca rangkuman tersebut, Anda dapat memeriksa kembali sejauh mana penguasaan Anda terhadap materi tentang metode-metode mengajar kelompok. Apabila ada hal-hal yang belum Anda kuasai, cobalah baca sekali lagi bagian-bagian yang dimaksud.

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (1984/1985). Pengajaran Mikro. Program Akta Mengajar V B. Modul 17. Jakarta: Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.

Sri Anitah, W. (1987). Microteaching dan Supervisi Klinis. Surakarta: FKIP UNS.

Turney, C. et.al. (1975). Sydney Micro Skills. Handbook. Sydney: Sydney University Press.



MODUL 5: MEDIA PEMBELAJARAN
Kegiatan Belajar 1:
Media Pembelajaran
Antara alat peraga dan media tidak berbeda dari segi substansi (bendanya), namun hanya berbeda dari segi fungsinya. Bahwa alat peraga hanya sekadar alat bantu, sedangkan media merupakan bagian integral dalam PBM, yang di dalamnya ada pembagian tanggung jawab antara guru dengan media. Agar Anda dapat menggunakan berbagai media secara bervariasi maka Anda perlu mengenal jenis-jenis media yang dimaksud. Berbagai jenis media visual yang dapat dipelajari adalah Media visual yang tidak diproyeksikan, terdiri dari gambar mati, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta, realia, berbagai jenis papan, sketsa. Media visual yang diproyeksikan, antara lain OHP, slide, filmstrip, opaque projector.

Kegiatan Belajar 2:
Karakteristik dan Jenis Media Audio
Sebagian besar dari pelajaran, diterima siswa melalui pendengaran. Guru dapat mengajarkan program ini di kelas dengan menggunakan tape recorder (pita perekam), radio, dan piringan hitam. Program audio membawakan pesan yang memadukan elemen-elemen suara, bunyi, dan musik beberapa jenis program audio, antara lain berikut ini.
1. Program wicara, berisi suatu pembicaraan yang bersahabat.
2. Wawancara, pembicaraan yang berpangkal pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara.
3. Diskusi, pembicaraan yang berisi pertukaran ide antara dua orang atau lebih.
4. Buletin, merupakan suatu siaran kilat.
5. Warta berita, suatu siaran yang berisi berbagai berita tentang sejumlah kesaksian mata, laporan suatu kejadian, pidato, komentar, pembicaraan pendek, dan wawancara.
6. Program dokumenter, program mengenai peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi.
7. Program feature dan majalah udara, program feature terbatas pada satu tema dalam seluruh acara, sedangkan majalah udara mempunyai dua tema atau lebih dalam satu acara.
8. Drama audio, suatu sandiwara yang mengandung masalah atau konflik kejiwaan.

Kegiatan Belajar 3:
Karakteristik dan Jenis Media Audiovisual
Media audiovisual adalah media yang menunjukkan suara dan pendengaran, jadi dapat dipandang maupun didengar suaranya. Ada dua jenis media audiovisual yang dapat digunakan oleh guru pada saat ini. Namun, tidak berarti bahwa media lain yang ditunjukkan dengan berbagai jenis proyektor tidak termasuk dalam klasifikasi ini. Media lain, seperti film 8 mm maupun 16 mm, misalnya selain sukar didapat dan mahal, juga sulit didapatkan perangkat lunaknya kalau tidak membuat sendiri.
Jenis pertama yang dapat dirangkum di sini adalah slide suara yang merupakan sejumlah slide yang dipadukan dalam suatu cerita atau suatu pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara. Beberapa jenis slide, yaitu slide untuk promosi, berupa anjuran, untuk penerangan dan penyuluhan, ilmu pengetahuan khusus, pengetahuan populer, dokumenter.
Jenis kedua adalah televisi merupakan suatu program yang memperlihatkan sesuatu dari jarak jauh program ini dibedakan menjadi 2, yaitu jaringan televisi sekitar (CCTV) dan program televisi siaran. Televisi sebagai media memiliki 3 fungsi, yaitu penerangan, pendidikan, dan hiburan.

Kegiatan Belajar 4:
Faktor-faktor Pemilihan Media Pembelajaran
Dalam memilih media untuk keperluan pembelajaran, guru perlu mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu variabel tugas, variabel siswa, lingkungan belajar, lingkungan pengembangan, ekonomi dan budaya, serta faktor-faktor praktis. Pertimbangan yang lebih singkat dalam pemilihan media adalah tujuan pembelajaran, siswa/mahasiswa, ketersediaan, ketepatgunaan, biaya, dan mutu teknis.
Untuk mengembangkan media grafis, sebaiknya memperhatikan prinsip-prinsip umum, yaitu kesederhanaan, kesatuan, penekanan, dan keseimbangan formal maupun informal. Alat-alat visual yang dapat membantu keberhasilan penggunaan prinsip-prinsip tersebut adalah garis, bentuk, ruang, tekstur, dan warna. Apabila Anda memiliki beberapa gambar, bentuk-bentuk, kata-kata atau simbol-simbol lain yang akan dipajang dalam suatu papan, misalnya Anda perlu menyusunnya terlebih dahulu dalam suatu layout (tata letak) agar susunan yang Anda ciptakan tampak harmonis.
Agar penggunaan media dalam pembelajaran berhasil dengan baik, diperlukan langkah umum, seperti persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut. Molenda, dkk., mengemukakan suatu model penggunaan media yang dinamakan model ASSURE, yang merupakan akronim dari kata-kata dalam bahasa Inggris yang, artinya analisis karakteristik siswa, menentukan tujuan, memilih materi, memanfaatkan materi, menuntut respons siswa, dan mengevaluasi hasil belajar.

DAFTAR PUSTAKA
AECT. (1977). The Definition of Educational Technology. Washington: AECT.

Briggs,L. (1967). Instructional Media. Pittsburg: AIR.

Dale, E. (1963). Audio-Visual Methods in Teaching. New York: The Dryden Press.

Gerlach, V.S. and Ely, D.P. (1980). Teaching and Media. New York: Prentice Hall, Inc.

Heinich, R., Molenda, M., and Russel, J.D. (1994). Instructional Media. New York: John Wiley and Sons.

Kemp, J.E. (1980). Planning & Producing Audiovisual Materials. New York: Harper & Row, Publishers.


MODUL 6: MODEL-MODEL BELAJAR DAN RUMPUN MODEL MENGAJAR
Kegiatan Belajar 1:
Model-model Belajar
Belajar kolaboratif adalah suatu cara belajar antara 2 orang atau lebih dengan tujuan yang sama dan adanya ketergantungan satu sama lain. Dalam belajar kolaboratif pebelajar dapat mengembangkan pengetahuan bersama maupun pengetahuan individu. Belajar kooperatif juga merupakan suatu cara belajar bekerja sama, namun para anggota belum tentu mempunyai tujuan yang sama. Antarpebelajar yang saling bantu hanya sebatas apa yang dibutuhkan oleh temannya.
Belajar kuantum merupakan suatu kegiatan belajar dengan suasana yang menyenangkan karena guru menggubah (mengorkestrasi) segala sesuatu yang ada di sekelilingnya sehingga pebelajar bergairah belajar.
Belajar tematik pada hakikatnya merupakan suatu jenis pembelajaran yang memadukan beberapa bidang studi berdasarkan suatu tema sebagai payung (kerangka isi). Dengan demikian, pebelajar diharapkan memahami hubungan antarbidang studi (mata pelajaran) secara terpadu.

Kegiatan Belajar 2:
Tes dan Pengukuran Selama Proses dan Akhir Program
Dalam Kegiatan Belajar 2 ini Anda mempelajari 4 rumpun model mengajar, yaitu model sosial, pemrosesan informasi, model personal, dan model sistem perilaku. Rumpun model sosial dirancang untuk menilai keberhasilan dan tujuan akademik, termasuk studi tentang nilai-nilai sosial, kebijakan publik, memecahkan konflik. Model mengajar sosial diciptakan untuk membentuk masyarakat belajar.
Model pemrosesan informasi menekankan pada cara meningkatkan pembawaan seseorang memahami dunia dengan memperoleh dan mengorganisasikan data, memahami masalah dan mencari pemecahannya, serta mengembangkan konsep-konsep dan bahasa untuk menyampaikannya.
Model belajar personal dimulai dari pandangan tentang harga diri individu. Seseorang berusaha memahami diri sendiri dengan lebih baik, bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri, dan belajar mencapai pengembangan yang baru dengan lebih kuat, lebih sensitif, dan lebih kreatif dalam meraih kehidupan yang berkualitas tinggi.
Model sistem perilaku sering disebut teori belajar sosial, modifikasi perilaku, terapi perilaku, dan cybernetic. Manusia memiliki sistem komunikasi koreksi diri yang memodifikasi perilaku dalam merespon informasi tentang seberapa jauh keberhasilan tugas-tugas yang dikehendaki. Secara bertahap, perilaku disesuaikan dengan balikan sampai ada kemajuan dalam meniti anak tangga dengan aman.

DAFTAR PUSTAKA
Boud, D. & Feletti, G.I. (Ed.). (1997). The Callenge of Problem-Based Learning. Boston: Allyn & Bacon.

Bouhuiys, A.A.J., Schmidt, H.G., Berkel, H.J.M. (Eds.). (1993). Problem-Based Learning on Educational Strategy. Netherlands: Network Publishers.

Elaine, B. (2002). Contextual Teaching & Learning. California: Corwin Press, Inc.

Frazee, B.M. & Rudnitski, R.A. (1995). Integrated Teaching Methods. Washington: Delamr Publishers.

Hill, S. & Hill, T. (1996). The Collaborative Classroom. Australia: Leanor Curtain Publishing.

Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning. Theory, Research and Practice. Boston: Allyn & Bacon.

Yoice, B. & Marsha, W. (2000). Models of Teaching. Boston: Allyn & Bacon.


MODUL 7: HAKIKAT PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Kegiatan Belajar 1:
Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia
Karakteristik bahasa Indonesia adalah ciri khas atau sifat pembelajaran bahasa Indonesia sebagai sebuah ilmu. Adapun karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia adalah bersifat kontekstual, bersifat komunikatif, bersifat sistematis, menantang pembelajar untuk memecahkan masalah-masalah nyata, membawa pembelajar ke arah pembelajaran yang aktif, dan penyusunan bahan pembelajaran dilakukan oleh guru sesuai dengan minat dan kebutuhan pembelajar.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya tergolong ke dalam 3 jenis tujuan, yaitu tujuan afektif, kognitif, dan psikomotorik. Tujuan afektif berkaitan dengan penanaman rasa bangga dan menghargai bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Tujuan kognitif berkaitan dengan proses pemahaman bentuk, makna, dan fungsi bahasa Indonesia. Tujuan psikomotorik berkaitan dengan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk berbagai kepentingan.
Fungsi pembelajaran bahasa Indonesia dapat digolongkan ke dalam 2 jenis, yaitu fungsi instrumentatif dan fungsi intrinsik. Fungsi instrumentatif adalah fungsi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Fungsi intrinsik adalah fungsi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai proses pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia.
Manfaat pembelajaran bahasa Indonesia dapat bersifat praktis dan strategis. Adapun yang menjadi manfaat pembelajaran bahasa Indonesia adalah meningkatkan kemampuan komunikasi, pembentuk perilaku positif, sarana pengembang ilmu pengetahuan, sarana memperoleh ilmu pengetahuan, sarana pengembang nilai norma kedewasaan, sarana ekspresi imajinatif; sarana penghubung dan pemersatu masyarakat Indonesia, dan sarana transfer kultural.

Kegiatan Belajar 2:
Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa bermula dari suatu teori yang memandang bahwa bahasa adalah alat komunikasi. Tujuan pengajaran bahasa ialah mengembangkan apa yang oleh Hymes (1972) diacu sebagai kompetensi komunikatif.
Pembelajaran komunikatif memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat.
2. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. dalam penggunaan bahasa sasaran (bahasa yang sedang dipelajari) secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas.
3. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia dilibatkan ke dalam data komunikatif yang bisa dipahami dan relevan dengan kebutuhan dan minatnya.
4. Pembelajar akan belajar bahasa degan baik apabila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung pemerolehan bahasa.
5. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia dibeberkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran.
6. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya.
7. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri.

Pendekatan terpadu dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah model pembelajaran kegiatan berbahasa berdasarkan fungsi utama bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Para siswa dituntut untuk terampil berbahasa, yaitu terampil menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut harus dilakukan secara terpadu dalam satu proses pembelajaran dengan fokus satu keterampilan. Misalnya, para siswa sedang belajar keterampilan berbicara maka ketiga keterampilan yang lainnya harus dilatihkan juga, tetapi kegiatan tersebut tetap difokuskan untuk mencapai peningkatan kualitas berbicara.
Whole language sebagai sebuah pandangan terhadap hakikat proses belajar bahasa dikembangkan berdasarkan wawasan dan hasil penelitian dari berbagai bidang ilmu, di antaranya pemerolehan bahasa, psikolinguistik, sosiolinguistik, kognitif, psikologi perkembangan, antropologi, dan pendidikan. Selain itu, whole language juga dikembangkan berdasarkan pengalaman praktis guru-guru yang telah melaksanakan pembelajaran di kelas berdasarkan pandangan dan wawasan dari berbagai ilmu tersebut. Dengan demikian, whole language sebagai suatu pandangan merupakan sinergitas antara teori dan praktik belajar bahasa.
Prinsip-prinsip pelaksanaan whole language adalah sebagai berikut.
1. Whole language merupakan pandangan yang berlandaskan pada pertautan berbagai disiplin yang mencakup psikologi kognitif, teori belajar, psikolinguistik, sosiolinguistik, antropologi, filsafat, dan pendidikan.
2. Pandangan whole language didasarkan pada pengamatan yang menggambarkan anak-anak berkembang dan belajar apabila mereka aktif dalam proses pembelajarannya.
3. Untuk mempercepat membaca dan menulis, whole language berusaha meniru strategi yang digunakan para orang tua yang telah berhasil mendorong anak-anaknya dalam pemerolehan bahasa dan pemerolehan kemampuan baca tulis secara alamiah.
4. Pengajaran whole language didasarkan pada pengamatan pada anak yang lebih banyak mempelajari sesuatu melalui proses pembelajaran langsung.
5. Dalam whole language, guru-guru melaksanakan pembelajaran langsung yang berbeda dengan cara-cara tradisional.
6. Pembelajaran whole language bergerak dari keseluruhan menuju bagian-bagian kecil.
7. Bahasa dan kemampuan baca tulis lebih baik dikembangkan melalui penggunaan secara fungsional. Oleh sebab itu, dalam penerapan whole language guru seharusnya melibatkan siswa dalam membaca dan menulis, berbicara dan menyimak dalam kegiatan nyata.
8. Pandangan whole language menegaskan, guru dan siswa harus bersama-sama menjadi pembelajar, pengambil risiko, dan pembuat keputusan melalui tanggung jawab masing-masing di kelas.
9. Dalam kelas whole language, pembelajaran selalu dipercepat melalui interaksi sosial.
10. Dalam kelas whole language, siswa diperlakukan sebagai orang yang memiliki kemampuan yang terus berkembang.
11. Dalam kelas whole language, terdapat beberapa masalah perilaku tertentu bukan hanya karena siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, melainkan juga karena diberikan kesempatan mengembangkan kemampuan dirinya dan tidak hanya mengikuti pengendalian guru.
12. Dalam kelas whole language, penilaian dijalin dalam proses pembelajaran.
13. Pandangan whole language mencerminkan dan mendorong konsep kemampuan baca tulis yang berbeda dibandingkan dengan kelas tradisional.
Kelas whole language mendorong sikap dan perilaku yang diperlukan untuk kemajuan tekonologi dan masyarakat demokratis.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP dan SMA. Jakarta: Pusat Kurikulum.

Mulyana, D. (2003). Filsafat Ilmu dan Segi-segi Pemikiran Ilmiah. Bandung: Rosdakarya

MODUL 8: PEMBELAJARAN MENYIMAK
Kegiatan Belajar 1:
Metode Pembelajaran Menyimak
Tidak ada satu metode pun yang dianggap paling baik di antara metode-metode yang lain. Setiap metode memiliki karakteristik tertentu dengan segala keunggulan dan kelemahan masing-masing. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, materi tertentu, serta situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak baik untuk kondisi yang lain. Adakalanya juga suatu metode sangat ampuh bila digunakan oleh pengajar tertentu, tetapi tidak bagi yang lain.
Sesuai dengan prinsip dasar bahwa proses pembelajaran itu adalah sebuah sistem, berikut ini akan disampaikan sejumlah kriteria yang dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan pemilihan metode pembelajaran:
1. karakteristik siswa (raw input);
2. karakteristik lingkungan (environmental input);
3. karakteristik bahan, media, dan instrumen pendukung yang lain (instrumental input);
4. butir-butir tujuan yang diharapkan tercapai dari suatu proses pembelajaran (output).

Adapun metode pembelajaran menyimak yang dapat Anda pilih adalah sebagai berikut.
1. Simak-terka.
2. Simak-tulis.
3. Memperluas kalimat.
4. Identifikasi kata kunci.
5. Identifikasi kalimat topik.
6. Menjawab pertanyaan.
7. Menyelesaikan cerita.
8. Merangkum.
9. Parafrase.

Kegiatan Belajar 2:
Media dan Penilaian Pembelajaran Menyimak
Konsep media pendidikan mencakup dua segi yang tak terpisahkan antara yang satu dengan yang lain, yaitu materi/bahan yang disebut perangkat lunak (software) dan peralatan yang disebut perangkat keras (hardware). Adapun ragam media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menyimak:
1. media audio, contohnya kaset dan radio;
2. media audio-visual, contohnya video dan televisi.
Langkah terakhir dari proses pembelajaran adalah tahap penilaian. Penilaian dalam proses belajar-mengajar biasanya ditujukan pada 2 hal sebagai berikut.
1. Penilaian program pembelajaran.
2. Penilaian hasil belajar.

Kegiatan Belajar 3:
Desain Pembelajaran Menyimak
Efektivitas pembelajaran menyimak sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mendesain pembelajaran menyimak yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Oleh sebab itu, implikasi dari kondisi ini perlu dipilih sebuah model pembelajaran menyimak yang baik dan menarik. Model pembelajaran menyimak yang cukup menarik dan mudah untuk dilaksanakan antara lain metode bisik berantai, membaca berita, dan membacakan cerita.
Metode bisik berantai baik sekali diterapkan dalam pembelajaran menyimak terutama untuk melatih konsentrasi siswa dalam menyimak. Metode ini dapat dilakukan secara klasikal dengan melibatkan beberapa siswa. Konsentrasi siswa akan terlatih dengan baik karena mereka dituntut untuk memperoleh informasi yang persis/tepat dari sumber berita.
Metode membacakan berita merupakan metode pembelajaran menyimak yang difungsikan untuk melatih daya simak siswa terhadap suatu informasi. Hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menyimak dengan menggunakan metode ini adalah memilih berita yang sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Dengan menyimak berita siswa diharapkan dapat memaknai informasi itu sebagai sebuah pengalaman belajar.
Metode membacakan cerita merupakan metode pembelajaran menyimak yang difungsikan untuk melatih apresiasi siswa terhadap karya imajinatif. Hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menyimak dengan menggunakan metode ini adalah memilih cerita yang sesuai dengan perkembangan kognisi dan psikologi pembelajar. Cerita yang akan digunakan pun harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu kriteria pendidikan, kriteria sastra, dan kriteria bahasa.

DAFTAR PUSTAKA
Fasya, Mahmud, dkk. (2005). Cakrawala Bahasa Jilid 1 - 3. Jakarta: Ricardo.

Tarigan, Djago. (1988). Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tarigan, Djago. (1990). Pendidikan Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tarigan, Henry Guntur. (1987). Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.


MODUL 9: PEMBELAJARAN BERBICARA
Kegiatan Belajar 1:
Apa, Mengapa, dan Bagaimana Penilaian Proses
Tidak ada metode pembelajaran berbicara yang sempurna. Guru dituntut untuk mampu memilih dan menentukan metode yang paling sesuai dengan situasi yang dihadapinya di kelas. Adapun metode pembelajaran berbicara yang dapat dipilih adalah:
1. ulang-ucap;
2. lihat-ucapkan;
3. memerikan;
4. menjawab pertanyaan;
5. bertanya;
6. pertanyaan menggali;
7. melanjutkan cerita;
8. menceritakan kembali;
9. percakapan;
10. parafrase;
11. reka cerita gambar;
12. bercerita;
13. memberi petunjuk;
14. melaporkan;
15. bermain peran;
16. wawancara;
17. diskusi;
18. bertelepon;
19. dramatisasi.

Kegiatan Belajar 2:
Media dan Penilaian Pembelajaran Berbicara
Guru tidak dapat melepaskan diri dari bantuan media dalam melakukan pembelajaran berbicara. Dengan dukungan media, guru berharap dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan membentuk keterampilan berbicaranya.
Dalam kegiatan bermain peran, wawancara, diskusi, bertelepon, dan dramatisasi, misalnya guru dapat memanfaatkan media video untuk menampilkan model-model dari setiap kegiatan tersebut. Di samping itu, guru dapat memanfaatkan media gambar untuk kegiatan reka cerita gambar, memberi petunjuk, melaporkan, atau kegiatan lain yang membutuhkan bantuan konkretisasi.
Berkaitan dengan aspek evaluasi dalam pembelajaran berbicara tersebut, ada sejumlah pertanyaan kunci yang pantas diajukan oleh seorang guru. Adapun pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Apakah pelaksanaan penilaian sesuai dengan yang direncanakan?
2. Apakah penilaian itu benar-benar mengukur pencapaian kompetensi dasar?
3. Apakah penjenjangan soal penilaian yang digunakan sudah benar?
4. Apakah bentuk dan jenis tes yang digunakan sesuai dengan karakteristik?

Selanjutnya, guru harus memahami aspek-aspek penting yang dijadikan dasar penilaian kemampuan berpidato siswa. Aspek-aspek yang dimaksud adalah (1) isi pidato, (2) bahasa pidato, dan (3) teknik pidato.

Kegiatan Belajar 3:
Desain Pembelajaran Berbicara
Kemampuan membuat desain pembelajaran merupakan fokus kompetensi yang harus Anda kuasai sebagai calon guru bahasa Indonesia. Alasannya, kemampuan mendesain pembelajaran sangat berkaitan langsung dengan pelaksanaan tugas Anda di lapangan sebagai pemegang kendali proses pembelajaran yang berlangsung di kelas.
Adapun beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran berbicara adalah (1) bercerita, (2) berpidato, (3) tanya jawab, (4) percakapan, (5) wawancara, (6) diskusi, dan (7) dramatisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Fasya, Mahmud, dkk. (2005). Cakrawala Bahasa Jilid 1- 3. Jakarta: Ricardo.

Tarigan, Djago. (1988). Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tarigan, Djago. (1990). Pendidikan Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tarigan, Henry Guntur. (1981). Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.


MODUL 10: PEMBELAJARAN MEMBACA
Kegiatan Belajar 1:
Metode Pembelajaran Membaca
Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukan hanya kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata, tetapi berupaya mengubah lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.
Banyak metode yang dapat merangsang siswa dalam kegiatan membaca khususnya berkaitan dengan pembelajaran membaca. Metode-metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran membaca, antara lain sebagai berikut.
1. SQ3R.
2. Membaca Cepat.
3. Scramble.
4. Isian Rumpang.

Banyak manfaat yang dapat diambil dari mempelajari metode-metode membaca tersebut. Melalui metode SQ3R, siswa akan dapat menentukan apakah materi yang dihadapinya itu sesuai dengan keperluannya atau tidak, memberikan kesempatan kepada mereka untuk membaca dengan pengaturan kecepatan membaca yang fleksibel, membekali mereka dengan suatu metode studi (belajar) yang sistematis. Melalui metode membaca cepat, siswa dapat meninjau kembali secara cepat materi yang pernah dibacanya dan dapat memperoleh pengetahuan yang luas tentang apa yang dibacanya.
Melalui metode Scramble, siswa dapat dilatih berkreasi menyusun kata, kalimat, atau wacana yang acak susunannya dengan susunan bare yang bermakna dan mungkin lebih baik dari susunan aslinya. Metode pembelajaran ini akan memungkinkan siswa untuk belajar sambil bermain. Mereka dapat berekreasi sekaligus belajar dan berpikir, mempelajari sesuatu secara santai dan tidak membuatnya stres atau tertekan.
Metode isian rumpang sangat bermanfaat untuk melatih kemampuan dan keterampilan membaca siswa dalam hal penggunaan isyarat sintaksis, penggunaan isyarat semantik, pengunaan isyarat skematik, peningkatan kosakata, dan peningkatan daya nalar dan sikap kritis siswa terhadap bahan bacaan.

Kegiatan Belajar 2:
Media dan Penilaian Pembelajaran Membaca .
Karya nonfiksi bersifat faktualitas (benar-benar terjadi). Sedangkan karya fiksi bersifat realitas (yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi).
Dalam fiksi dikenal dengan istilah licentia poetica, yaitu pengarang dapat mengkreasi, memanipulasi, dan menyiasati berbagai masalah kehidupan yang dialami (baik secara nyata maupun tidak nyata) dan diamatinya menjadi berbagai kemungkinan kebenaran yang bersifat hakiki dan universal dalam karya fiksinya.
Prinsip-prinsip dan masalah-masalah teknis dalam penulisan karya fiksi, yaitu:
1. permulaan dan eksposisi (beginning and exposition);
2. pemerian dan latar (description and setting);
3. suasana (atmosphere);
4. pilihan dan saran (selection and suggestion);
5. saat penting (key moment);
6. puncak; klimaks (climax);
7. pertentangan, konflik (conflict);
8. rintangan; komplikasi (complication);
9. pola atau model (pattern or design);
10. kesudahan; kesimpulan (denouement);
11. tokoh dan aksi (character and action),
12. pusat minat (focus of interest),
13. pusat tokoh (focus of character),
14. pusat narasi (focus of narration: point of view),
15. jarak (distance),
16. skala (scale), dan
17. langkah (pace) (Brooks and Warren dalam Tarigan 1987:75).

Ada beberapa hal yang harus dinilai dalam kemampuan membaca. Ditinjau dari kemampuan yang menjadi sasaran tes membaca, Harsiati (2003) membatasi cakupan kemampuan yang akan diukur dalam tes membaca, yaitu (1) kemampuan literal (kemampuan memahami isi teks berdasarkan aspek kebahasaan yang tersurat), (2) kemampuan inferensia (kemampuan memahami isi teks yang tersirat/menyimpulkan isi yang tidak langsung ada dalam teks), (3) kemampuan reorganisasi (penyarian/penataan kembali ide pokok dan ide penjelas dalam paragraf maupun ide-ide pokok paragraf yang mendukung tema bacaan), (4) kemampuan evaluatif (untuk menilai keakuratan, kemanfaatan, kejelasan isi teks), dan (5) kemampuan apresiasi (kemampuan menghargai teks)

Kegiatan Belajar 3:
Model-model Pembelajaran Membaca
Seorang guru dapat menggunakan berbagai alternatif model pembelajaran membaca, di antaranya model pembelajaran membaca SQ3R, model pembelajaran membaca scramble, dan model pembelajaran membaca isian rumpang.
Model pembelajaran membaca SQ3R dapat dilakukan seorang guru dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Guru menugaskan siswa untuk membaca buku dan menelaah suatu buku.
2. Guru memberikan apersepsi tujuannya untuk mengarahkan siswa agar lebih paham.
3. Guru bersama siswa melakukan survei buku.
4. Guru melatih siswa membuat pertanyaan.
5. Guru menyuruh siswa membaca secara mandiri.
6. Guru menyuruh siswa membuat pertanyaan dari bacaan yang dibacanya.
7. Siswa meninjau ulang kegiatan dan hasil Baca

Model pembelajaran membaca scramble dapat dilakukan seorang guru dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Guru menyiapkan sebuah wacana, kemudian keluarkan kalimat-kalimat yang terdapat dalam wacana tersebut ke dalam kartu-kartu kalimat.
2. Setiap kelompok siswa diminta untuk membuat kartu-kartu kalimat sejenis dalam kertas karton.
3. Berilah nomor lain yang tidak sama urutannya dengan urutan nomor kalimat pada wacana aslinya.
4. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan 4-6 orang siswa dalam satu kelompok.
5. Guru merencanakan langkah-langkah kegiatan serta menentukan waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran.

Model pembelajaran membaca Isian Rumpang dapat dilakukan seorang guru dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Guru menyediakan wacana.
2. Guru melakukan penghilangan (delisi) pada bagian-bagian tertentu dari wacana tersebut secara beraturan, misalnya setiap kata yang ke-5 dan ke-6.
3. Guru menyuruh siswa mengisi bagian-bagian yang hilang tersebut.
4. Guru menyediakan kunci jawaban.
5. Guru menyuruh siswa menghitung jumlah lesapan yang dianggap benar untuk menguji kemampuan mereka.

DAFTAR PUSTAKA
Harjasujana, S.A., Mulyati, Y. (1997). Membaca 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Harsiati, T. (2003). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Nurhadi. (1987). Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru.

Soedarso. (1989). Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT. Gramedia.

Tarigan, H. G. (1979). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.


MODUL 11: PEMBELAJARAN MENULIS
Kegiatan Belajar 1:
Metode Pembelajaran Menulis
Menulis merupakan kegiatan pembelajaran yang sering dilakukan oleh setiap orang khususnya kita sebagai mahasiswa. Untuk itu banyak metode pembelajaran yang diajarkan di sekolah berkaitan dengan kegiatan menulis, di antaranya metode pembelajaran menulis narasi, deskripsi, argumentasi, persuasi, dan eksposisi. Sebagai suatu metode yang dapat membantu mahasiswa dalam membuat sebuah tulisan ataupun memahami sebuah tulisan.
Metode pembelajaran menulis yang diberikan dan diajarkan di sekolah tersebut umumnya tidak begitu saja dapat diterima oleh siswa atau mahasiswa tanpa didukung pemberian contoh tulisan atau karangannya sehingga pembelajaran menulis dapat diterima oleh siswa atau mahasiswa dengan baik.
Contoh tulisan narasi, seperti cerita pengisahan (biografi), cerita yang disertai alur, penokohan, latar, gaya penceritaan, dan pemilihan detail peristiwa.
Contoh tulisan deskripsi seperti suasana kampung yang begitu damai, tenteram, dan masyarakatnya yang saling menolong atau suasana di jalan raya, tentang hiruk-pikuknya lalu lintas dapat dilukiskan dalam karangan deskripsi.
Contoh bentuk karangan ilmiah yang bercorak argumentasi antara lain makalah paper (seminar, simposium, dan lokakarya), esai, skripsi, tesis, disertasi, dan naskah-naskah, yaitu tuntutan pengadilan, pembelaan, pertanggungjawaban ataupun surat keputusan.
Contoh tulisan karangan persuasi ini biasanya dipakai dalam dunia politik, pendidikan advertensi, dan dunia propaganda.
Contoh tulisan karangan eksposisi, misalnya petunjuk menggunakan obat atau di mana letak gedung pertemuan.

Kegiatan Belajar 2:
Media dan Penilaian Pembelajaran Menulis
Ada 3 media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis, yaitu media audiovisual, media gambar, dan media lingkungan. Media audiovisual dalam pembelajaran menulis dimaksudkan sebagai bahan yang mengandung pesan dalam bentuk pesan suara dan gambar yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan menulis siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar. Media gambar merupakan media visual dua dimensi di atas bidang yang tidak transparan.
Lingkungan sebagai media pembelajaran menulis bagi para siswa dapat dioptimalkan dalam proses pembelajaran untuk memperkaya bahan dan kegiatan menulis di sekolah. Prosedur belajar untuk memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran menulis ditempuh melalui beberapa cara, antara lain survei, berkemah, karyawisata pendidikan, dan mengundang manusia sumber. 4 macam lingkungan belajar, yakni lingkungan sosial, personal, lingkungan alam, dan lingkungan kultural.
Cara menilai kemampuan menulis dilakukan melalui tes menulis langsung dan tes menulis tidak langsung. Sedangkan hal-hal yang harus dinilai dalam kemampuan menulis meliputi indikator mengurutkan, indikator mengembangkan, indikator memvariasikan/mengubah, dan indikator menyunting.

DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi, M. (1990). Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh.

Gie, The Liang. (1992). Pengantar Dunia Karang Mengarang. Yogyakarta: Liberty.

Parera, J.D. (1983). Menulis Tertib dan Sistematik. Jakarta: Erlangga.

Suparno dan Yunus, M. (2003). Keterampilan Dasar Menulis (Modul). Jakarta: Universitas Terbuka.


MODUL 12: PEMBELAJARAN BAHASA TERPADU
Kegiatan Belajar 1:
Strategi Pembelajaran Bahasa Lisan-Tulis  
Tujuan pengajaran keterampilan berbahasa adalah menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berbahasa. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, terampil membaca, terampil berbicara, dan terampil menulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan ketika merumuskan tujuan pembelajaran berbahasa lisan-tulis, yaitu perumusan tujuan pembelajaran sebaiknya diawali untuk mencapai kemampuan berbahasa secara reseptif (menyimak), kemudian diikuti dengan pencapaian tujuan produktif (menulis). Pencapaian tujuan pembelajaran berbahasa yang menyeluruh ini menggambarkan bahwa pembelajaran berbahasa, seperti ini merupakan desain pembelajaran berbahasa dengan pendekatan keterpaduan (integratif).
Langkah-langkah pembelajaran berbahasa lisan-tulis dapat disusun dengan memperhatikan orientasi pembelajaran dan harus mencerminkan pengalaman belajar. Langkah-langkah pembelajaran ini merupakan aktivitas inti dalam pelaksanaan pembelajaran. Oleh karena itu, langkah-langkah pembelajaran harus dirancang secara sistematis.
Materi pembelajaran yang akan ditampilkan tentunya harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama, materi itu harus relevan dengan tujuan pembelajaran. Selain itu, materi yang akan disajikan harus memenuhi kriteria perkembangan dan kemampuan kognitif siswa. Materi yang baik ialah materi yang berguna bagi siswa, baik sebagai pengembangan pengetahuannya dan keperluan tugas perkembangannya kelak sebagai anggota masyarakat. Materi pembelajaran itu harus menarik dan merangsang aktivitas siswa. Sebelum disampaikan kepada siswa bahan itu harus disusun secara sistematis dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran, yaitu bertahap dan berjenjang. Materi pembelajaran berbahasa lisan-tulis dapat berupa audio, video, dan audiovisual. Prinsip utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan materi pembelajaran berbahasa lisan-tulis adalah bahan pembelajaran harus sesuai dengan tujuan dan kebutuhan pembelajar.
Desain pembelajaran lisan-tulis adalah silabus yang merupakan pedoman bagi guru dan murid dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran. Silabus tersebut merupakan acuan dan harus mencerminkan pengalaman belajar yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Desain pembelajaran berbahasa lisan tulis merupakan pedoman aktivitas guru dan murid dalam melaksanakan proses pembelajaran yang berfokus pada bahasa lisan menuju bahasa tulis.

Kegiatan Belajar 2:
Strategi Pembelajaran bahasa Tulis-Lisan
Pengajaran keterampilan berbahasa tulis-lisan adalah pembelajaran yang berfokus pada keterampilan berbahasa tulis. Artinya, pembelajaran ini dapat dimulai dari keterampilan membaca dilanjutkan dengan berbicara dan menyimak atau dimulai dari menulis ke berbicara dan menyimak.
Sebagaimana pembelajaran keterampilan berbahasa yang lain, pembelajaran keterampilan berbahasa tulis-lisan dapat berjalan dengan baik dan memperoleh basil yang maksimal, diperlukan adanya persiapan mengajar yang berupa rancangan pembelajaran atau silabus. Silabus disusun berdasarkan kompetensi yang diharapkan dan indikator- indikator yang menjadi pedoman pelaksanaan pengalaman belajar bagi siswa. Penyusunan silabus harus berpedoman pada kurikulum yang berlaku.
Berdasarkan rancangan pembelajaran atau silabus pembelajaran keterampilan berbahasa tulis-lisan, guru menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajarnya. Sarana dan prasarana dapat berupa buku sumber, media cetak (majalah, surat kabar, bulletin, dan lain-lain) dan noncetak (audio, video), serta alat bantu belajar yang lain.
Materi pembelajaran yang akan ditampilkan harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama-tama, materi harus relevan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan. Selain itu, materi yang akan disajikan harus memenuhi kriteria perkembangan dan kemampuan kognitif siswa. Materi yang baik adalah materi yang berguna bagi siswa. Artinya, materi tersebut dapat membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuannya dan dapat dimanfaatkannya kelak sebagai anggota masyarakat. Materi pembelajaran juga harus dapat menarik dan merangsang aktivitas siswa dalam belajar. Sebelum disampaikan kepada siswa, bahan-bahan harus disusun secara sistematis dengan memperhatikan prinsip pembelajaran, yaitu bertahap dan berjenjang.
Penilaian dalam pembelajaran keterampilan berbahasa lebih menekankan pada penilaian proses, kemudian penilaian hasil belajar. Instrumen atau alat penilaian proses dapat berupa format observasi dan portofolio, sedangkan untuk penilaian hasil guru harus membuat format penilaian untuk menilai kemampuan berbahasa siswa (menyimak, berbicara, membaca atau