Senin, 09 Agustus 2010

Analisis Drama Perempuan dalam Keranda Kaca

( Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Prosa Fiksi Dan Drama )


Oleh:

1.MOH. BADRUS SOLICHIN (080210402002)
2.HERI ENDRIYANTO (080210402013)
3.YUAIDA DWI FATMAWATI (080210402017)
4.ACHMAD WAHYUDI (080210402023)
5.DIDIN DWI ERLIANI (080210402038)
6.ARINI SUSANA (080210402031)




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Karya sastra merupakan bentuk dan hasil konkret dari perenungan pengarang dan penghayalan pengarang terhadap kehidupan kebudayaan, dan peradaban manusia sebagai ekspresi atau pernyataankebudayaan, karya sastra mencerminkan nilai-nilai budaya (Semi, 1989:55). Nilai-nilai tersebut berupa kompleksitas perikehidupan yang secara langsung atau tidak langsung meyertai setiap permasalahan kehidupan yang ada dalam karya sastra. Semakin komplek permasalahan kehidupan yang ditampilkan sebuah karya sastra, akan semakin sulit pula nilai nilai tertentu yang menyertainya.
Pada dasarnya karya sastra selaku memberikan suatu yang berharga bagi para pembacanya. Kenyataannya ini merupakan refleksi dari konsep bahwa seni itu bersifat dulce et utile yang berarti karya sastra bersifat menyenangkan dan berguna (Wellek dan Waren,1984:25). Menyenangkan dalam pengertian dapat memberikan hiburan dan kegemberiaan bagi pembaca. Berguna mengandung pengertian dapat memberikan nilai-nilai tertentu sesuai kompleksitas dan permasalahan kehidupan yang telah di tampilkan pengarang yang dapat dimanfaatkan pembaca dalam menjalani kehidupan keseharian.
Pembaca karya sastra dapat memperolehkan nilai hiburan, kesenangan dan kenikmatan estetika. Menurut Aquino (dalam Pradopo, 1994:41) konvensi estetika memiliki tga persyaratan : keutuhan atau kesempurnaan, keselarasan bentuk atau keseimbangan, dan adanya pancaran sinar kejelasan. Pembaca dapat memperoleh nilai kegunaan apabila ia mampu menafsirkan secara cermat nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra.
Naska drama merupakan salah satu genre sastra yang menggunakan medium bahasa yang mengandung nilai estetika, moral, dan bersifat konfensional (Esten, 1950:7). Karya drama sebagai salah satu bentuk karya seni merupakan cerminan kehidupan yang menampilkan berbagai macam persoalan kehidupan mulai dari politik, social, budaya, pendidikan, sampai moral, yang didalamnya terdapat berbagai keindahan yang dapat dinikmati penonton. Seperti halnya pada drama Perempuan dalam Keranda Kaca.ini. Untuk memahami sebuah karya satra perlu pengkajian yang mendalam, karena pada dasarnya karya sastra merupakan suatu reaksi penulis terhadap realitas (Yunus, 1985:89). Reaksi-reaksi tersebut dapat berbentuk pesan-pesannya sesuai dengan aspirasi ataupun sebatas opini tentang bagaimana manusia mengambil sikap terhadap realitas yang ada. Dengan demikian, untuk memahami sebuah karya sastra diperlukan analisis terhadap unsur-unsur yang mempengaruhinya. Analisis itu dapat dikaji memelalui unsur-unsur pembentukan, yaitu analisis unsur-unsur intrinsic dan unsur ektrinsiknya.

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Unsur-unsur Intrinsik dan unsur ekstrinsik dalam naskah drama Perempuan dalam Keranda Kaca karya

1.3Tujuan Penulisan
Tujuan Dari pembahasan makalah ini adalah mengetahui unsur-unsur intrinsic dan unsur ekstrinsik dalam drama Perempuan dalam Keranda Kaca.

1.4 Manfaat
1. Untuk menambah pengetahuan tentang unsur Intrinsik dan unsur Ekstrinsik dalam naskah drama SOBRAT karya Arthur S. Nalan.
2. Mampu menambah pengetahuan dan pengalaman dalam kegiatan apresiasi sastra.

BAB II
KAJIAN TEORITIK

2.1 Kajian Strukturalisme
Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagi unsur (pembangun)-nya. Di satu pihak, strukutur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams,1981:68). Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antar unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk suatu kesatuan yang utuh.
Kajian struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secara cermat fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan.
Novel terbentuk dari struktur yang sama dengan karya sastra lain seperti adanya judul, tema, perwatakan dan penokohan, latar serta konflik, dialog dan amanat dalam drama Perempuan dalam Keranda Kaca.

2.1.1 Judul
Setiap karya sastra mempunyai judul sebagai kepala karangan. Judul mempunyai keterkaitan dengan isi yang terkandung dalam cerita. Judul dapat menunjukkan beberapa peranan dalam karya sastra, yaitu :
1)judul menunjukkan tokoh utama
2) judul dapat menunjukkan alur atau waktu yang terdapat pada cerita
3)judul menunjukkan objek yang dikemukakan dalam berita
4)judul dapat mengidentifikasikan keadaan atau suasana dalam cerita
5)judul dapat mengandung beberapa pengertan, suasana, dan lain-lain.

1.1.2 Tema
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menompang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto,1986:142). Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situsi tertentu. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka bersifat menjiwai seluruh bagian itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas, dan abstrak.
Tema dibagi dua yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar karya sastra. Menentukan tema mayor sebuah cerita pada hakikatnya merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai, di antara sejumlah makna yang ditafsirkan ada dikandung oleh karya yang bersangkutan. Tema minor adalah makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita dapat diidentifikasikan sebagai makna tambahan.

1.1.3 Penokohan dan Perwatakan
1) Penokohan
Penokohan menurut Jones (1968:33) adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Sebuah karya sastra tidak akan terbentuk tanpa adanya tokoh cerita. Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan dalam dunia fiksi, maka harus bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan cerita dengan perwatakannya yang disandangnya. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampaian pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang ingin disampaikan pada pembaca.
Penokohan dalam sebuah cerita dibagi menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian. Tokoh bawahan adalah tokoh yang kehadirannya ada keterkaitan dengan tokoh utama secara langsung maupun tidak langsung.
2) Perwatakan
Tokoh-tokoh yang berperan dalam sebuah cerita memiliki perwatakan. Perwatakan adalah tingkah laku yang mencerminkan kehidupan dalam suatu cerita. Perwatakan dibagi menjadi dua yaitu watak datar (flat character) dan watak bulat (round character). Watak datar adalah watak tokoh yang tidak berubah dari awal sampai akhir cerita. Watak bulat adalah watak tokok yang mengalami perubahan.

1.1.4 Latar
Peristiwa yang terjadi dalam cerita tidak dapat dilepaskan dari unsur waktu maupun tempat kejadian. Dalam sebuah karya fiksi pada hakekatnya berhadapan dengan sebuah dunia, dunia dalam kemungkinan, sebuah dunia yang sudah dilengkapi dengan tokoh penghuni dan permasalahan (Nurgiyantoro, 2006:116). Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, dalam Nurgiyantoro, 2000:216).
Menurut Nurgiyantoro (2000:227) latar dibagi menjadi tiga yaitu:
1)Latar tempat, menyaran pada lokasi peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
2)Latar waktu, berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
3)Latar sosial, menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

1.1.5 Konflik
Konflik adalah suatu yang dinamik, mengacu pada pertentangan antara dua kekuatan yang menyiratkan adanya aksi dan reaksi. Adanya pertentangan antar tokoh dapat menimbulkan ketegangan dalam sebuah cerita. Konflik ada dua yaitu:
1)konflik eksternal atau konflik fisik yaitu konflik yang terjadi antara manusia dengan manusia , manusia dengan masyarakat, serta menusia dengan alam sekitarnya
2)konflik internal atau konflik batin yaitu konflik yang terjadi antara satu ide dengan ide lain, dan antar seseorang dengan batinnya (Tarigan,1984:134). Keberadaan konflik fisik dan batin saling mendukung terbentuknya cerita dalam karya sastra.
1.1.6Dialog
Dialog merupakan salah satu ciri yang membedakan secara visual antara karya drama dengan karya sastra lainnya. Dialog dapat terjadi dalam karya sastra jenis prosa atau puisi, tetapi tidak semutlak pada drama. Dialog dalam drama tidak dapat diabaikan karena pada dasarnya drama merupakan dialog para tokoh (Boulton dalam Sukarni, 1991:136). Dialog disamping melancarkan cerita, juga mencerminkan pikiran para tokoh (Sudjiman, 1990:20).

1.17Amanat
Dari sebuah karya sastra, ajaran moral atau pesan yang akan disampaikan oleh pengarang itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan dalam cerita juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, maka jalan keluar itulah yang disebut amanat. Amanat terdapat pada sebuah karya sastra secara implisit ataupun eksplisit. Implisit, jika jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir (Sudjiman, 1986:35). Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, anjuran, nasehat, larangan, dan sebagainya, berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita itu (Sudjiman, 1986:24).























BAB III
PEMBAHASAN

3.1 JUDUL
Drama Perempuan dalam Keranda Kaca merupakan salah satu judul drama yang menggambarkan tentang seseorang perempuan yang terkekang kehidupannya oleh tradisi. Keranda dalam drama Perempuan dalam Keranda Kaca digambarkan sebagai suatu tempat yang sepit dan membatasi ruang gerak. Dalam kenyataannya, keranda terbuat dari sebuah besi yang sangat sulit untuk dipatahkan. Apalagi dipatahkan oleh seorang perempuan, diperlukan sebuah keberanian dan kekuatan untuk melepaskan diri dari keranda.
Fungsi sebenarnya dari keranda untuk mengangat jenazah. Jenazah sendiri melambangkan ketidakberdayaan dalam menghadapi kehidupan di dunia. Begitu juga, peran sebagai perempuan dalam naskah drama Perempuan dalam Keranda Kaca tidak mempunyai kebebasan dalam menjalani hidup. Sedangkan kaca dalam drama Perempuan dalam Keranda Kaca digunakan untuk menutupi keranda bertolak belakang dengan realita. Dari realita yang ada, keranda biasa ditutupi oleh sehelai kain sehingga khalayak tidak bisa melihat langsung isi di dalamnya. Berbeda halnya jika keranda hanya tertutup kaca sehingga masyarakat bisa melihat isi dari keranda.
Dalam drama Perempuan dalam keranda kaca, keranda kaca melambangan sebuah kerajaan Swarnabhumi yang mempunyai tradisi tidak membebaskan perempuan dalam menentukan pilihan hidup. Tradisi tersebut telah dikenal masyarakat secara turun-temurun.

3.2 TEMA
a.Tema mayor
Tema mayor adalah tema yang mendasari sebuah cerita secara keseluruhan. Tema mayor dari drama Perempuan dalam Keranda Kaca ini mengungkapkan bahwa untuk meraih sesuatu yang diinginkan dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Kehidupan sebagai putri raja Swarnabhumi sudah ditentukan oleh tradisi yang berjalan secara turun-temurun. Namun, Dara jingga sebagai putri raja Suri Dirajo mempunyai keinginan untuk mengubah tradisi yang sudah ada. Berikut data yang mendukung.

DARA JINGGA :
(Terserentak dari kelana pikiran, berhenti mondar-mandir) Aku perempuan yang akan membalikkan sejarah! Aku perempuan yang akan mengubah takdir! (Perempuan dalam Keranda Kaca :67)

Namun, untuk mengubah tradisi yang ada membutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang cukup besar. Hal tersebut terbukti dari data berikut.

DARA JINGGA :
Tentu. Kita harus berjuang melepaskan diri dari nasib buruk nin. Justru karena kecintaanku terhadap Swarnabhumi, ini kulakukan. (Perempuan dalam Keranda Kaca :84)

DARA JINGGA :
Ya. Datuk. Kita akan menikah. Aku akan melahirkan anak-anak negeri ini, anak-anak yang mengerti memaknai hidup, anak-anak yang memahat pelangi keadilan di atas langit Swarnabhumi., anak-anak yang bangun pagi hari dengan menggenggam mimpi tidurnya untuk diwujudkan menjadi nyata. (Perempuan dalam Keranda Kaca :86)

b.Tema Minor
Tema minor adalah tema tambahan yang terdapat dalam bagian-bagian cerita. Tema minor yang tedapat dalam Perempuan dalam Keranda Kaca ada 6.
1.Seseorang harus mempertahankan impiannya
Setiap manusia pasti memiliki sebuah impian. Impian itu harus kita jaga dan pertahankan untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Setiap manusia hendaknya memiliki kebebasan untuk memutuskan hidup sesuai dengan impiannya. Berikut data perbincangan antara Mambang Teruna, Dara Jingga, Indra Jati.

MAMBANG TERUNA :
Ibu tak bisa berbuat apa-apa, Nak. Tetaplah pelihara impian itu, sebagai sesuatu yang mesti kau genggam erat-erat. Ibu yakin, kelak anak-anak perempuanmu, cucu, cicit, dan piut akan mewujudkan. Bahagianya membayangkan mereka bisa bebas memutuskan hidup mereka sendiri, tanpa tekanan maupun paksaan.

DARA JINGGA:
Tidak, Ibu! Tidak! Impian itu akan hancur! Perempuan tak akan bisa pernah menentukan pilihan!

DARA JINGGA BERTERIAK MENJAUHI MAMBANG TERUNA DENGAN WAJAH KETAKUTAN. TIBA-TIBA INDRA JATI MASUK DAN MENGHAMPIRI DARA JINGGA.

INDRA JATI:
O, anakku, Dara Jingga. Jangan kau bunuh impian itu! Jangan kau bunuh impian itu! (PDKK:71)

2.Tidak ada salahnya mengatasi masalah dengan pernikahan.
Sebagai seorang putri raja yang nasibnya sudah ditentukan oleh tradisi. Dara Jingga berkewajiban melaksanakan tradisi itu walaupun tidak sesuai dengan impiannya. Dara Jingga mencoba mengatasi tekanan yang ia hadapi dengan meminta saran dari Datuk Parpatih. Datuk Parpatih memberikan sebuah solusi untuk mengatasi masalah Dara Jingga. Datuk Parpatih meminta Dara Jingga menjadi isterinya.

DATUK PARPATIH:
Adik, Engkau datang sebagai seorang yang meminta pertolongan. Aku akan menyelamatkanmu.

KOOR:
Kumbang dan kembang bertemu di taman
Dua hati saling menyatu, dua rasa saling berpadu
Perempuan dipuja...
Perempuan dimanja...
Perempuan disekap di keranda kaca...
KEMBANG TERKESIP. DARA JINGGA TERSENTAK.

DARA JINGGA:
Bagaimana caranya, Datuk? (bertanya penuh harap)

DATUK PARPATIH:
Aku akan menikahi Engkau!

DARA JINGGA:
Lancang! Hendak menangguk di air keruh Tuan rupanya!
TANGAN DARA JINGGA MELAYANG, MENAMPAR PIPI DATUK PARPATIH. (PDKK: 77 )

3.Untuk mengubah sebuah tradisi dibutuhkan sebuah pengorbanan.
Dara Jingga mempunyai keinginan untuk mengubah tradisi kerajaan Swarnabhumi. Ia akan mewujudkan impiannya walaupun harus berkorban dengan menerima usul Datuk Parpatih. Artinya, Dara Jingga menyetujui pernikahannya dengan Datuk Parpatih. Berikut data yang mendukung.

DARA PETAK:
Kalau memang begitu, kenapa mesti lari dari kenyataan? (MENATAP DARA JINGGA, MENUNTUT JAWABAN) katakan padaku Jingga, apakah kau tak prihatin dengan keadaan ini? Apa kau tidak memikirkan Swarnabhumi, jika rencana ayahanda kita kacaukan? Bukankah mencintai rakyat, seperti yang sering kau ajarkan kepadaku?

DARA JINGGA:
Ya! Tentu aku prihatin Petak.

DARA PETAK:
Lantas, apa tak terpikir olehmu menolong rakyat?

DARA JINGGA:
Tentu. Kita harus berjuang melepaskan diri dari nasib buruk ini. Justru kecintaanku terhadap Swarnabhumi, ini kulakukan.
DARA PETAK:
Turutlah perintah ayahanda. Kalau kau hendak berkorban.
DARA JINGGA:
Apa yang kau katakan Petak! Patuh untuk dipergundik? Mana harga dirimu?
DARA JINGGA YANG DARI TADI BERUSAHA UNTUK TENANG, KINI BERTERIAK MARAH.

DARA PETAK:
Bukankah kau selalu mengajarkan kepadaku untuk patuh. Untuk rela berkorban,. Apakah ajaran itu sudah tidak berlaku lagi. Dara Jingga. Kau bisa lihat aku akan merelakan diriku untuk ini.

DARA JINGGA:
Berkorban bukan menyerah, Petak! (Perempuan dalam Keranda Kaca: 84-85).

DATUK PARTATIH:
Kau menerimaku, Dara Jingga?

DARA JINGGA:
Ya, Datuk. Kita akan menikah. Aku akan melahirkan anak-anak negeri ini, anak-anak yang nengerti memaknai hidup, anak-anak yang memahat pelangi keadilan di atas langit Swarnabhumi, anak-anak yang bangun pagi hari dengan menggenggam mimpi tidurnya untuk diwujudkan menjadi nyata. (Perempuan dalam Keranda Kaca: 86)

4.Demi mempertahankan harga diri, seseorang bisa menghalalkan segala cara.
Suri Dirajo murka karena anak-anaknya tidak ada di istana. Padahal Suri Dirajo memiliki kesepakatan dengan kerajaan Singosari untuk mengirimkan anak-anaknya sebagai duta perdamaian. Dalam hal ini, demi menjaga kehormatan dan harga dirinya ia rela menghalalkan segala cara termasuk mengorbankan impian anak-anaknya. Data yang mendukung, sebagai berikut,

SURI DIRAJO:
Tapi ini persoalan lain. Ini mennyakkut kehormatan, harga diri, dan nama besar kita! SURI DIRAJO MENAHAN AMARAHNYA MENGACUNG-ACUNGKAN KEDUA TANGANNYA LEBIH TINGGI.

MAMBANG TARUNA:
Tunggu, Tuanku. Apa hamba tak salah dengar? Harga diri siapa yang Tuanku maksud? Bukankah dua anak perempuan itu harga diri, pangkat, dan kehormatam Tuan?

MAMBANG TERUNA MELANGKAH MENGHAMPIRI SURI DIRAJO. MEMPERTANYAKAN KATA-KATA SURI DIRAJO.

INDRA JATI:
Ya! Harga diri? Tidaklah itu bumerang Tuanku? (Perempuan dalam Keranda Kaca: 88)

5.Emosi yang tidak terkontrol dapat mencelakakan diri sendiri.
Suri Dirajo marah setelah mengetahui Dara Jingga menikah dengan Datuk Paripatih. Dia memerintah semua hulubalang untuk mencari keberadaan keduanya.

SURI DIRAJO:
Cari Dara Jingga dan Datuk Parpatih. Seret mereka kehadapanku! Kalau mereka tidak kembali, bersiaplah menyaksikan Swarnabhumi diratakan dengan tanah!

HULUBALANG I, II DAN III
Siap Tuanku. Dicari dimana Tuanku?

SURI DIRAJO:
Cih! (MELUDAH). Memalukan kalian. Dara Jingga menghilang sejak dua hari yang lalu, dilarikan Parpatih keparat itu! Kalian tidak tahu? Apa saja kerja kalian? (Perempuan dalam Keranda Kaca: 94-95)

Setelah keduanya ditemukan, masalah kembali muncul. Amarah Suri Dirajo semakin memuncak. Dia mencoba membunuh Dara Jingga, tetapi yang terbunuh Datuk Parpatih.

KEMARAHAN SURI DIRAJO TAK TERBENDUNG LAGI. IA KALAP DAN MENGHUJAMKAN KERIS KEARAH DARA JINGGA. DATUK PARPATIH KEMBALI MERADANG, KERIS ITU MEMANCAP DI DADANYA. DARAH MUNCRAT. (Perempuan dalam Keranda Kaca: 97)

Tiba-tiba, Indra Jati yang menyaksikan kejadian tersebut tyidak bisa menahan diri.

TIBA-TIBA INDRA JATI BERLARI KEARAH SURI DIRAJO MENGHUJAMKAN KERIS YANG DICABUTNYA DARI DADA DATUK PARPATIH. SENJATA MAKAN TUAN. SURI MEREJANG NYAWA DENGAN SENJATA PUSAKA MILIKNYA SENDIRI. SURI DIRAJO.

3.2PENOKOHAN DAN PERWATAKAN
3.2.1Penokohan
a.Tokoh Utama
Tokoh utama memiliki kedudukan sangat penting karena sebagai sentral cerita. Untuk menentukan tokoh utama yaitu dengan mencari tokoh utama yaitu dengan mencari tokoh yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan, berkaitan dengan permasalahan atau tema, dan banyak berhubungan dengan tokoh lain.
Tokoh utama dalam Perempuan dalam Keranda Kaca adalah Dara Jingga. Ia adalah tokoh yang menjadi sentral cerita berhubungan dengan tema yaitu, Dara Jingga seorang perempuan yang mempunyai impian yang mulia. Ia mengubah tradisi Swarnabhumi, karena tradisi tersebut membatasi kehidupan perempuan. Dara Jingga mempunyai tekad yang kuat untuk mengubah tradisi kerajaan. Hal ini terungkap pada dialog drama berikut:

Dara Jingga :
(tersentak dari kelana pikiran, berhenti mondar-mandir). Aku perempuan yang akan membalikkan sejarah! Aku perempuan yang akan mengubah takdir!
(PDKK:67)

Dara Jingga :
Aku perempuan yang akan melahirkan sejarah, ibu!
(PDKK:69)

Dara Jingga :
Aku tak akan pergi ke Singosari Datuk. Aku akan tetap di sini. Bersuamikan laki-laki negeri ini. Melahirkan putra-putri negeri ini!
(perempuan dalam Keranda Kaca:75)

Data di atas menunjukkan bahwa Dara Jingga adalah tokoh utama dalam drama Perempuan di dalam Keranda Kaca. Ia menjadi sentral cerita, berhubungan dengan tema, dan banyak berhubungan dengan tokoh lain.

b.Tokoh Bawahan
Tokoh bawahan merupakan pendukung tokoh utama. Tokoh bawahan dalam drama Perempuan di dalam Keranda Kaca adalah Dara Petak, Mambang Teruna, Indra Jati, Suri Dirajo, Datuk Parpatih, Cati Bilang Pandai, Hulubalang 1<11 dan 111.
1)Dara Petak
Dara Petak adalah tokoh bawahan yang mendukung jalan cerita dalam drama Perempuan dalam Keranda Kaca. Ia berperan sebagai adik Dara Jingga. Dara Petak merupakan putrid kedua Suri Dirajo bersama isteri keduanya Indra Jati. Data yang mendukung sebagai berikut:

Dara Petak:
Jingga, kenapa diam?

Dara Jingga:
(mengangkat kepala) Apa yang mesti kukatakan adikku?

Dara Petak:
Mengapa balik bertanya? Katakan kalau kau tidak setuju dengan kegilaan ini!
(perempuan dalam Keranda Kaca:81)

2)Mambang Teruna
Mambang Teruna adalah isteri pertama Suri Dirajo, ibu Dara Jingga. Hal ini terungkap pada data berikut.
Mambang Teruna:
Ibu paham gejolak hatimu anakku. Dari awal sejak kau masih bayi merah telah ibu bisikkan ke telingamu. Kau akan melahirkan sejarah seperti yang tetukir pada wajah garis tangan mu. Berabad kemudian orang-orang akan membaca dunia membuka matanya. Nak! Saat itu kau baru sadar perempuan akan menyamai laki-laki, anakku.

Dara Jingga:
Benarkah yang ibu katakana?

Mambang Teruna:
Ya anakku. Ini hanya persoalan waktu saja.
(Dara Jingga tersenyum mendengar ucapan sang ibu)
(PDKK:67-69)

3)Indra Jati
Indra Jati adalah isteri kedua Suri Dirajo, ibu Dara Petak. Namun Indra Jati sangat menyayangi Dara Jingga. Hal ini dapat dilihat dari data berikut:

Indra Jati :
Tutup mulutmu yang berbisa itu. Petak! Kesalahan apa yang telah ibu lakukan hingga kau tidak sedikitpun memiliki budi. Jangan membuat ibu merasa sesal melahirkanmu, Nak. Tak pantas bangsawan sepertimu berkata seperti itu!

Dara Petak :
Ah, ibu bukan memuji, malah mencaci! Kalian semua sama saja. Tak ada tempat untukku dihati, kalian! Semua untuk Jingga, hanya Jingga!
(PDKK : 92-93)

4)Suri Dirajo
Suri Dirajo adalah raja Swarnabhumi, ayah Dara Petak. Ia hendak menjadikan kedua putrinya duta permadani dengan kerajaan Singosari. Data yang menunjukkan pernyataan tersebut:
Dara Petak :
Ayahanda! Ayahanda!
Berlari mendekati Suri Dirajo dan menarik-narik tangan Suri Dirajo.

Suri Diraji :
Ada apa Dara Petak? Dari mana saja kan! Di mana Dara Jingga, heh!

Dara Petak :
Jingga, ayahanda! Jingga…

Suri Dirajo :
Apa ada dengan Dara Jingga?

Dara Petak:
Jingga, telah melanggar keputusan ayahanda. Dia menikah dengan Datuk Parpatih, Ayahanda. Ia tidak rela dijadikan duta perdamaian dengan Singosari.
(PDKK:92)

5)Datuk Perpatih
Datuk Perpatih adalah kemenakan Suri Dirajo. Sejak kecil ia dibesarkan oleh Suri Dirajo. Namun, Suri Dirajo sangat marah pada Datuk Parpatih karena ia telah menikah Dara Jingga. Datanya sebagai berikut:
Suri Dirajo :
Kau Parpatih, kemenakan kurang ajar,. Bertahun-tahun aku membesarkanmu dengan kasih sayang, lantas inilah pembalasanmu?! Beginikah caramu mengucapkan terima kasih? Putih tulangku dikubur, tak akan kulupakan kedurhkaan kalian!

Datuk Parapatih :
Maafkan aku, Mamakanda.
(PDKK:96)

6)Cati Bilang Pandai
Cati Bilang Pandai adalah guru Datuk Parpatih. Ia membantu Dara Jingga menylesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Hal tersebut terungkap pada data berikut:

Cati Bilang Pandai:
Jadi sekarang apa yang kalian inginkan? (memecah keheningan)

Datuk Parpatih:
Kami inginkan bagaimana jalan keluar permasalahan ini guru. Bagaimana Dara Jingga dan Dara Petak pergi meninggalkan Swarnabhimi.
Cati Bilang Pandai:
Aku tidak tahu caranya. Akan lebih baik kalau usulan itu datang dari kalian.
(perempuan dalam Keranda Kaca:96)

7)Hulubalang 1, 11 dan 111
Hulubalang 1, 11 dan 111 adalah tokoh bawahan dalam drama Perempuan dalam Keranda Kaca. Mereka prajurit kerejaan Swarnabhumi yang setia dan patuh pada Suri Dirajo. Nhal ini terungkap pada:

Suri Dirajo :
Cari Dara Jingga dan Datuk Parpatih. Seret mereka kehadapanku! Kalau mereka tidak kembali, bersiaplah menyaksikan Swarnabhumi diratakan dengan tanah!

Hulubalang 1, 11 dan 111 :
Siap Tuanku. Dicari di mana Tuanku?

Suri Dirajo :
Cih! (meludah). Memalukan kalian. Dara Jingga menghilang sejak dua hari yang lalu, dilarikan Parpatih keparat itu! Kalian tidak tahu? Apa saja kerja kalian?
(Suri Dirajo berteriak marah. Mukanya merah padam karena marah)

Hulubalang 1, 11 dan 111 :
Siap Tuanku. Tugas akan kami laksanakan!
(ketiga Hulubalang itu berlari meninggalkan Baliurang dan Suri Dirajo yang marah). (PDKK:94-95)

3.2.2Perwatakan
Setiap tokoh dalam drama memiliki watak tertentu sesuai dengan peran yang dikehendaki pengarang. Kenney (1966:28) berpendapat bahwa ada dua macam watak, yaitu watak datar( flat karakter) dan watak bulat ( round karakter). Watak datar yaitu watak tokoh yang tidaka mengalami perubahan dari awal sampai akhir cerita. Watak bulat yaitu watak tokoh mengalami perubahan selama cerita berlangsung.
Cerita-cerita klasik dan tradisional pada umumnya menampilkan tokoh-tokoh cerita yang berwatak datar. Demikian pula tokoh-tokoh dalam drama Perempuan dalam Keranda Kaca. Hal tersebut terbukti pada data berikut:
1)Dara Jingga
adalah tokoh utama yang berwatak datar. Ia tidak mengalami perubahan watak dari awal sampai akhir cerita. Dara Jingga bersifat baik, rela berkorban, cerdas dan teguh pendirian.

Mambang Teruna :
Tentu, kau gadis baik. Hatimu permata. Kau akan melahirkan sejarah yang baik pula. Alam terkambang jadi guru, anakku. Kebaikkan selalu berbalas kebaikan.

Dara Petak :
Bukankah kau selalu mengajarkan untuk patuh rela berkorban! Apakah ajaran itu sudah tidak berlaku lagi? Dara Jingga, kau bisa lihat aku akan merelakan diriku untuk ini.

Dara Jingga :
Berkorban bukan berarti menyerah, Petak!
(PDKK:84-85)

2)Dara Petak
Adalah tokoh bawahan yang berwatak datar. Yaitu suka bersolek, mau menang sendiri, sinis, dan iri hati. Data sebagai berikut:
Indra Jati :
Ya anakku. Itu impian perempuan. Tak dapat ibu berharap pada adikmu, Dara Petak. Sedikitpun tak singgah di benaknya untuk mendengarkan perasaan ibu. Berbedak, bersolek saja kerjanya.
(PDKK:72)

Dara Petak :
Jadi kau setuju? Tidak kusangka kau serendah itu! Di mana kecerdasan yang selalu dipuja-puja ayahanda, ibunda, dan banyak orang, Jingga? Jingga, ternyata hanya sampai disitu isi otakmu menyelamatkan diri dengan kesenangan sendiri! ( tersenyum sinis).
(PDKK : 81-82)

Dara Petak:
Ya ibu. Itulah yang dilakukan oleh anak kesayanganmu, Dara Jingga selalu dipuja dan disayangi. Ia amat rendah dan murahan, berani membangkang titah Suri Dirajo. Kalau tidak percaya silahkan buktikan sendiri!
(PDKK:91)

3)Mambang Teruna
Adalah tokoh bawahan yang berwatak datar, yaitu penyayang dan bijaksana.
Mambang Teruna :
Tentu, kau gadis baik. Hatimu permata. Kau akan melahirkan sejarah yang baik pula. Alam terkambang jadi guru, anakku. Kebaikkan selalu berbalas kebaikkan.

Dara Jingga :
Bukankah kebaikkan dan keburukan amat sulit untuk dibedakan, ibu?

Mambang Teruna :
Tidak anakku. Kebaikan dan keburukan itu amat mudah untuk dibedakan. Ini persoalan hati saja. Kebaikkan akan memenangkan, sebaliknya keburukan akan menimbulkan rasa gelisah. (PDKK:68-69)

4)Indra Jati
Adalah tokoh bawahan yang berwatak datar. Yaitu penyayang, tegas dan pemberani.
Indra Jati :
Tutup mulutmu yang berbisa itu Petak! Kesalahan apa yang telah ibu lakukan hingga kau tidak sedikitpun memiliki budi. Jangan membuat ibu merasa sesal melahirkanmu nak! Tak pantas bangsawan sepertimu berkata seperti itu!
(PDKK:92)

Indra Jati :
Sudahlah kakak. Kesedihanmu adalah kesedihanku juga. Derita ini milik kita bersama. Mari kita layari waktu yang akan memutuskan hidup kepada takdir dengan tegar. Seperti dirimu yang biasanya kakakku. (PDKK:93)

5)Suri Dirajo
Adalah tokoh bawahan yang berwatak datar. Ia memiliki watak egois, pemarah dan kejam.
Suri Dirajo :
Apa maksud kalian? Sudah pandai kalian mengajari aku sekarang! Belajar di mana kalian menjadi isteri durhaka, haa?
(PDKK:89)

Suri Dirajo :
Cih! (meludah). Memalukan kalian. Dara Jingga menghilang sejak dua hari yang lalu dilarikan Parpatih keparat itu! Kalian tidak tahu? Apa saja kerja kalian?
(PDKK:94-95)

Suri Dirajo :
Lancang! Aku tak segan-segan menghabisi para pembangkang walaupun itu anak kandungku sendiri.
Hulubalang seret Dara Jingga ke pelabuhan! Kau Dara Petak juga harus pergi. Mahisa Anabrang sudah menunggu. Tak seorangpunyang boleh menolak titah Suri Dirajo, raja bertuah.
(PDKK:97-98)

6)Cati Bilang Pandai
Adalah tokoh bawahan yang berwatak datar. Wataknya yaitu arif dan bijaksana. Berikut data yang mendukung watak Cati Bilang Pandai.

Cati Bilang Pandai :
Kalau itu keputusan kalian. Kuhargai. Karena setiap keputusan mempunyai resiko, meski aku melakukan dua kesalahan terbesar dalam hidup. Menghianati kepercayaan Suri Dirajo. Mendahului kewajiban seorang ayah. Menggunting dalam lipatan memohok kawan seiring. Tapi ini demi kebaikkan, agar keadilan ditegakkan. Maafkan aku Suri Dirajo. Berbahagialah kalian anak-anakku!
(PDKK:86)

7)Datuk Parpatih
Adalah tokoh bawahan yang berwatak datar. Wataknya yaitu penyayang, suka menolong, dan berani berkorban.

Datuk Parpatih :
Adik, engkau datang sebagai seorang yang meminta pertolongan. Aku akan menyelamatkanmu. (Perempuan dalam Keranda Kaca:77)

8)Hulubalang 1, 11 dan 111
Adalah tokoh bawahan yang berwatak datar. Ketiga hulubalang tersebut memiliki watuk patuh dan taat. Mereka mendapat tugas dari Suri Dirajo untuk mencari Dara Jingga dan Datuk Parpatih hal tersebut terungakap pada data berikut:
Suri Dirajo:
Cari Dara Jingga dan Datuk Parapatih. Seret mereka kehadapanku! Kalau mereka tidak kembali, bersiaplah menyaksikan Swarnabhumi diratakan dengan tanah!

Hulubalang 1, 11 dan 111:
Siap Tuanku. Dicari di mana tuanku?

Suri Dirajo:
Cih! (meludah). Memalukan kalian. Dara Jingga menghilang sejak dua hari yang lalu dilarikan Parpatih keparat itu! Kalian tidak tahu? Apa saja kerja kalian?
(PDK:94-95)

3.3 LATAR
Struktur drama berupa latar dapat mendukung tindakan para tokoh dan peristiwa yang terjadi dalam cerita. Keberadaan latar dalam suatu cerita saling mendukung antara satu dengan yang lain. Dalam suatu cerita ada beberapa jenis latar, yaitu:
1.latar waktu
2.latar tempat
3.latar alat
4.latar lingkungan kehidupan
5.latar sistem kehidupan
Seorang pengarang menggunakan latar dalam karyanya dengan tujuan agar pembaca ikut merasakan dan menghayati semua peristiwa, keadaan dan suasana yang diungkapkan dalam cerita. Latar yang terdapat dalam drama Perempuan dalam Keranda Kaca sebagai berikut.

3.3.1 Latar Waktu
Latar waktu yaitu latar yang menunjukkan pada waktu berlangsungnya cerita. Apakah cerita berlangsung pagi, siang, sore atau malam.
Latar yang terdapat dalam drama Perempuan dalam Keranda Kaca yaitu malam hari. Cerita berlangsung pada saat malam hari terdapat pada babak kedua yaitu ketika Dara Jingga menemui Datuk Parpatih dengan sembunyi-sembunyi. Hal tersebut terungkap pada data berikut.

DATUK PARPATIH:
Siapa ?
DARA JINGGA:
Aku, Dara Jingga. Selamat malam Datuk.
(PDKK:74)

Data tersebut sudah jelas menunjukkan kejadian itu pada malam hari yaitu ketika dara Jingga mengucapkan selamat malam pada Datuk Parpatih.

3.3.2 Latar Tempat
Latar tempat yaoitu latar yang menunjukkan tempat berlangsungnya kejadian dalam cerita. Latar tempat yang digunakan dalam drama Perempuan dalam Keranda Kaca yaitu kerajaan Swarnabhumi dan kerajaan Singosari. Hal tersebut terungkap pada data berikut.
DARA JINGGA:
Tidak bisa ku bayangkan. Jika sampai dibawa keluar dari kerajaan Swarnabhumi tercinta ini, dijadikan gundik oleh raja atau pembesar Singosari. Oh…
(PDKK:76)
Kerajaan Swarnabhumi merupakan tanah kelahiran Dara Jingga sehingga ia tidak mau dikirim ke kerajaan Singosari. Dara Jingga sangat mencintai kerajaan Swarnabhumi.

DARA PETAK :
Tak ada yang mampu berkuasa atas diri kami. Anakku, putra kerajaan Singosari akan menjadi raja di belantara negeri ini (MENYANYI DAN MENGELUS PERUTNYA BAHAGIA). Dara petak, putri kerajaan Swarnabhumi telah mengorbankan diri untuk negeri.



DARA JINGGA:
Keranda ini menjadi saksi, perempuan telah bebas. Sebebas burung dara yang terbang mematuk makan sesukanya. Ibu-ibu kami, para perempuan, tersenyumlah ibu, tersenyumlah sayang. Mimpi ibu tak sia-sia.

AKHIRNYA DARA JINGGA TETAP PADA PENDIRIANNYA UNTUK TIDAK BERSEDIA MENJADI GUNDIK RAJA ATAU PEMBESAR SINGOSARI. ATAS KETEGUHAN HATINYA, IA DIPERLAKUKAN DENGAN BAIK OLEH RAJA SINGOSARI. DALAM PERUTNYA TELAH TUMBUH BENIH DATUK PARPATIH SEDANGKAN SEPERTI KEINGINAN BERKORBAN UNTUK SWARNABHUMI. IA MERELAKAN DIRI MENJADI SELIR YANG KEMUDIAN SANGAT DISAYANGI OLEH RAJA SINGOSARI. KEDUANYA PUTRI SWARNABHUMI ITU DIPERLAKUKAN DENGAN BAIK NAMUN MEREKA TIDAK AKAN PERNAH DIKEMBALIKAN KE SWARNABHUMI.

Akhirnya Dara Jingga dan Dara Petak benar-benar menjadi duta perdamaian yang sesungguhnya di kerajaan Singosari. Selain dua kerajaan tersebut, drama Perempuan dalam Keranda Kaca juga mengambil latar di rumah Cati Bilang Pandai. Hal ini nampak pada data berikut.

SET BERBENTUK PONDOK YANG TERLETAK DI SELA-SELA PERIMBUNAN TANAMAN OBAT SEPERTI JAHE, KENCUR, SITAWAR, SIDINGIN. PONDOK YANG BERSIH. TERKESAN PEMILIKNYA ORANG YANG TELATEN. ITULAH TEMPAT PERISTIRAHATAN CATI BILANG PANDAI.DI TEMPAT ITU TELAH HADIR DATUK PARATIH, DARA JINGGA, DARA PETAK DAN CATI BILANG PANDAI.

Dirumah Cati Bilang Pandai tersebut, Datuk Parpatih, Dara Jingga dan Dara Petak meminta saran atas masalah yang sedang Dara Jingga Dan Dara Petak hadapi.



3.3.3 Latar Alat
Latar alat yaitu latar yang menunjukkan adanya seperangkat alat yang digunakan dalam sebuah cerita. Latar alat yang terdapat dalam drama Perempuan dalam Keranda Kaca yaitu tombak dan keris. Hal tersebut terungkap melalui data berikut.

SURI DIRAJO :
Lancang!aku tak segan-segan menghabisi para pembangkang walaupun itu anak kandungku sendiri.

KEMARAHAN SURI DIRAJO TAK TERBENDUNG LAGI. IA KALAP DAN MENGHUJAMKAN KERIS KE ARAH DARA JINGGA. DATUK PARPATIH BERLARI MENGHADANG, KERIS ITU MENANCAP DIDADANYA. DARA JINGGA HISTERIS MEMELUK TUBUH DATUK PARPATIH. DARA PETAK, MAMBANG TERUNA DAN INDRA JATI BERTERIAK-TERIAK HISTERIS. DARA PETAK YANG TERPANA TIDAK MENYANGKA KEMARAHAN AYAHNYA AKAN MENIMBULKAN PERTUMPAHAN DARAH.
(PDKK:97-98)
Keris merupakan alat yang digunakan oleh Suri Dirajo untuk mencoba membunuh Dara Jingga, namun Datuk Parpatih melindungi Dara Jingga sehingga ialah yang terbunuh. Keris ini juga digunakan oleh Indra Jati untuk membunuh Suri Dirajo. Sementara tombak merupakan alt yang digunakanoleh para hulubalang untuk perlengkapan kerajaan. Ini sesuai dengan data sebagai berikut.

HULUBALANG I, II, III :
Siap, tuanku!

TIGA ORANG HULUBALANG MUNCUL BERSAMAAN SIAP DENGAN TOMBAK DI TANGAN.

3.3.4 Latar Lingkungan Kehidupan
Latar lingkungan kehidupan merupakan gambaran tentang kondisi lingkungan kehidupan di sekitar para tokoh. Drama Perempuan dalam Keranda Kaca menggambarkan lingkungan kerajaan. Hal itu terungkap dengan adanya prajurit Hulubalang.
PADA BAGIAN INI PANGGUNG BERBENTUK RUANG PERTEMUAN YANG BERNAMA BALAIRUNG. SURI DIRAJO MONDAR MANDIR DENGAN WAJAH GELISAH. IA CEMAS MEMIKIRKAN PERJANJIANNYA DENGAN MAHISA ANABRANG UNTUK SEGERA MENYERAHKAN KEDUA PUTRINYA, GAGAL. GAGAL BERARTI MALU BESAR BAGINYA SEBAGAI PENGUASA TUNGGAL SWARNABHUMI YANG DISEGANI.

SURI DIRAJO :
Hulubalang!Hulubalang!
SUARA SURI DIRAJO MENGGELEGAR, MENGGETARKAN BALAIRUNG.

HULUBALANG I, II, III :
Siap, Tuanku!
TIGA ORANG HULUBALANG MUNCUL BERSAMAAN SIAP DENGAN TOMBAK DI TANGAN. (PDKK:94)

Adanya Hulubalang menunjukkan kondisi lingkungan kerajaan.

3.3.5 Latar Sistem Kehidupan
Latar sistem kehidupan adalah latar yang menunjukkan pada suasana kehidupan, konvensi atau tradisi, kebudayaan dan kepercayaan masyarakat. Latar sistem kehidupan yang terdapat dalam drama Perempuan dalam Keranda Kaca adalah sistem kehidupan kerajaan yang terikat pada tradisi. Tradisi yang dilakukan kerajaan Swarnabhumi yaitu dengan mengirimkan putri raja sebagai gundik agar kerajaan Swarnabhumi tidak jatuh dihadapan kerajaan Singosari. Hal tersebut terungkap pada data berikut.

SURI DIRAJO :
Tapi ini persoalan lain. Ini menyangkut kehormatan, harga diri, dan nama besar kita! SURI DIRAJO MENAHAN MARAHNYA MENGACUNG-ACUNGKAN KEDUA TANGANNYA LEBIH TINGGI.
(PDKK)

PADA BAGIAN INI PANGGUNG BERBENTUK RUANG PERTEMUAN YANG BERNAMA BALAIRUNG. SURI DIRAJO MONDAR-MANDIR DENGAN WAJAH GELISAH. IA CEMAS MEMIKIRKAN PERJANJIANNYA DENGAN MAHISA ANABRANG UNTUK SEGERA MENYERAHKAN KEDUA PUTRINYA, GAGAL. GAGAL BERARTI MALU BESAR BAGINYA SEBAGAI PENGUASA TUNGGAL SWARNABHUMI YANG DISEGANI.
(PDKK:94)

3.4 KONFLIK
Drama terasa dramatik apabila terdapat konflik antar tokoh. Konflik dibagi menjadi dua yaitu konflik fisik atau eksternal dan konflik batin atau kponflik internal (tarigan,1984:134). Konflik fisik adalah konflik yang terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat, dan masyarakat dengan alam. Konflik batin yaitu konflik yang terjadi antara satu ide dengn ide lain dan antara seorang dengan batinnya sendiri atau dengan hatinya.
3.4.1 Konflik Batin
Adalah konflik yang terjadi antara satu ide dengn ide lain dan antara seorang dengan batinnya sendiri atau dengan hatinya.konflik batin yang terjadi dalam drama perempuan dalam keranda kaca adalah sebagai berikut:
a.Dara Jingga
Dara Jingga mengalami konflik batin karena dia tidak sejalan dengan pemikiran ayahnya yang tidak memperhatikan keinginan anaknya.dara jingga ingin mengubah sejarah yang selama ini diterapkan oleh ayahnya. Hal tersebut terungkap dalam data tersebut:
Dara Jingga :
Aku perempuan yang akan melahirkan sejarah ibu!
(PDKK:69)
Namun, semanagat untuk merubah sejarah tradisi yang ada sempat membuat dara jingga ragu untuk mewujudkannya. Hal ini terungkap pada data:

Dara jingga :
Tidak, ibu! Impin itu akan hancur! Perempuan tak akan pernah bisa menetukan pilhan! (perempuan dalam keranda kaca:71)

b.Mambang Teruna
Konflik batin yang terjadi pada mambang teruna yaitu rasa takut akan sejarah pahit terulang pada anaknya. Hal tersebut terungkap pada:
Mambang Teruna :
oh… tidak! Kecemasanku. Ketakutanku. Oh, akankah semuanya menjadi kenyataan? Dara jingga, mengapa harus kau? Tak adakah yang berubah dengan hidupku, dengan nasib ini? (perempuan dalam keranda kaca:71)

data tersebut menunjukkan adanya konflik batin pada diri Mambang Teruna. Ia sebenarnya tidak menginginkan anaknya menjadi seorang gindik.namun, ia tidak mempunyai kekuatan untuk mengubah pemikiran suaminya.



c.Indra Jati
konflik batin yang dialami oleh indra jati yaitu kekecewaan terhadap anak kandung. Dara petak. Ia tidak mempunyai pemikiran seperti dara jingga yang ingin mengubah sejarah. Hal ini terungkap pada data sebagai berikut.
Indra jati:
Ya, anakku. Itu impian perempuan. Tak dapat ibu berharap pada adikmu. Dara petak tak sedikitpun tak singgah di benaknya untuk mendengarkan perasaan ibu. Berbedak, bersolek saja kerjanya.oh… tuhan nasibku nan malang, dikurung di sangkar emas. Mata lepas badan tak bebas. (perempuan dalam keranda kaca:72)

Dibalik rasa kecewaannya ia juga tidak mampu membayangkan ketika anak-anaknya menjadi gundik. Hal tersebut terungkap pada data sebagai barikut:
Indra jati:
Oh.. haruskah nasib ku wariskan pada anak-anak? Dipajang, dipandang-pandang, diusap bak porselin. Oh.. tidak! (perempuan dalam keranda kaca:73)




d.Datuk Parpatih
konflik batin yang dialami oleh datuk parpati yaitu ketidak berdayaan melawan kebijakan atau tradisi kerajaa yang bertentangan dengan hati nuraninya. Hal tersebut terungkap dalam hal berikut:
Datuk Parpatih:
Sudahlah dara jingga. Jujur kukatakan diri ini lebih tak rela bila dirimu dijadikan gundik. Ini penghinaan besar pada perempuan di negeri ini sering bertentangan pada nuraniku.perlu kupahami bahwa hati ini berontak. Kenapa erempuan tidak diberi sedikit saja kebebasan untuk memilih. (perempuan dalam keranda kaca:76)



e.Dara Jingga dan Dara Petak
konflik batin yang dialami oleh dara jingga yaitu terjadinya perdebatan dengan dara petak. Perdebatan antara mereka terdapat pada data berikut:
Dara Petak :
kalau memang kamu begitu, kanapa mesti lari dari kenyataan? (menatap dara jingga, menuntut jawaban) katakana padaku jingga, apakah kau tak prihatin dengan keadaan ini? Apa kau tidak memikirkan swarnabhumi, jika rencana ayahanda kita kacaukan? Bukankah mencintai rakyat, seperti yang kau ajarkan kepadaku?
Dara jingga:
Ya! Tentu aku prihati petak.
Dara petak:
Lantas, apa tak terpikir olehmu menolong rakyat?
Dara jingga tentu. Kita harus berjuang melepasakan adari nasib buruk ini justru kecintaan ku kepada swarnabhumi, ini kulakukan.
Dara petak:
Turutlah perintah ayahanda. Kalau kau hendak berkorban.
Dara jingga:
Apa yang kau katakan petak patut untuk dipergundik. Mana harga dirimu?(dara jingga yang dari tadi berusaha untuk tenang kini berteriak marah). (perempuan yang dalam keranda kaca:84)

3.4.2 Konflik Fisik
Konflik fisik yang terjadi dalam drama perempuan dalam kaca adalah konflik antara manusia dengan manusia.
a.Dara Jingga dengan Datuk Parpatih adanya konflik tersebut dalam drama perempuan dalam kaca terungkap pada data sebagai berikut.
Dara Jingga:
Bagaiman caranya. Datu?(bertanya penuh harap)
Datuk parpatih:
Aku menikahi engkau,engkau!
Dara jingga lancing! Hendak menagguk di air keruh tuan rupanya!
Tangan dara jinnga melayang, menampar pipi datuk parpatih.
Datuk parpatih:
Ya, tamparlah sepuasmu dara jingga bekas jemarimu akan menjadi saksi betapa aku mencintaimu (mengusap pipinya) sudah lama diri ini menahan rasa yang selalu datang seperti badai, menghempas di dinding jiwa. Aku menyayangimu. Apa akau salah jika mengatakan ini, adikku. (perempuan dalam keranda kaca:77)




b.Suri Dirajo dengan Dara Jingga dan Datuk Parpatih
Konflik Suri Dirajo dengan Dara Jingga dan Datuk Parpatih diawali dari kemarahan suri dirajo yang tidak terima melihat anaknya menikah dengan datuk parpatih. Hal tersebut terungkap pada data berikut:
Suri Dirajo ;
Lancang aku tidak segan-segan menghabisi para pembangkang walaupun itu anakku sendiri (PDKK:97)
Data tersebut menunjukkan adanya perkelahian antara Suri Diraja dengan Dara Jingga dan Datuk Paratih. Suri Diraja ingin membunuh Dara Jingga. Namun keinginannya gagal karena Datuk Parpatih melindungi Dara Jingga sebagai datuklah yang terbunuh.
c. Suri Diraja dengan Indra Jati
Konflik Suri Dirajo dengan Indra Jati terjadi ketika Indra Jati tiba-tiba berlari ke arah Suri Diraja dan menghujamkan keris sampai ahkirnya Suri Dirajo terbunuh. Data tersebut terungkap pada.
TIBA-TIBA INDRA JATI BERLARI KEARAH SURI DIRAJO MENGHUJAMKAN KERIS YANG DICABUTNYA DARI DADA DATUK PARPATIH. SENJATA MAKAN TUAN. SURI MEREGANG NYAWA DENGN SENJATA PUSAKA MILIKNYA SENDIRI.

3.5 DIALOG
Sebagaimana yang dikatakan Ahmad Nasution, dkk (dalam Sudjarwadi) mengatakan bahwa percakapan dalam drama meliputi prolog, monolog, dialog dan epilog. Pada drama Perempuan Dalam Keranda Kaca ini teknik prolog, dialog dan epilog.
Pada babak pertama dalam drama Perempuan Dalam Keranda Kaca didahului dengan prolog, yakni percakapan untuk percakapan untuk menyatakan cerita yang hendak disajikan. Prolog ini disampaikan oleh seseorang yang bertindak sebagai dalang. Hal ini terlihat pada data berikut.
DI ANJUNG PARANGINAN BERDIRI DARA JINGGA MENATAP KE KEJAUHAN DENGAN MATA MENERAWANG DAN HATI GELISAH. APA YANG SELAMA INI DITAKUTI AKAN DATANG JUGA. WAKTU MELINTAS DI BALAIRUNG SARI, TIDAK SENGAJA IA MENDENGAR PEMBICARAAN YANG MENYEBUT-NYEBUT NAMANYA DAN DARA PETAK. YANG MEMBUAT IA SEDIH ADALAH KEPUTUSAN SURI DIRAJO UNTUK MENGIRIM DIRINYA DAN DARA PETAK KETANAH JAWA.

Prolog ini sebagai pengantar sebelum ada dialog.
Dialog merupakan percakapan antar pelaku yang satu dengan pelaku yang lain. Drama perempuan dalam keranda kaca yang diceritakan dengan tehnik dialog, dan hal ini merupakan salah satu ciri drama. Dialog juga berfungsi memberitahukan keadaan kejiwaan tokoh kepada pembaca. Hal ini terlihat pada data berikut.
Dara Jingga:
Apakah sejarah yang aku lahirkan akan di pelajari, ibu?
Mambang Taruna:
Tentu, anakku. Dunia akan mempelajarinya.

Data diatas menunjukkan keadaan tokoh yang sedang gelisah. Dara Jingga mempunyai impian yang dapat mengubah sejarah kehidupan tetapi ia tidak yakin impiannya tersebut akan tercapai. Mambang Taruna meyakinkan Dara Jingga atas impiannya tersebut. Selain dialog diatas, semua dialog drama perempuan dalam keranda kaca merupakan tehnik dialog percakapan.
Dialog berfungsi untuk melancarkan cerita, memberitahu keadaan tokoh, dan mencerminkan pikiran tokoh.
Datuk Parpatih :
Ya, Tamparlah sepuasmu, Dara Jingga. Bekas jemarimu akan menjadi saksi betapa aku mencintaimu.(Mengusap pipinya), sudah lama diri ini menahan rasa yang selalu datang sebagai badai, menghempas-hempas di dinding jiwa. Aku menyayangimu. Apa aku salah jika mengatakan ini, Adikku.
Datuk Parpatih menarik telapak tangan Dara Jingga, membawa ke dadanya. Dara Jingga tak kuasa menolak.
Datuk Parpatih :
Rasakanlah, Dara Jinnga. Rasakan debar jantungku yang berdebur seperti ombak samudra menghempas karang. Katakanlah Dara Jingga, sayangku berbalas.
Datuk parpatih memperkuat genggaman.
Dara Jingga:
Insyaflah, Datuk! (Menarik tangannya perlahan) Jika terlihat orang cemarlah nama kita! Ada yang mesti di jawab dan ada yang tak mesti diungkap dengan kias dan umpama sekalipun, Datuk. Harap Datuk pahamkan itu.
Data di atas menunjukkan keadaan tokoh yang sedang kasmaran. Datuk Parpatih jatuh cinta pada Dara Jingga yang membuat dia tidak bisa mengontrol sikapnya terhadap Dara Jingga, tetapi Dara Jingga tidak membalas Datuk Parpatih karena terlihat orang dan nama mereka tercemar.
Keadaan kejiwaan Dara Jingga juga terungkap pada data berikut ini.
Dara Jingga :
Begitulah kalau waktumu hanya dihabiskan untuk bersolek. Perhatikanlah rakyat, perhatikanlah negeri ini, Swarnabhumi yang subur dan kaya, yang membuat kita bangga. Ternyata telah digerogoti perlahan-lahan. Kita akan dihancurkan oleh Singosari. Itulah mengapa engkau dan aku dijadikan tumbal yang berkedok duta perdamaian dengan Singosari!
Dara Petak:
Ha! Begitukah?
Dara Jingga:
Ya, Petak sayang. Sekarang bukalah matamu nan lebar nan indah itu. Pergunakanlah untuk melihat dunia yang tidak semuanya indah seperti sangkaanmu.
Data di atas menunjukkan cerminan pemikiran Dara Jingga yang jernih dan tetap tenang dalam keadaan apapun. Menggambarkan watak Dara Jingga yang sabar, pasrah dan setia pada negerinya.
Drama Perempuan dalam keranda kaca menggunakan tehnik dialog dan prolog. Secara lengkap drama ini menggunakan dua tehnik. Tehnik yang dominan dalam drama ini adalah tehnik dialogue atau dialog. Hal ini sesuai dengan pendapat Marjorie Boulton dalam bukunya yang berjudul The Anatomy of Drama. Ia menyatakan bahwa “A Play Is Its Dialogue”. Suatu drama adalah dialog.



















BAB IV
KESIMPULAN


4.1 KESIMPULAN
Drama Perempuan dalam Keranda Kaca merupakan salah satu judul drama yang menggambarkan tentang seseorang perempuan yang terkekang kehidupannya oleh tradisi. Keranda dalam drama Perempuan dalam Keranda Kaca digambarkan sebagai suatu tempat yang sepit dan membatasi ruang gerak. Dalam kenyataannya, keranda terbuat dari sebuah besi yang sangat sulit untuk dipatahkan. Apalagi dipatahkan oleh seorang perempuan, diperlukan sebuah keberanian dan kekuatan untuk melepaskan diri dari keranda.
Dalam drama Perempuan dalam keranda kaca, keranda kaca melambangan sebuah kerajaan Swarnabhumi yang mempunyai tradisi tidak membebaskan perempuan dalam menentukan pilihan hidup. Tradisi tersebut telah dikenal masyarakat secara turun-temurun.
Berdasarkan pengkajian tokoh terhadap naskah darama Perempaun dalam Keranda Kaca, yaitu tokoh utama dalam Perempuan dalam Keranda Kaca adalah Dara Jingga. Ia adalah tokoh yang menjadi sentral cerita berhubungan dengan tema yaitu, Dara Jingga seorang perempuan yang mempunyai impian yang mulia. Ia mengubah tradisi Swarnabhumi, karena tradisi tersebut membatasi kehidupan perempuan. Dara Jingga mempunyai tekad yang kuat untuk mengubah tradisi kerajaan.



DAFTAR PUSTAKA

Anoegrajekti, Novi.2004. Diktat Pengantar Ilmu Sastra. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Jember Fakultas Sastra Tahun 2004.
Endraswara, Suwardi.2008.Metodologi Penelitian Sastra.Yogyakarta.MedPress.
IKAPI Jakarta, 2005, 5 Naskah Drama Pemenang sayembara Dewan Kesenian Jakarta 2003, Jakarta; Grasindo.
__________. 2005.5 Naskah Drama.Jakarta: PT Grasindo.
Tarigan, Henry Guntur.1984.Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: PT Angkasa
Nurgiyantoro, Burhan.2002.Teori Pengkajian Fiksi.Jogjakarta: Gadjah Mada Universty Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar