Selasa, 19 November 2013

Laporan Observasi: Merapi Online Group




LAPORAN OBSERVASI


PrimaNet, Warnet Multimedia
Primadonanya Masyarakat Yogya


Oleh,
M. Badrus Solichin
(No. Peserta, 135)





YOGYAKARTA
NOVEMBER 2013



 
LATAR BELAKANG PrimaNet
Merapi Online Group merupakan sebuah badan usaha swasta yang menjual jasa pelayanan akses internet. Berlokasi di Jl. Laksda Adisucipto, No.26, Yogyakarta. Badan usaha atas modal perorangan dan didirikan jauh sebelum masyarakat Yogya menemui banyak warnet bertebaran di suatu tempat seperti sekarang ini. Bisa dibilang bahwa Merapi Online Group merupakan salah satu dari tiga badan usaha warnet tertua di Yogyakarta. Pada masa permulaan, Merapi Online hanya memiliki satu komputer kusam dan satu bilik pengguna. Pengoperasi komputer adalah sang pemilik sendiri dan belum memiliki karyawan seperti sekarang.
Seiring waktu, perkembangan kemajuan Merapi Online Group begitu pesat. Sampai akhirnya pemilik berniat untuk membuka cabang warnet Merapi Online di lain tempat. Tentunya niatan tersebut tidak terwujud semudah apa yang direncanakan. Banyak kendala dan persoalan seiring merintisnya, namun sang pemilik tidak mudah putus asa demi mewujudkan niatannya. Terbutkti, NetCity dapat berdiri kokoh dan menyediakan layanan internet yang memiliki bilik lebih banyak. Beberapa tahun kemudian, berdiri pula cabang warnet kedua dengan nama JagoNet yang beralamat di Jl. Raya Solo. Setelah jalannya usaha kedua warnet tersebut semakin berkembang pesat, di tahun 2011 tepatnya pada tanggal 15 Juli cabang ketiga didirikan dengan nama PrimaNet. Berlokasi di kompleks pertokoan YPA Square, C. 3a, atau beralamat di Jl. C. Simanjutak, Terban, Yogyakarta.
Bangunan PrimaNet terletak di paling ujung selatan YPA Square. Berlantai dua, yang masing-masing lantai dipenuhi bilik warnet. Masing-masing bilik berpintu serta berjajar rapi. Kondisi fisik bilik bercat hitam dan dengan sedikit warna merah sebagai penghias. Sedangkan sejarah perkembangannya, mulai berdiri di tahun 2011 sampai di tahun 2013 ini PrimaNet telah dikenal sebagai primadona warnet oleh kalangan siswa, mahasiswa, maupun masyarakat Terban. Dengan pelayanan yang serba profesional, bersih dan terawat, karyawan yang ramah dan murah senyum, menjadikan PrimaNet setiap harinya selalu dipenuhi pengunjung hingga menimbulkan antrian pengunjung.

KONDISI FISIK PrimaNet
Lokasi Bangunan
PrimaNet berlokasi di kompleks pertokoan YPA Square, C. 3a, atau beralamat di Jl. C. Simanjutak, Terban, Yogyakarta. Bernaung di bangunan berlantai dua tepat berada di deretan paling ujung selatan YPA Square.
Jumlah Komputer
Sebuah warnet memang seharusnya memiliki jumlah komputer yang memadai. Sehingga dapat menghindarkan pengunjung dari menunggu terlalu lama (antri) atau malah meninggalkan warnet. Namun PrimaNet sudah memenuhi standar kelayakan jumlah komputer yang sebanyak 40 unit. Setiap komputer memiliki perangkat hardware dan software original yang sangat baik, karena adanya perawatan berkala setiap minggu.

Network
PrimaNet menggunakan jaringan berjenis LAN (Local Area Network) yang membuat setiap komputer terkoneksi begitu lancar.

Fasilitas Pengunjung
Fasilitas Perangkat
Pengunjung PrimaNet tidak perlu bingung apabila membutuhkan cardrider, webcam, alat burning, ear phone, maupun speaker, karena di PrimaNet perangkat seperti itu sudah disiapkan dan dipinjamkan secara gratis. Cara peminjamannya pengunjung cukup menyerahkan kartu identitas sebagai bukti jaminan kepada operator warnet.
Fasilitas Ruang
PrimaNet memiliki dua macam ruang yang dapat ditempati sesuai selera pengunjung. Yakni ruang no smoking dan ruang smoking. Perbedaan kedua ruang tersebut adanya AC di ruang no smoking dan tidakadanya di ruang smoking. Para pengunjung yang ingin merokok juga disediakan asbak dan korek api.
Fasilitas Kafetaria
Apabila pengunjung kehausan atau kelaparan saat browsing, tidak usah binggung. Selain menjual jasa akses internet, PrimaNet juga menyediakan layanan kafe. Berbagai macam jenis snack dan softdrink yang dingin atau tidak telah tersedia dengan harga yang sangat merakyat. Pengunjung tinggal memesan sesuai selera kepada operator warnet, seketika apa yang dipesan telah tersajikan.



Operator Warnet
PrimaNet dipekerjakan oleh operator warnet sesuai jadwal jam kerja yang terbagi dalam tiga shift. Pershift terdiri dari tiga orang. Satu orang sebagai pengoperasi billing dan bagian keuangan. Dua orang lainnya sebagai pelayan pengunjung. Yakni pelayan kafe dan juga pelayan saat dimana pengunjung menuai permasalahan saat mengoperasikan komputer atau saat mengakses jaringan internet. Selain dituntut mampu bekerja dalam tim, operator PriamNet juga diharuskan bersedia rutin sholat Dhuha (bagi muslim), bermoral, jujur bersikap, dan disiplin waktu. Dari situ keprofesionalan kinerja operator warnet dijamin berkualitas dan dapat dipercaya pengunjung. Apalagi sudah tersohor di kalangan masyarakat Yogyakarta, kalau tidak sembarang orang bisa menjadi operator warnet di Merapi Online Group. Perekrutan operator warnet harus mampu lolos dari berbagai tes. Mulai dari tes interview awal, tes psikotes dan outbound, sampai tes interview terakhir. Dari proses seleksi yang superketat tersebut, sehingga dapat menghasilkan SDM yang sanggup berdedikasi dalam bekerja.

Sabtu, 09 November 2013

RESENSI BUKU MITOS DALAM TRADISI LISAN INDONESIA


IDENTITAS BUKU


  • Judul Buku : “Mitos dalam Tradisi Lisan Indonesia”
  • Penulis : Dr. Sukatman, M.Pd.
  • Editor : Dr. Sukidin, M.Pd.
  • Penerbit : Center For Society Studies (CSS)
  • Kota dan Tahun Terbit : Jember, 2011 (Cetakan Pertama)
  • ISBN : 978-602-8035-65-1
  • Jumlah Halaman dan Bab : 238 Lembar, 12 Bab Pembahasan





RESENSI BUKU MITOS DALAM TRADISI LISAN INDONESIA


  1. RINGKASAN BUKU
  1. Mitos dalam Tradisi Lisan
Mitos merupakan bagian tradisi lisan yang memuat sejumlah nilai moral yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, di antaranya untuk pembinaan watak, pendidikan multikultural, dan upaya menumbuhkan rasa kebangsaan. Secara harfiah kata mitos berasal dari bahasa Yunani ‘muthos’; ‘mythos’ yakni memiliki arti sesuatu yang diungkapkan, sesuatu yang diucapkan, misalnya cerita. Menurut Sukatman (2011:1) mitos adalah cerita yang bersifat simbolik dan suci yang mengisahkan serangkaian cerita nyata ataupun imajiner yang berisi asal-usul dan perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewa, kekuatan supranatural, pahlawan, manusia, dan masyarakat tertentu yang berfungsi untuk (a) meneruskan dan menstabilkan kebudayaan, (b) menyajikan pentunjuk-petunjuk hidup, (c) mengesahkan aktivitas kebudayaan, (d) memberi makna hidup manusia, (e) memberikan model pengetahuan untuk menjelaskan hal-hal yang tidak masuk akal dan pelik. Pengertian mitos relatif beragam, karena disusun oleh bermacam-macam ahli dengan sudut pandang yang berbeda.
Mitos bukan sekedar dongeng, mitos memberikan model dan arkhetripe yang dijadikan referensi tindakan dan sikap hidup manusia. Tindakan yang dimaksud adalah tindakan spiritual religius, bukan tindakan profan sehari-hari. Mitos mengandung kebenaran yang membentuk kekuatan-kekuatan religius-magis bagi kehidupan manusia. Namun dalam kehidupan manusia modern, mitos mulai ditinggalkan. Akan tetapi, manusia modern tidak bisa sepenuhnya terlepas dari mitos. Ketergantungan itu ditunjukkan dengan masih adanya sikap-sikap mistis, utamanya saat manusia modern terbentur dengan kesulitan hidup yang di luar jangkauan kekuatan manusia. Mitos-mitos dalam manusia modern merosot dalam bentuk legenda, epos, dan balada.
Dalam kehidupan masyarakat mitos mempunyai ciri bersifat sakral atau disucikan oleh masyarakat pemilik, imajiner sehingga cenderung tidak bisa dijumpai dalam dunia nyata, dan merupakan sumber tatanilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat pemilik mitos dan nyata-tidaknya mitos tidak menjadi persoalan penting.
Klasifikasi jenis mitos yang ada amat beragam, menunjukkan bahwa sudut pandang penggolongan mitos amat beragam. Berdasarkan keluasan isi dan substansi isinya, menurut Sukatman (2011:6-7) mitos dapat dikelompokkan menjadi (1) mitos awal penciptaan, (2) mitos kosmogoni, (3) mitos asal-usul, (4) mitos mahluk adikodrati, (5) mitos antropogenik, (6) mitos kepahlawanan (heroisme), (7) mitos transformasi, (8) mitos languagenik, (9) mitos ekhsatoik, (10) mitos ritual atau penyembahan.
Mitos difungsikan sebagai sarana untuk mengajarkan sains tentang aturan alam semesta (kosmos) kepada manusia. Pada masa primitif manusia mengenal dan memahami alam yang mereka diami melalui mitos. Mitos juga difungsikan sebagai upaya mendukung dan memapankan tatanan sosial. Melalui mitos manusia menata kehidupan sosial dengan mengukuhkan berbagai aturan. Dalam kondisi ini akhirnya mitos menjadi sumber pola tindakan manusia dalam berinteraksi sosial.

  1. Mitos Penciptaan Jagad Raya
Mitos awal penciptaan adalah mitos yang menceritan penciptaan alam semesta yang sebelumnya sama sekali tidak ada. Alam semesta diciptakan lewat pemikiran, sabda, atau usaha dari dewa. Apabila penciptaan alam semesta itu dengan menggunakan sarana yang sudah ada atau dengan perantara disebut mitos kosmogoni. Di Indonesia, berdasarkan bentuk kesastraan yang ada, mitos awal penciptaan disebarkan dan dituturkan dalam bentuk hibrida dengan bentuk-bentuk tradisi lisan yang berupa mantra, serat, cerita wayang, Hoho (puisi naratif klasik Nias), dan sebagainya.
Dalam buku yang ditulis Sukatman, terdapat contoh mitos penciptaan jagad raya menurut beberpa versi yang dipercayai oleh masing-masin masyarakat daerah di Indonesia. Diantaranya mitos Awal Penciptaan Jagad Raya dalam Tradisi Lisan Jawa, Mitos Awal Penciptaan Jagad Raya dalam Tradisi Lisan Nias Sumatra Utara, Mitos Awal Penciptaan Jagad Raya dalam Tradisi Lisan Dayak Ngaju Borneo, Mitos Kosmogoni dalam Tradisi Lisan Cina,Mitos Kosmogoni dalam Tradisi Lisan Amungme-Papua.

  1. Mitos Asal-usul
Mitos asal-usul mengisahkan asal mula atau awal dari segala sesuatu (munculnya) benda-benda yang ada, setelah alam ini diciptakan. Mitos asal-usul merupakan pembuka rahasia dunia yang termanisfestasikan dalam budaya manusia. Mitos ini berguna untuk memberikan model pengetahuan dan menjelaskan hal-hal yang tidak masuk akal dan sulit dipahami oleh nalar manusia.
Mitos asal-usul merupakan kisah lanjutan dari mitos awal penciptaan dan mitos kosmogoni. Karena itu mitos asal-usul merupakan mitos lanjutan dari mitos kosmogoni dan proses penuturannya dalam tradisi lisan berbagai bangsa sering melekat dan bahkan terkesan tumpang tindih. Dalam buku dipaparkan beberapa contoh mitos asal-usul yang terjadi di Indonesia, salah satunya mitos asal-usul telaga ‘Ngebel’ di Ponorogo.

  1. Mitos Roh Penunggu dan Mitos Ritual
Komunikasi anatara manusia dengan roh, dalam masyakat Jawa dipercaya ada. Tentu hanya dilakukan oleh pawang tertentu saja. Masyarakat Jawa percaya bahwa pawang bisa memanggil roh dengan mantra-mantra. Bacaan mantra bisa mendatangkan dan bila ada yang mampu menjadi perantara, roh bisa masuk ke tubuh orang lain, sehingga bisa berkomunikasi dengan orang awam. Peristiwa ini misalnya terdapat dalam uapacara rakyat ”Seblang” di Banyuwangi.
Mitos difungsikan ritual sebagai upaya mendukung dan memapankan tatanan sosial. Melalui mitos manusia menata kehidupan sosial dengan mengukuhkan berbagai aturan. Dalam kondisi ini akhirnya mitos menjadi sumber pola tindakan manusia dalam berinteraksi sosial. Sebagai contoh mitos Nyai Roro Kidul: Penguasa Laut Selatan. Masyarakat Jawa di pesisir selatan yang umumnya petani dan sebagai nelayan, percaya bahwa di laut selatan terdapat kerajaan makhluk halus yang disebut Nyai Roro Kidul. Setiap tahun baru tanggal 1 Suro, kerajaan mengadakan selamatan. Untuk ikut merayakan pesta kerajaan itu, biasanya masyarakat nelayan dan petani pantai selatan pulau Jawa mengadakan upacara selamatan larung sesaji di laut selatan. Sesaji larung itu berupa kepala kerbau dan juga berbagai hasil pertanian.

  1. Mitos Sumber Penyakit dan Pengobatan
Mitos roh halus sebagai sumber penyakit dipercayai di kalangan masyarakat Madura. Agar masyarakat terhindar dari petaka penyakit tersebut mereka mengadakan ritual yang disebut ‘rokat’. Dalam upacara ”rokat”, ruwatan anak perlu dilakukan masyarakat Madura karena anak yang tidak diruwat akan terkena petaka. Petaka itu bersumber dari mahluk halus Bathara Kala.
Mitos Bathara Kala sebagai sumber petaka dan penyakit ini juga terdapat dalam Masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa juga mengenal mitos Bathara Kala sebagai raja mahluk halus. Bathara Kala adalah anak yang lahir dan tersesat, sebagai raja jin, setan, ilu-ilu, banas pati, gendruwo, thuyul, dan semua mahluk tidak sempurna lainnya. Anak-anak yang lahir dengan kondisi berikut akan rentan terkena petaka dan penyakit.
Bersumber mitos Bathara Kala itulah, dalam masyarakat Jawa terdapat kepercayaan bahwa penyakit dibawa oleh mahluk halus. Penyakit itu biasanya dialami orang per orang atau bisa juga mewabah (terjadi secara masal) yang dalam istilah Jawa disebut “pageblug”.

  1. Mitos Kesaktian dan Kepahlawanan
Mitos orang sakti termasuk mitos budaya. Mitos orang sakti biasa disebarkan lewat tradisi penuturan nyanyian tradisional (tembang), mantra, dongeng, obrolan sehari-hari. Berdasarkan dokumen yang pernah ditemukan Sukatman (1998) yakni Serat Dayat Jati. Kesaktian dapat diperoleh dengan mendekatkan diri kepada Tuhan (manunggal dengan Tuhan). Wali Songo lewat naskah itu mengajarkan bahwa untuk bisa dekat dan manunggal dengan Tuhan, dalam hidup manusia harus menjalani (i) laku hidup,(ii) pertapaan hidup, dan (iii) cobaan (pantangan) hidup.
Masyarakat Jawa sampai sekarang masih yakin bahwa masjid Agung Demak yang dirikan para wali, salah satu tiangnya terbuat dari “tatal”, yakni sisa-sisa kayu kecil bekas proses pengolahan kayu untuk bagian bagunan. Konon tiang yang terbuat dari “tatal” itu dibuat oleh Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo yang terkenal digdaya (sakti). Spontan Sunan Kali Jaga mengumpulkan ”tatal” ditata dan diluruskan dengan benang (”disipat”), lalu didoakan maka jadilah satu tiang besar yang diinginkan, dan bekas-bekas penataan ”tatal”-nya masih tampak. Konon, sampai sekarang tiang itu masih ada di salah satu tiang masjid Demak.

  1. Mitos Cinta dan Erotisme dalam Tradisi Lisan
Cinta rupanya cerita yang paling tua dalam kehidupan manusia. Cinta muncul sebagai perekat hubungan pria dan wanita. Pasangan pria-wanita diadakan oleh Tuhan untuk menjaga keseimbangan hidup. Dalam mitos Jawa Hindu Bathara Guru menciptakan Dewi Uma sebagai istrinya sendiri. Dalam mitos Dayak-Ngaju, Ranying Hatala Langit menciptakan Dewa Kangkalingen berjodoh dengan Dewi Jatha Bawalang Bulau. Keduanya kemudian menciptakan sepasang manusia pertama: Manyamei dan Tempon Tiawun sebagai manusia pertama yang turun ke di bumi. Dalam mitos Nias Sumatra Utara, Tuhan bernama Sihai menciptakan lelaki pertama Tuha Sangeha-ngehao, dan menciptakan Buruti Sangaewa-ngaewa sebagai istrinya. Dalam mitos agama langit, Tuhan menciptakan Adam dan istrinya, Hawa, kemudian karena takdirnya diturunkan ke dunia dan beranak-cucu sampai bumi hampir penuh.
Kisah cinta tersebut berkembang sampai saat ini dalam bebagai versi dan berbagai bangsa. Bahkan, dalam masyarakat Jawa kisah cinta itu tidak hanya ada pada dewa dan manusia, tetapi juga pada binatang Mimi dan Mintuna. Mimi dan Mintuna adalah sepasang ikan yang sangat setia, kemanapun pergi selalu berdua. Karena itu, dalam masyarakat Jawa, orang tua selalu mendoakan anaknya yang baru menikah dengan uacapan: “Semoga selalu rukun sampai tua, seperti Mimi dan Mintuna”.
Dalam tradisi lisan Jawa, kisah cinta (a) Bathara Guru Dewi Uma, (b) Dewa Kamajaya Dewi Ratih, (c) Rama Sinta, (d) Janaka Sri Kandi, dan (e) Prana Citra Roro Mendut menimbulkan cerita baru tentang kisah perburuan cinta. Untuk mendapatkan cinta, seseorang berjuang keras. Bahkan, sampai dengan memanfaatkan mantra-mantra khusus.
Mantra yang terkenal tentang pengasihan cinta adalah mantra Aji Jaran Goyang. Untuk mengamalkan mantra ini syaratnya adalah puasa tiga hari, dibaca saat mahgrib, menghadap ke barat. Mandi air kembang, memakai sabuk mori di dalamnya diisi bunga Kanthil. Selesai dibaca kaki dihentakkan tanah tiga kali.
Erotisme dalam teka-teki Teka-teki hanyalah salah satu media ekspresi masyarakat mengenai erotisme. Penggunaan kosa-kata seksual dalam teka-teki merupakan hal yang luar biasa, dan berbeda dengan erotisme dalam folklor yang lainnya. Beberapa teka-teki seksual masih dipublikasikan misalnya, Ganander mempublikasikan teka-teki seksual di Finlandia awal 1783. Sampai sekarang, teka-teki seksual serupa pernah dipublikasikan oleh Taylor (1951) dan Hart (1964), dalam teka-teki Inggris ( Bregenhoj, 1997).

  1. Mitos dalam Nama dan Pencitraan
Sistem penamaan (system of naming) juga disebut nomen clature. Sistem penamaan (nomen clature) merupakan tradisi yang sudah lama berkembang di atas bumi. Bisa diduga tradisi pemberian nama pada manusia ini muncul sejak adanya manusia. Bahkan, Tuhan juga mempunyai nama. Misalnya dalam Islam, Allah mempunyai 99 nama, dan nama itu menggambarkan sifat-sifat Tuhan.
Pemberian nama pada manusia (nama diri) biasanya bersumber dari (1) nama-nama dan sifat Tuhan, (2) nama benda alam semesta seisinya (nama planet, tanah, langit, bulan, gunung, air, angin, api), (3) nama-nam hewan dan tumbuhan), (4) agama (nama dewa, malaikat, nabi, penyebar dan pemimpin agama), (5) nama tokoh mitologi dan sifat-sifatnya, (6), nama tokoh orang terkenal, (7) kata-kata atau konsep positip yang terkait dengan indra manusia (mata, telinga, hidung, jantung-hati atau perasaan, dan pikiran/otak), (8) aktivitas atau profesi manusia, (9) nama hari, bulan, dan tahun, (10) nama daerah tempat kelahiran atau tempat tinggal, (11) nama yang bersumber dari peristiwa alam, dan (12) nama peralatan,.
Nama bukanlah sekedar identitas yang menandai individu. Di dalam nama terkandung doa dan harapan orang tua tentang suatu kondisi yang diinginkan sesuai dengan nama yang dipilih. Di dalam nama tergambar (a) idealisme yang dianut pemilih nama, (b) cita-cita yang hendak dicapai orang tua dan pemilik nama, (c) restu orang tua terhadap anak yang diberi nama, (d) pola pikir budaya pemilih dan pemakai nama, (e) sikap sosiobudaya dan sosiopolitik pemilih dan pemakai nama, dan (f) pilihan religi yang dianut orang tua dan pemilik nama.
Nama berfungsi sebagai (a) identitas seseorang bahwa dia ada, (b) doa (permohonan) orang tua kepada Tuhan dan sekaligus restu orang tua untuk anaknya sesuai dengan makna nama yang dipilih, (c) pelestari nilai budaya yang dimiliki masyarakat pemakai nama, (c) simbol status sosial-politik yang dianut pemilih dan pemakai nama, (d) simbol religi yang dianut orang tua dan pemilik nama, dan (e) pembangun citra manusia yang meliputi ideologi, karakter, dan sikap hidup.

  1. Mitos Kesaktian dan Obat dalam Kidung “Warak Sengkalir”
Mitos budaya dalam tradisi lisan Jawa disebarkan lewat tradisi penuturan ”tembang” (nyanyian tradisional). Sambil melakukan kegiatan seni ini para tetua masyarakat berupaya menanamkan nilai budaya atau nilai moral tertentu. Penanaman nilai moral lewat budaya dilakukan oleh tokoh atau rohaniawan karena lewat kegiatan seni, masyarakat akan terkesan, tidak kaku, dan mudah mengingatnya. Sebagai contoh, salah satu sunan dalam kelompok Wali Songo, yakni Sunan Kali Jaga menciptakan tembang dengan judul “Kidung Warak Sengkalir”, secara bebas berarti nyanyian ajaran simbolik’. Tembang “dhandhang gula” termasuk jenis tembang macapat. Tembang “dhandhang gulo” mempunyai ciri utama “manis“ yaitu memberi nasihat yang manis-manis“ atau tuntunan moral yang baik. Kegiatan penuturan tembang dimaksudkan sebagai aktivitas yang bukan sekedar menjadi totonan, tetapi juga memberi tuntunan (nasihat).
Tafsiran tembang filosofis ini tentu tidak maksimal dan belum mendekati apa yang dimaksudkan oleh Sunan Kali Jaga. Dengan segala kerendahan hati, penulis mencoba menerjemahkan dan menafsirkan isinya, dengan maksud membantu pembaca untuk memahami tembang misteri ini.


  1. Mitos Islamologi dalam Syi’irian ‘Bait 12’ dalam Tradisi Lisan Pesantren Jawa
Mitos budaya dalam tradisi lisan Jawa disebarkan lewat tradisi penuturan ”tembang” (nyanyian tradisional). Sambil melakukan kegiatan seni ini para tetua masyarakat berupaya menanamkan nilai budaya atau nilai moral tertentu. Penanaman nilai moral lewat budaya dilakukan oleh tokoh atau rohaniawan karena lewat kegiatan seni, masyarakat akan terkesan, tidak kaku, dan mudah mengingatnya. Sebagai contoh tradisi syi’iran yang berkembang di lingkungan pesantren dan masyarakat sekitarnya, masih biasa dilakukan sampai saat ini. Dalam buku ini salah satu syi’ir yang dibahas adalah syi’iran ”Bait 12” yang dituturkan di pesantren ”Nahdhatul Arifin” Ambulu Jember.
Secara umum syi’ir ‘Bait 12’ menggambarkan pada manusia agar menjalankan ajaran Islam. Anjuran untuk belajar syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat. Berita tentang hakikat manusia yang diciptakan dari unsur tanah, air, api, angin dan ditiupkan jiwa manusia oleh Tuhan untuk hidup di dunia.
  1. Mitos Tanah Jawa Menurut Jangka Jaya Baya
Jaya Baya di kalangan masyarakat Jawa bukanlah nama yang asing lagi, dari masa-ke masa nama tersebut tetap dikenal masyarakat Jawa sebagai seorang raja kesatria. Jaya Baya adalah seorang raja dari kerajaan Kediri yang memerintah tahun 1135-1157 Masehi. Pada masa pemerintahannya raja tersebut, menciptakan ‘kakawin’ (puisi agung) yang sampai sekarang dikenal masyarakat dengan sebutan Jangka Jayabaya atau Ramalan Jayabaya. Nama itu tidak berlebihan karena dalam puisi Jaya Baya berisi ramalan peristiwa yang akan terjadi (masa depan) di tanah Indonesia. Berdasarkan fakta sejarah yang ada, dan masyarakat merasa ada kecocokan isi ramalan dengan kenyataan.
Ramalan Jaya Baya diciptakan berdasarkan hasil meditasinya di gundukan tanah di daerah Mamenang (Kediri). Menurut pengakuannya dalam cerita, ia adalah titisan dewa Wisnu. Namun tulisan asli Jaya Baya sampai sekarang tidak bisa ditemukan, tetapi masyarakat Jawa masih ada yang menceritakan ulang secara lisan sehingga sampai sekarang bertahan sebagai tradisi lisan. Puisi agung Jaya Baya dikumpulkan ulang dan dilengkapi oleh Ronggowarsito dengan judul Serat Jangka Jayabaya Sabdopalon Nayagenggong.
Menurut ramalan Jayabaya, Jaman Jawa akan berakhir di tahun 2100 tahun matahari atau 2163 dalam hitungan bulan Jawa. Setelah tahun 2100 tanah jawa akan rusak, dan itu sudah menjadi kehendak Tuhan yang Maha Kuasa. Rusak itu diistilahkan kiamat. Umur tanah Jawa 2100 tahun itu dibagi menjadi 3 babak jaman besar, 1) Jaman Kalisura, 2) Jaman Kaliyoga, dan 3) Jaman Kalisengara. Masing-masing jaman tersebut dibagi menjadi tujuh jaman kecil, yang masing-masing jaman kecil lamanya 100 tahun.

  1. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU
  1. Kelebihan Buku Mitos dalam Tradisi Lisan Indonesia
Buku karangan Sukatman yang berjudul Mitos dalam Tradisi Lisan Indonesia memiliki kelebihaan di antaranya;
  1. Buku Mitos dalam Tradisi Lisan Indonesia secara efektif dapat digunakan sebagai bahan materi atau referensi mata kuliah tradisi lisan atau sastra lisan Indonesia bagi mahasiswa fakultas sastra Indonesia.
  2. Penulis mengungkap kekayaan mitos-mitos yang ada di daerah Indonesia beserta cerita sejarah yang mendukung.
  3. Bahasa yang digunakan penulis sangat mudah dipahami pembaca tanpa berbelit-belit, jika terdapat kata-kata bahasa daerah sebagai ilustrasi materi, penulis menyantumkan terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia yang terletak di kalimat berikutnya.
  4. Terdapat glosarium pada bagian halaman terakhir buku yang sangat berguna bagi pembaca dalam memahami dan mengartikan kata-kata yang sulit dipahami.

  1. Kekurangan Buku Mitos dalam Tradisi Lisan Indonesia
Buku Mitos dalam Tradisi Lisan Indonesia tidak luput dari kekurangan yang terdapat dalam isi buku, kekurangan tersebut di antaranya;
  1. Secara teknis buku Mitos dalam Tradisi Lisan Indonesia hanya sebuah pemaparan yang ditulis kembali oleh penulis dari mengutip referensi (pendapat orang) yang sudah ada.
  2. Terlihat dari pemaparan materi setiap subbab, penulis begitu miskin dengan riset data yang dilakukan terkait data-data yang memaparkan isi pembahasan.
  3. Kebanyakan contoh-contoh mitos yang diilustrasikan penulis hanya sebuah penyantuman teks mitos semata, tanpa adanya analisis ilmiah yang mengungkap pengetahuan di balik keistimewaan sejarah terbentuknya mitos.
  4. Pada halaman 35-38 dalam subbab G. Mitos Asal-usul Pantai ‘Watu Ulo’ Jember-Jawa Timur dengan subbab H. Mitos Asal-usul Telaga ‘Ngebel’ di Ponorogo terjadi kesamaan isi teks. Seharusnya isi teks terletak pada subbab H, namun pada subbab G juga tercantum isi teks yang sama.

Kamis, 24 Oktober 2013

Psikoanalisis: Pengertian dan Hubungan dengan Karya Sastra Populer


 
Pengertian Psikoanalisis
Rene Wellek dan Austin Warren (1995:78) mengartikan bahwa istilah “psikologi sastra” mempunyai empat kemungkinan pengertian. Pertama, studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pribadi. Kedua, studi proses kreatif. Ketiga, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Keempat, studi tentang dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).
Endraswara (2008:46), psikoanalisis merupakan istilah khusus dalam penelitian psikologi sastra. Artinya, psikoanalisis ini banyak diterapkan dalam setiap penelitian sastra, yang diambil dari teori psikoanalisis hanyalah bagian-bagian yang berguna dan sesuai saja, terutama yang berkaitan dengan pembahasan sifat dan perwatakan manusia.
Hjelle dan Ziegler (1992) mengartikan psikoanalisis menjadi dua bagian: pertama, sebagai teori mengenai kepribadian dan psikopatologi. Kedua, sebagai metode terapi untuk gangguan kepribadian teknik untuk menyelidiki pikiran dan perasaan individu yang tidak disadari.


Hubungan Psikoanalisis dengan Karya Sastra Populer
Teori psikoanalisis yang dikemukakan Freud dimanfaatkan untuk mengungkapkan gejala psikologi yang ada di dalam karya sastra. Analisis terhadap gejala psikologi yang ada pada bahasa yang diungkapkan pengarang dan juga digunakan untuk menilai karya sastra sebagai proses kreatif. Selain itu, psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh dalam drama dan novel. Karena terkadang pengarang secara tidak sadar maupun secara sadar memasukan teori psikologi yang dianutnya ke dalam intrinsik cerita. Dari situlah peran pembaca sebagai penganalisis, korektor sekaligus pengkritik terlihat sebagai pelaku utama dalam mengkaji karya sastra berdasarkan teori psikoanalisis. Akan tetapi, dalam melakukan hal itu pembaca memerlukan pendekatan teori resepsi dalam menjawabnya. Resepsi digunakan karena pembaca berperan dalam memandang karya sastra dari unsur makna dan bentuk sesuai penjelasan historis pemahaman.
Jadi, hubungan antara psikoanalisis dengan sastra populer terlihat dari pembaca. Psikoanalisis dipakai pembaca menganalisis karya satra dalam melihat keretakan (fissure), ketidakteraturan, perubahan, dan distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra. Hasil dari analisis pembaca juga dapat mengklasifikasi pengarang berdasar tipe psikologi dan tipe fisiologisnya. Dalam pengungkapannya pembaca dapat mengambil bukti-bukti autentik itu dari dokumen di luar karya sastra atau dari karya sastra itu sendiri. Namun dalam menginteprestasikan karya sastra sebagai bukti psikologis, pembaca perlu mencocokannya dengan dokumen-dokumen di luar karya sastra.




Daftar Referensi

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Presindo.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan. Diterjemahkan oleh Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.

Selasa, 22 Oktober 2013

SKRIP SIARAN RADIO

SKRIP SIARAN RADIO



  • Arma Sebelas 87,9 FM/ Suara Jantung Kota Yogyakarta/ Selamat siang sobat Arma/ Edisi Selasa 22 Oktober 2013//
Sekarang siang Jogja begitu cerah/ panas yang bikin gerah/ mari segarkan rutinitas dan ruang dengar Anda/ bersama Midun Aliassyah/ dalam tajuk acara Seputar Jogja//
Satu jam ke depan/ Midun akan memberikan informasi menarik/ kreatif/ inovatif/ dan teraktual/ yang terjadi di seputar lingkungan sosial masyarakat Jogja//
Namun sebelum Midun kupas tuntas informasi Seputar Jogja/ mari kita dengarkan dulu/ opening song/ yang akan membuat suasana siang Anda lebih bersahabat dan penuh semangat/ jadi jangan kemana-kemana/ tetap menjadi pendengar setia/ Radio kesayangan masyarakat Jogja/ Arma Sebelas//
Kami persembahkan/ D’Masiv-Jangan Menyerah/ selamat mendengarkan....///


  • Arma Sebelas 87,9 FM/ masih bersama Midun mengudara di ruang dengar Anda// Sobat Arma pastinya sudah tahu/ bahwa hari ini Keraton Yogyakarta memiliki gawe/ diselenggarakannya Pahar’gyan Ageng pernikahan putri Sultan Hamengku Buwono X//
Yang menarik dari pernikahan ini/ Prosesi Siraman dilakukan di Bangsal Sekar Kedhaton untuk mempelai wanita/ Bangsal Kasatriyan untuk mempelai pria//
Air yang digunakan untuk Siraman/ berasal dari tujuh mata air/ yang ada di lingkungan Kraton/ Air tersebut ditaburi kembang setaman//
Seusai siraman/ calon mempelai wanita berwudhu/ menggunakan air dari sebuah kendi//
Kendi tersebut kemudian dipecahkan/ Pecahnya kendi memiliki simbol pecah pamor/ yakni keluarnya pesona dari calon mempelai//
Dan tak kalah menarik/ bagi sejumlah pedagang kaki lima dan pedagang angkringan/ siap menggelar dagangannya ‘gratis’ di sepanjang jalan Malioboro//...............
Begitulah informasi seputar Jogja/ dan kami hadirkan lagu kedua di ruang dengar sobat Arma/ Tetap di Radio Arma Sebelas 87,9 FM///


  • Arma Sebelas 87,9 FM/ Suara Jantung Kota Yogyakarta/ satu jam selesai Midun menemani ruang dengar sobat Arma/ dan kini waktunya Midun undur diri/ jangan lupa besok jam 10.00 siang/ kembali hadir bersama Seputar Jogja/ karena Midun akan memberikan informasi yang lebih menyegarkan//
Terima kasih atensinya/ Tetap bersikukuh dengan impian Anda/ dengan begitu/ hidup Anda akan penuh sensasi dan dedikasi/ Sampai jumpa///



*(Skrip ini saya buat, ketika akan mengikuti tes perekrutan penyiar radio Arma Sebelas Yogyakarta. Pada tanggal 22 Oktober 2013, jam 11.00 WIB)

Kamis, 10 Oktober 2013

Kelisanan dan Keberaksaraan: Sebuah Hakikat dan Perannya

Kelisanan dan Keberaksaraan: Sebuah Hakikat dan Perannya
(Ringkasan BAB 1 dari Buku Indonesia antara Kelisanan dan Keberaksaraan)

  • Formula dan Formulaik
Perkembangan ilmu sastra tentang kelisanan dan keberakasaraan atau dikenal dengan istilah orality dan literacy semakin menarik dikaji. Pengkajian dilakukan baik dalam bidang kebahasaan, susastra, antropologi, maupun psikologi. Keterkaitan dalam studi bahasa digunakan dalam penekanan penggunaan bahasa dan dikenal dengan istilah ‘formulaik’. Istilah tersebut dikenal dari hasil penelitian penyair Yunani yang bernama Homeros. Karya Homeros yang sampai sekarang berperan andil dalam perkembangan ilmu kelisanan dan keberakasaraan adalah karya berjudul Ilias dan Odyssea. Penciptaan dua karya tersebut merupakan sebuah teki-teki bagi dunia akdemisi. Karena diciptakan pada masa belum adanya alfabet Yunani dan diketahui bahwa Homeros adalah seorang penyanyi buta. Berkarya melalui lisan dan penghafalan (ingatan) tanpa adanya penulisan terhadap lirik lagu yang dinyanyikan. Teori penghafalan belum dapat menjelaskan bagaimana karya tercipta sebelum ada penyanyi yang dapat menghafalkannya. Dari peristiwa Homeros itu menarik untuk diteliti oleh sarjana Amerika yang bernama Milman Parry dan Albert B. Lord. Untuk mengungkap peristiwa Homeros, Parry dan Lord melakukan analogi dengan penyanyi cerita rakyat Yugoslavia. Terbukti penyanyi itu tidak menghafalkan karya-karya yang dilagukan tanpa naskah. Karena setiap kali seorang guslar membawakan ceritanya, lagu tercipta secara sepontan dari apa yang ada dipikiran, tetapi terdapat sejumlah besar unsur bahasa di antaranya kata, kata majemuk, dan frasa. Unsur bahasa itu dapat dipakai dengan bentuk yang identik dengan variasi sesuai tuntutan tata bahasa, matra, dan irama puisi yang dipakai.
Parry dan Lord menyebut unsur bahasa sebagai formula dan formulaik. Formula memiliki batasan pada kelompok kata yang secara teratur dimanfaatkan dalam kondisi matra yang sama untuk mengungkapkan satu ide hakiki. Sedangkan unsur formulaik diartikan sebagai larik atau separuh larik yang disusun atas dasar pola formula. Lord membuktikan dalam penelitian terkait sebuah nyanyian panjang yang direkamnya diketahui bahwa gawai merakit formula atau ungkapan formulaik merupakan dasar teknik penciptaan dari guslar. Jadi kesimpulan dari penelitiannya, tidak ada lirik yang tidak cocok dalam salah satu pola formulaik dan tidak ada dalam sajak yang tidak formulaik.

  • Kelisanan dan Penghafalan
Berdasarkan dari hasil penelitian sastra lisan modern yang sudah dilakukan, diketahui bahwa tukang cerita atau penyanyi di zaman dahulu dalam menyampaikan karyanya tidak mengenal tulisan. Satu-satunya cara dalam hal penyampaian yakni dilakukan dengan penglisanan. Jadi setiap karya dipentaskan kecenderungan memiliki unsur yang berbeda. Karena setiap pelaku selalu mencipta karya baru secara spontan. Terbukti pelaku jarang melakukan penghafalan sehingga menyebabkan karya yang dipentaskan menjadi berbeda-beda.
Jack Goody selaku antropolog melakukan penelitian keaksaraan dan keberaksaraan secara umum dari masa ke masa. Dari hasil pengamatannya bahwa tidak adanya proses memorisasi dalam kebudayaan lisan murni. Secara umum dalam masyarakata tidak adanya penglisanan karya yang tepat dari kebakuan bahasa, baik bersifat naratif atau panjang pendeknya karya. Memorisasi dipandang sebagai gejala khusus terikat pada kebudayaan yang sudah kenal tulisan. Menurut Goody hal tersebut disebabkan dari beberapa faktor. Pertama, teknis memorisasi baru dimungkinkan oleh adanya teks tertulis yang menjadi pegangan dan norma dalam penghafalan teks yang dianggap penting oleh masyarakat. Kedua, masyarakat mengenal naskah pada saat ada sekolah. Dari sekolah teknik memorisasi dikembangkan dan dimanfaatkan berdasarkan teks tertulis. Ketiga, lewat tulisan hasil pengetahuan dapat disusun kembali dan disistematiskan sedemikian rupa sehingga penghafalan isi pengetahuan menjadi mudah. Keempat, lewat tulisan terjadi kemungkinan visualisasi, yakni penghafalan lewat mata lebih gampang dari pada penghafalan lewat telinga atau paling tidak kemungkinan melihat teks yang mau dihafalkan memperkuat kesanggupan mental utuk menghafalkannya. Jadi memorisasi disebut sebagai ekuivalen dari penyalinan naskah secara harfiah, atau naskah diarsipkan menjadi tulisan.

  • Kaidah Karakter Formula dan Formulaik, Ketarkaitan Retorika dan Sastra Lisan, serta Orientasi Kelisanan
Karakteristik dari formula dan formulaik dapat disatukan dalam berbagai kombinasi dan variasi. Penyatuan tersebut dapat dilakukan baik dari sintaksis, morfologis dan juga semantis. Tidak ada dua kalimat sama, tidak ada ulangan kalimat identik, akan tetapi diantara keduanya memiliki unsur kalimat yang memungkinkan penciptaan teks terdiri dari kandungan penuh ulang arti dan makna.
Retorika dan sastra lisan memiliki hubungan partisipatoris berdasar kebudayaan lisan. Retorika bersifat praktis yang tujuannya mendorong pendengar untuk berperan serta dalam pengidentifikasian dan sikap sambutan kolektif pada saat tuturan disampaikan. Sastra lisan menggunakan bahasa sebagai pengidentifikasian maksud yang disampaikan kepada pendengar berdasarkan unsur formulaik, paralelisme, peribahasa.
Kelisanan dan keberaksaraan memiliki oreantasi kompleks, khususnya di Indonesia. Pelosok daerah masih memanfaatkannya namun hanya tertentu. Kedudukan pengkaijan kelisanan bagi dunia akademisi Indonesia hanya sebatas formulaik saja tanpa adanya pengkajian lebih terperinci dan tuntas. Sehingga kelisanan hanya sebatas pengkajian arti atau fungsi magis tanpa suatu makna apa-apa.

Selasa, 01 Oktober 2013

Aliran-Aliran Filsafat dan Pandangan Materialisme Marxis


  1. Sebutkan berbagai macam aliran filsafat?
  • Aliran filsafat berdasarkan unsur jiwa dan raga manusia:
    1. Aliran idealisme. Aliran yang menghendaki kebebasan berbuat dan menganut suatu kepercayaan bagi setiap orang.
    2. Aliran spiritualisme. Aliran yang mengutamakan kerohanian.
    3. Aliran rasionalisme. Aliran yang lebih mengutamakan (kemampuan) akal daripada emosi, atau batin.
  • Aliran filsafat menempatkan unsur-unsur ragawi, unsur-unsur luar, sebagai yang tertinggi:
    1. Aliran materialisme. Aliran yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di alam berdasarkan kebendaan semata-mata dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra.
    2. Aliran empirisme. Aliran yang mengatakan bahwa semua pengetahuan didapat dengan pengalaman.
  • Aliran filsafat yang menjunjung sifat individual manusia:
    1. Aliran individualisme. Aliran yang menghendaki kebebasan berbuat dan menganut suatu kepercayaan bagi setiap orang.
    2. Aliran liberalisme. Aliran ketatanegaraan dan ekonomi yang menghendaki demokrasi dan kebebasan pribadi untuk berusaha dan berniaga (pemerintah tidak boleh ikut campur).
    3. Aliran eksistensialisme. Aliran yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar.
    4. Aliran egoisme. Aliran yang yang lebih mengutamakan tingkah laku diri pribadi didasarkan atas dorongan untuk keuntungan diri sendiri daripada untuk kesejahteraan orang lain.
  • Aliran filsafat yang mengagungkan sifat rasa bersosialnya:
    1. Aliran altruisme. Aliran yang lebih memperhatikan dan mengutamakan kepentingan orang lain.
    2. Aliran sosialisme. Aliran yang lebih mengutamakan kepentingan kebersamaan untuk mencapai kebahagiaan hidup.

  1. Jelaskan pernyataan berikut ini berdasarkan pandangan Marxisme.
Apakah manusia berpikir dulu baru makan atau makan dulu baru berpikir?
Berdasarkan pandangan Marxisme, manusia sebagai makhluk materialisme akan lebih mengutamakan makan terlebih dahulu daripada berpikir atau mengerjakan sesuatu.
Makan merupakan kebutuhan pokok bagi keberlangsungan hidup manusia, yakni mencerna suatu benda/ makanan ke dalam tubuh sehingga membuat kenyang/ terpenuhi kebutuhan raganya, dengan begitu manusia akan lebih mudah berpikir atau menggerakan jiwanya untuk beraktivitas. Pernyataan tersebut berkaitan dengan pandangan Marxisme terkait, “hal paling mendasar yang harus dilakukan manusia agar dapat terus hidup adalah mendapatkan sarana untuk tetap bertahan hidup. Apapun yang bisa menghasilkan pangan, sandang, dan papan bagi mereka, serta untuk memenuhi kebutuhan dasar.”



Pengertian dan Perbedaan: Sastra Lisan dan Sastra Tulis


Nama : M. Badrus Solichin
NIM : 13/354061/PSA/07568 (Kelas B)

  1. Pengertian sastra lisan?
  • Sastra lisan (Udin, 1996:1) adalah seperangkat pertunjukan penuturan lisan yang melibatkan penutur dan kalayak (audien) menurut tata cara dan tradisi pertunjukannya.
  • Sastra lisan (Nisya, http://hairun-nisya.blogspot.com) adalah karya sastra yang beredar di masyarakat atau diwariskan secara turun-memurun dalam bentuk lisan.
Berdasarkan dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, sastra lisan merupakan bentuk karya sastra berupa penuturan yang lahir dan mentradisi di suatu masyarakat.
Contoh: Tembang Macapat, Legenda Reog Ponorogo, Dongeng Sangkuriang.
  1. Pengertian sastra tulis?
  • Sastra tulis (Sulastin Sutrisno, 1985) adalah sastra yang menggunakan media tulisan atau literal.
  • Sastra tulis (KBBI, 2004) adalah sastra yang timbul setelah manusia mengenal tulisan.
Berdasarkan dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, sastra tulis merupakan bentuk karya sastra berupa tulisan yang ditulis leluhur pada prasasti, batu dinding gua, batu candi, kertas, atau buku.
Contoh: Ukiran gambar atau simbol-simbol yang terdapat pada dinding candi Borobudur, Prambanan. Puisi, cerpen, novel yang ditulis pengarang dan dibukukan.

  1. Apa perbedaan sastra lisan dengan sastra tulis?
  • Perbedaan bentuk penyampaian. Sastra lisan berupa penuturan dari mulut ke mulut dan isinya dapat diketahui melalui tuturan. Sedangkan sastra tulis berupa tulisan yang dapat dilihat secara kasat mata bentuk isinya.
  • Perbedaan versi cerita. Sastra lisan memiliki banyak versi cerita sesuai siapa yang menuturkannya, sedangkan sastra tulis hanya memiliki satu versi tunggal. Ketika karya sastra tulis ditunjukkan kepada orang lain akan mengetahui langsung bentuk, format, dan cerita yang sama.
  • Sastra lisan sulit untuk diketahui siapa penutur aslinya atau asal usul pengarang pertamanya, karena berupa tuturan yang sewaktu-waktu pada proses penuturan mudah terjadi pergeseran nama atau mudah dihasut. Sedangkan sastra tulis mudah diketahui siapa penulis atau asal usul pengarang aslinya, karena nama pengarang dapat dibuktikan secara kasat mata pada media yang digunakan menulis.

  1. Apa relasi sastra lisan dengan sastra tulis?
Antara sastra lisan dengan sastra tulis memiliki hubungan timbal balik selayaknya sisi mata uang yang saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan. Sastra lisan merupakan cikal bakal adanya sastra tulis. Sebagaimana menurut A. Theew (1983), bahwa dari segi sejarah maupun tipologi adalah tidak baik jika dilakukan pemisahan antara sastra lisan dan sastra tulis. Keduanya harus dipandang sebagai kesatuan dan keseluruhan sehingga tidak boleh lebih mengutamakan satu dari pada yang lain. Sebaliknya, dua jenis karya sastra ini seyogyanya saling mendukung dan melengkapi untuk lebih memperkaya khazanah kesusastraan bangsa.



Daftar Bacaan:

Minggu, 22 September 2013

Pengertian Filsafat dan Paradigma Pemahamannya


Pengertian Filsafat dan Paradigma Pemahamannya 

Nama : M. Badrus Solichin

Nim : 13/354061/PSA/07568

Filsafat merupakan seperangkat konsep yang mengenai hakikat mendasar alam pikiran akan pengetahuan dan kebijaksanaan. Secara etimologis beberapa filsuf memiliki pendapat sendiri terkait arti mendasar filsafat. Sebagaimana Pythagoras, Plato, Aristoteles, dan Socrates mengungkapan pandangan arti filsafat berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang pernah dikajinya. Berikut arti filsafat menurut beberapa filsuf.

· Secara etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia (philos dan sophia). Kata philos memiliki arti kekasih atau sahabat, sedangkan kata sophia memiliki makna kebijaksanaan atau pengetahuan. Jadi, secara harfiah philosohia dapat diartikan sebagai yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan.
· Rapar (1996:14-16) menyebutkan bahwa filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk memahami hakikat alam dan realitas ada dengan mengandalkan akal budi.
· Plato (427-347 SM) menyebutkan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Selain itu, Plato juga menyebutkan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada.
· KBBI (2004:227) filsafat diartikan pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
· Aristoteles mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan penyebab-penyebab dari realitas ada. Ia juga menyebutkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari being as being atau being as such.


Berdasarkan lima pengertian filsafat di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat yakni bidang ilmu yang mendasari akal budi dalam memahami realitas yang ada dengan kebenaran dan pengetahuan.
Pada studi kasus filsafat merangsang pemikiran manusia berdasarkan ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan. Dengan demikian, bahwa manusia memahami realitas kehidupan tidak secara praktis atau mengandalkan paradigma yang melekat pada dirinya dari lahir, akan tetapi manusia akan lebih kooporatif dengan akal budinya agar realitas yang terjadi dapat dipahami berdasarkan kebenaran, sistematis dan rasional. 
Cara berpikir yang rasionalilmiah tersebut menghasilkan gagasan dan pemikiran yang terbuka untuk diteliti oleh akal budi.  

Selasa, 02 Juli 2013

RPP BERKARAKTER BAHASA INDONESIA SMA



RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan pendidikan                : SMA Negeri 3 Jember
Mata Pelajaran                      : Bahasa Indonesia
Pertemuan/Siklus                  : 1/1
Kelas/Semester                     : XI IPA 1 /1
Waktu                                     : 2 x 45 menit (satu kali petemuan)   

 
I.    Standar Kompetensi         : Membaca
  7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/ novel terjemahan.
II. Kompetensi Dasar   : 7.2 Menganalisis  unsur- unsur intrinsik dan ekstrinsik novel                                                           Indonesia /  novel terjemahan.
III.             Indikator                    :
1.      Kogniti
a. Produk
-    Menentukan  tokoh, watak, tema, dan alur dalam cuplikan novel Indonesia.
-    Menemukan latar dan amanat dengan data yang mendukung.
-    Merangkum isi novel berdasarkan cuplikan novel yang dibaca dengan bahasa sendiri.
b. Proses
- menemukan tokoh, watak, tema, dan alur dalam cuplikan novel.
- Menemukan latar dan amanat dengan data yang mendukung.
- Membuat ringkasan dari cuplikan novel yang dibaca dengan bahasa sendiri.
2.      Psikomotor
·   Mengidentifikasi unsur intrinsik (tokoh, watak, alur, tema, amanat, dan setting/latar) yang terdapat pada cuplikan novel.
·   Membuat ringkasan cuplikan novel dengan bahasa sendiri.

3.      Afektif
a. Karakter
- kerja sama              : secara berkelompok siswa menganalisis unsur intrinsik dalam cuplikan novel.
- kreatif                    : membuat ringkasan cuplikan novel dengan bahasa sendiri.
- tanggung jawab     : bertanggung jawab atas pekerjaannya.
- cermat                    : menemukan unsur-unsur intrinsik dalam cuplikan  novel.
b. Keterampilan Sosial
- menjadi pendengar yang baik
- menyumbang ide
- membantu teman yang mengalami kesulitan
IV. Tujuan Pembelajaran
1. kognitif
a. produk
-       Secara berkelompok siswa dapat menentukan  tokoh, watak, tema, dan alur dalam cuplikan novel Indonesia dengan penuh tanggung jawab.
-       Secara berkelompok siswa dapat menemukan latar dan amanat dengan data yang mendukung.
-       Secara berkelompok siswa dapat membuat ringkasan cuplikan novel dengan bahasa sendiri.
b. proses
-  siswa diberikan lembar kerja yang berisi cuplikan novel Indonesia, proses selanjutnya secara berkelompok siswa diharapkan dapat menemukan;
1. tokoh, watak, tema, dan alur dalam cuplikan novel Indonesia.
2. latar dan amanat dalam cuplikan novel dengan data yang mendukung.
2. Psikomotor
      Siswa dapat membuat ringkasan cuplikan novel dengan bahasa sendiri.
3. Afektif
a. karakter
siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam berperilaku seperti kerja sama, cermat, kreatif, dan tanggung jawab.
b. Keterampilan sosial
siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam keterampilan menjadi pendengar yang baik, menyumbang ide, dan membantu teman yang mengalami kesulitan.
V. Materi Ajar :
Unsur intrinsik adalah unsur  yang membangun karya sastra dari dalam karya itu sendiri.
·   Unsur-unsur intrinsik, terdiri dari:
a.       Tema adalah inti atau gagasan pokok yang mendasari sebuah cerita. Misalnya; tentang cinta, kesetiaan, masalah rumah tangga dll. 
b.      Alur/Plot adalah jalan cerita atau cara pengarang bercerita. Alur disebut juga tahapan serta pengembangan cerita. Dari mana pengarang memulai cerita, mengembangkan, dan mengakhirinya. Alur terdiri atas alur maju, alur mundur, dan alur maju-mundur. Tahapan-tahapan alur yaitu: (1) pengenalan, (2) mengungkapan masalah, (3) menuju konflik, (4) ketegangan, (5) penyelesaian.
c.       Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan karakter tokoh. Tokoh adalah orang yang terlibat secara langsung sebagai pemeran dan penggerak jalannya cerita. Tokoh utama disebut tokoh protagonist sedangkan lawannya disebut tokoh antagonis.
d.      Watak adalah penggambaran karakter dan perilaku tokoh-tokoh dalam cerita. Pengarang menggambaran watak tokoh  dengan cara langsung yaitu dijelaskan nama tokoh beserta gambaran fisiknya, kepribadiannya, lingkungan kehidupannya, dll. Serta dengan cara tidak langsung yaitu melalui percakapan antar tokoh, digambarkan oleh tokoh lain, dll.
e.       Latar/setting adalah gambaran tentang waktu, tempat, dan suasana yang digunakan dalam suatu cerita.
f.       Amanat adalah pesan atau nasihat yang disampaikan oleh pengarang melalui cerita yang dikarangnya. Pesan disampaikan pengarang secara tersurat yakni dijelaskan oleh pengarang langsung atau melalui dialog tokohnya dan secara tersurat yakni pembaca baru akan dapat menangkap pesan setelah membaca secara keseluruhan.
g.      Sudut Pandang Pengarang yaitu posisi pengarang dalam cerita. Pengarang terlibat di dalam cerita yakni pengarang sebagai pemeran utama atau hanya sebagai pemeran pembantu. Pengarang berada di luar cerita yakni pengarang serba tahu.
·         Cuplikan novel Indonesia dalam buku “Kreatif Berbahasa dan Bersastra Indonesia kelas XI IPA/IPS halaman 26.(terlampir)
VI. Model dan Metode Pembelajaran         :
Model pembelajaran          : kooperatif
Metode pembelajaran        : penugasan, tanya jawab, kerja kelompok.
VII. Sumber belajar/Bahan/Alat :
Sumber    : 1. Jumadi, dkk. 2005. Kreatif Berbahasa dan Bersastra Indonesia kelas XI IPA/IPS.
2. Nadju. 2010. Inti Sari Kata Bahasa Indonesia:Pengetahuan Bahasa, Kesusastraan, dan Tata Bahasa. Surabaya: Triana Media. 
Bahan      : lembar kerja, kertas kosong untuk jawaban.
Alat          : papan tulis, spidol.
VIII. Langkah-Langkah Pembelajaran      :
       Kegiatan awal     : 10 menit
No.
Uraian Kegiatan
Penilaian oleh pengamat
1
2
3
4
1.
Guru menyampaikan salam dan mengabsen siswa




2.
Guru melakukan apersepsi
3.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
Kegiatan Inti : 70 menit
No.
Uraian Kegiatan
1
2
3
4
1.
Siswa menyimak penjelasan dari guru




2.
Siswa membentuk kelompok yang berjumlah 5-6 orang.
2.
Guru dibantu siswa membagikan lembaran yang berisi cuplikan novel.
2.
Siswa membaca cuplikan novel Indonesia yang disediakan guru, dilakukan secara berkelompok.
3.
Siswa menemukan dan menganalisis unsur intrinsik (tema, alur, tokoh, watak, latar, dan amanat) dalam cuplikan novel Indonesia yang telah dibaca.
4.
Siswa membuat ringkasan cuplikan novel Indonesia dengan menggunakan bahasa sendiri.













Kegiatan Akhir   :  10 menit
No.
Uraian Kegiatan
1
2
3
4
1.
Guru mengevaluasi hasil pekerjaan sisswa




2.
Bersama siswa, guru menyimpulkan pembelajaran yang diperoleh.
3.
Guru mengucapkan salam penutup

IX. Penilaian :
Jenis Penilaian
Bentuk Penilaian
Instrumen
Tes tulis
Uraian
Soal, kunci jawaban, dan pedoman penskoran

Instumen
A.    Soal Tes Tulis
No.
Soal
Nilai PKBN
1.



2.
Jelaskan unsur intrinsik cuplikan novel Puspa Indah Taman Hati yang meliputi :
a.    Tokoh            c. Tema           e. Alur
b.   Watak            d. Latar           f. Amanat
Buatlah ringkasan cuplikan novel Puspa Indah Taman Hati di atas dengan menggunakan bahasa kalian!
rasa ingin tahu



Kreatif

B. Jawaban
1. a. Tokoh :  - Galih                     b. Watak :  - Galih (pengertian, jujur, sabar, setia)
- Ratna                                       -  Ratna (jujur, penyayang)
-    Marlina                                   - Marlina (penyayang, baik, polos, dan manja)
-    Wartawan                               - Wartawan (suka menguntit)
c. Tema : Kisah cinta dua manusia yang tidak dapat bersatu karena terhalang orang tua.
d. Latar : Tempat - kota Yogyakarta
- gedung Kridosono
- hotel Amborukmo
- depan rumah Ratna
- Kaliurang
- pantai Parangtritis
Waktu : malam hari dan pagi hari
e. Alur : alur maju
f. Amanat : ketika sedang mengalami musibah harus dihadapi dengan tabah dan tawakal.
2.         Cuplikan novel di atas menceritakan tentang kisah cinta antara Galih dan Ratna. Namun mereka tidak dapat bersatu karena orang tua Ratna tidak menyetujui hubungan mereka. Hal itu karena Ratna telah dijodohkan. Akan tetapi, cinta Ratna hanya untuk Galih. Namun, disisi lain Galih sudah menemukan pengganti Ratna yaitu Marlina. Sehingga Galih tidak dapat menerima cinta Marlina lagi.
C. Pedoman Penskoran
Skor
Kriteria
5
Jawaban sangat sempurna
4
Jawaban tepat
3
Jawaban kurang tepat
2
Jawaban salah
1
Tidak dapat menjawab
·         Nilai = jumlah skor yang diperoleh / jumlah skor maksimal x 100
Contoh:
Apabila mendapat skor 25 maka nilai yang diperoleh:
Nilai = 25/35x100 = 71
Predikat:
-          90-100       : Amat Baik (A)
-          70-89         : Baik (B)
-          60-69         : Cukup (C)
-          50-59         : Kurang (K)
-          <49 span="" style="mso-tab-count: 1;">            : Kurang Sekali (KS

                                                                                                      Jember, 9 September 2011
Guru Pamong                                                                              Mahasiswa PPL/Praktikan


        Dul Hadi, S.Pd                                                                                 Moh. Badrus Solichin
        NIP. 19621228198512003                                                                    NIM. 080210402045

Mengetahui

Kepala SMA Negeri 3 Jember,                                                          Dosen Pembimbing,



        Tatang Prijanggono, S.Pd , M.Pd                                                         Drs. Parto, M.Pd                         NIP. 196302131983031007                                                                 NIP. 19631116198903100














LEMBAR CHECK LIST ASPEK KARAKTER

Nama Siswa                 :
Kelas/Semester                        :
Mata Pelajaran             : Bahasa Indonesia
No.
Sikap yang diamati
Skala nilai
1.

Rasa Ingin Tahu
a. Menyimak penjelasan yang disampaikan dengan sungguh-sungguh.
b. Keseriusan dalam menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan.

1
1

2
2

3
3

4
4


Jumlah skor
Predikat


2.


Gemar Membaca
a. Senang membaca berbagai jenis bacaan.
b. Membaca dengan tenang dan sungguh-sungguh.

1
1

2
2

3
3

4
4


Jumlah skor
Predikat


3.

Bersahabat
a. Mengerjakan tugas yang diberikan dengan teman dalam kelompok.

1

2

3

4


Jumlah skor
Predikat


4.

Kreatif
a. Mampu membuat ringkasan cuplikan novel berdasarkan bahasa sendiri.

1

2

3

4


Jumlah skor
Predikat


5.
Cermat
a. Mampu menemukan unsur-unsur intrinsik secara tepat.

1

2

3

4

Jumlah skor
Predikat


Keterangan:          
1    : Sangat Kurang
2    : Kurang
3    : Baik
4    : Sangat Baik
Predikat:
91-100       : Amat Baik (A)
77-90         : Baik (B)
68-76         : Cukup (C)
40-67         : Kurang (K)
<40 span="" style="mso-tab-count: 1;">            : Kurang Sekali (KS)
Cara menghitung skor:
Jumlah skor / skor maksimal x 100


Jember, 9 September 2011
         Guru Pamong,                                                                               Mahasiswa PPL/Praktikan,


            Dul Hadi, S.P                                                                               Moh. Badrus Solichin
        NIP. 19621228198512003                                                                    NIM.080210402045

Mengetahui

Kepala SMA Negeri 3 Jember,                                                          Dosen Pembimbing,


        Tatang Prijanggono, S.Pd , M.Pd                                                         Drs. Parto, M.Pd                         NIP. 196302131983031007                                                                 NIP. 19631116198903100