Selasa, 25 Januari 2011

PENAFSIRAN ASPEK LEKSIKAL, KONTEKSTUAL DAN INFERENSI DALAM LIRIK LAGU KERONCONG ALUN-ALUN NGANJUK KARYA NOVITA ANGGRAINI (TINJAUAN ILMU WACANA)

PENAFSIRAN ASPEK LEKSIKAL, KONTEKSTUAL DAN INFERENSI DALAM LIRIK LAGU KERONCONG ALUN-ALUN NGANJUK KARYA NOVITA ANGGRAINI (TINJAUAN ILMU WACANA)


Oleh:

MOH. BADRUS SOLICHIN (080210402002)





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010


1. Hakikat Wacana
` Kridalaksana (2001) menyatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hirearki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap.
Menurut Leech (1974) di dalam Yuwono (2005) wacana dapat diklasifikasikan atas: wacana ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis sebagai sarana ekspresi, seperti wacana pidato wacana fatis apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar komunikasi, seperti wacana perkenalan dalam pesta wacana informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, seperti wacana berita dalam media masa wacana estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan, seperti wacana puisi dan lagu wacana direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau rekreasi dari mitra tutur atau pembaca. Wacana yang akan dianalisis dalam makalah ini adalah lirik lagu Camelia karya Ebiet G Ade yang dikategorikan sebagai wacana estetik.

2. Sejarah Musik Keroncong
Sekitar tahun 1930, di koya Surakarta sudah banyak bermunculan jenis musik orkes keroncong. Orkes yang disebut keroncong harus memenuhi syarat baku ialah memiliki biola, seruling, gitar, stringbas dan dilengkapi pula oleh alat-alat tiup. Nama-nama orkestra keroncong pada jaman itu antara lain Monte Carlo, Sinar Bulan yang akhirnya pecah menjadi dua. Dan selanjutnya lahir pula orkes bernama Sinar Muda dan orkes Bunga Mawar. Di Surakarta pertama-tama dikenalkan gaya baru dalam tabuhan yang berkendangan mempergunakan cello yang dipetik. Hasil dari kendangan tersebut menghidupkan warna musiknya menjadi lebih segar. Keroncong jaman dulu tidak memerlukan seorang dirigen sebagai pembimbing langsung pemain orkestra. Hal ini serasi dengan orkestra gamelan yang melibatkan puluhan yaga.
Menurut penuturan Gesang, keroncong adalah musik kebersamaan tetapi meminta mutu perorangan. Menurut pengamatan para tokoh musik sebelum jaman Jepang apa-apa yang dinamakan langgam itu pada mulanya adalah lagu keroncong atau yang dimainkan dengan gaya roffel berupa adaptasi dan sering kali ada adaptasi dari lagu-lagu jazz yang diperoleh dari cara mendengarkan dan menghafal lagu-lagu dari film-film Amerika atau dari piringan hitam (Sumarlam, 2004:113)

3. Mengapa Lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini Dijadikan Obyek Analisis Wacana Makalah Ini?
Ada beberapa alasan mengapa lagu Alun-Alun Nganjuk diplih sebagai objek dalam analisis wacana di makalah ini. Salah satu hal yang menjadi alasan adalah latar belakang lagu ini dan latar belakang penyanyinya yang berasal dari kabupaten Nganjuk. Sedangkan peniliti sendiri juga berasal dari kabupaten yang sama dari asal muasal lagu dan penyanyi lagu Alun-Alun Nganjuk. Selain alasan itu, lagu ini bisa dibilang sangatlah fenomenal di sekitar kalangan masyarakat Nganjuk maupun kota-kota lain yang ada di Jawa Timur.
Lagu Alun-Alun Nganjuk ini dinyanyikan oleh salah seorang penyanyi jebolan KDI 5 (Kontes Dangdut TPI). Tapi sebelumnya sosok penyanyi juga sudah dikenal oleh masyarakat Nganjuk sebagai penyanyi orkes panggilan. Eksistensi Novita Anggraini di blantika musik Indonesia selama kurang lebih lima tahunan ini menjadi evidensi bahwa dia adalah musisi baru yang layak diperhitungkan yang dan dihargai. Melalui lagu Alun-Alun Nganjuk yang begitu fenomenal dan monumental di hati masyarakat. Lagu cinta ini menjadi akrab di telinga masyarakat karena seringnya diperdengarkan oleh penyanyi sendiri ataupun dinyanyikan oleh penyanyi lain, bahkan lagu ini begitu populer dinyanyikan pengamen-pengamen jalanan. Hanya dalam waktu singkat setelah perilisan, lagu ini langsung meledak di pasaran. Alun-Alun Nganjuk memiliki syair yang sangat indah dengan diksi kejawen yang mudah diterima di telinga. Namun mengandung makna atau pengertian yang dalam. Sampai saat ini, setelah hampir lima tahun perilisan, lagu Alun-Alun Nganjuk masih sering terdengar di media. Karena alasan-alasan tersebut, lagu Alun-Alun Nganjuk dipilih peniliti sebagai objek kajian wacana dalam makalah ini.

4. Biografi Novita Anggraini
Novita Anggraini yang lebih akrab dipanggil Vita adalah jawara di ajang Kontes Dangdut TPI (KDI) 5 tahun 2008. Gadis kelahiran Nganjuk, 10 November 1987 ini adalah anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Darmoko dan Wiwik. Vita dan keluarganya berdomisili di Nganjuk dengan alamat Gugus wilis III, Jarakan, Kramat, Nganjuk. mereka (keluarga vita) hidup dengan kesederhanaan. Darmoko adalah seorang PNS di dinas pariwisata di Surabaya. Sedangkan Wiwik, ibu vita hanya ibu rumah tangga. keduanya dikaruniai anak lima orang. Tiga wanita dan dua laki laki. Sebelum Vita dikenal masyarakat luas setelah menjadi jawara KDI 5, ia sebelumnya sudah merilis beberapa album keroncong. Diantaranya Trisna kutha bayu I dan album kedua berjudul Trisna kutha bayu II. Ia juga sempat merilis album campursari bertitel TRESNO KUTO BAYU.
Novita Anggraini sebagai juara pertama KDI 5 mendapat hadiah sebesar Rp150 juta, penyanyi yang mengidolakan Iis Dahlia ini berkeinginan untuk memiliki album solo dangdut yang diramu dengan hip hop. Catatan perjalanan Vita dalam mengikuti audisi KDI 5 dapat diketahui sebagai berikut:
 Jalan panjangnya di KDI 5 dimulai dari audisi yang diikutinya di Surabaya.
 Datang ke kontes KDI 5 dengan membawa modal berupa prosentase SMS di Gerbang KDI sebanyak 35,73%.
 Kelebihan Vita antara lain tampil memukau di atas panggung, pribadi yang lucu, dan menggemaskan.
 Pemerintah Kabupaten Nganjuk telah berkoar di depan semua rakyatnya untuk mengirimkan dukungan SMS untuk Vita.
 Karakter suara sinden Vita yang kuat bisa membawanya menjadi penyanyi dangdut terkenal.
5. Penafsiran Aspek Leksikal, Kontekstual dan Inferensi dalam Lirik Lagu Keroncong Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini (Tinjauan Ilmu Wacana)

A. Analisis Aspek Leksikal
Aspek leksikal atau kohesi leksikal adalah hubungan antar unsur dalam wacana secara sistematis (Sumarlam, 2009:35). Kohesi leksikal dalam wacana ada enam macam, yaitu (1) repetisi (pengulangan), (2) sinonimi (padan kata), (3) kolokasi (sanding kata), (4) hiponimi (hubungan atas-bawah), (5) antonimi (lawan kata), (6) ekuivalensi (kesepadanan).
Di dalam lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini semua aspek leksikal digunakan oleh pencipta lagu untuk menghasilkan lirik lagu sebagai sebuah wacana yang padu. Pemakaian kohesi leksikal dalam lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini tampak dalam penjelasan berikut ini.

1) Repetisi
Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Sumarlam, 2009:35). Unsur yang mengalami pengulangan pasti menjadi perhatian penuh bagi penciptanya. Macam-macam repetisi antara lain:




a) Repetisi Epizeuksis
Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini tidak ditemukan repetisi tersebut.

b) Repetisi Tautotes
Repetisi tautoes adalah pengulangan satuan lingual atau kata hingga beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini tidak ditemukan repetisi tersebut.

c) Repetisi Anafora
Repetisi anafora ialah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya (Sumarlam, 2009:36). Repetisi anafora dalam lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Apo kowe ora ngerteni (4)
(Apa kamu tidak menungguku)
Kowe tak kangeni (5)
(Padahal kamu aku rindukan)

Pada kutipan lagu di atas terjadi repetisi anafora berupa pengulangan kata kowe pada baris keempat dan kelima. Repetisi semacam ini dimanfatkan oleh pencipta lagu untuk menyampaikan maksud bahwa kowe (tokoh pertama dalam lagu ini) sangat mencintai seseorang yang ditunjukan dengan kata kowe atau ‘kamu’.

d) Repetisi Epistrofa
Repetisi epistrofa adalah pengulangan satuan lingual kata, frasa pada akhir baris atau akhir kalimat. Dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini tidak ditemukan repetisi tersebut.

e) Repetisi Simploke
Repetisi simploke adalah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat seara berturut-turut. Dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini tidak ditemukan repetisi tersebut.

f) Repetisi Mesodiplosis
Repetisi mesodiplosis adalah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat seara berturut-turut. Dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini ditemukan repetisi tersebut.
Apo kowe ora ngerteni (4)
(Apa kamu tidak menungguku)
Kowe tak kangeni (5)
(Padahal kamu aku rindukan)

Pada kutipan lagu di atas terjadi repetisi mesodiplosis berupa pengulangan kata kowe pada baris keempat dan kelima.

g) Repetisi Epanalepsis
Repetisi epanalepsis adalah pengulangan satuan lingual yang kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat yang merupakan pengulangan kata atau frasa pertama. Dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini tidak ditemukan repetisi tersebut.

h) Repetisi Anadiplosis
Repetisi anadiplosis pengulangan kata atau frasa terakhir dari baris atau kaliamat itu menjadi kata atau frasa pertama pada baris atau kaliamat berikutnya. Dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini tidak ditemukan repetisi tersebut.
i) Pengulangan Jumlah Suku Kata
Di dalam lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini tidak terdapat pengulangan jumlah suku kata dalam baris-baris liriknya bila kita mengamati dengan teliti.

2) Sinonimi (Padan Kata)
Sinonimi adalah suatu istilah yang dapat dibatasi sebagai (1) telaah mengenai bermacam-macam kata yang memilki makna yang sama, atau (2) keadaan di mana dua kata atau lebih memiliki makna yang sama (Gorys Keraf, 2005:34).Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain (Abdul Chaer dalam Sumarlam, 2009:39). Kepaduan wacana didukung oleh sinonimi yang merupakan salah satu aspek leksikal. Fungsi sinonimi adalah menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana.
Sinonimi dapat dibedakan menjadi lima berdasarkan wujud satuan lingualnya, yaitu (1) sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), (2) kata dengan kata, (3) kata dengan frasa atau sebaliknya, (4) frasa dengan frasa, (5) klausa/kalimat dengan klausa/kalimat.
Di dalam lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini terdapat tiga bentuk sinonimi yaitu sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat), sinonimi kata dengan kata dan sinonimi kata dengan frasa. Sinonimi tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut:
a) Sinonimi Morfem (Bebas) dengan Morfem (Terikat)
Lali tenan to dhik karo aku iki (12)
(Apa kamu lupa sungguhan dik dengan aku ini)
Ning terminal stasiun nggonku nggoleki (13)
(Di terminal dan stasiunlah aku mencarimu)

Pada kutipan di atas morfem bebas aku bersinonim dengan morfem (terikat) –ku dalam atiku.

b) Sinonimi Kata dengan Kata
Ning alun-alun tak goleki (6)
(Aku mencarimu di alun-alun)
Ning terminal stasiun nggonku nggoleki (13)
(Di terminal dan stasiunlah aku mencarimu)

Tampak pada kutipan (6) dan (7) di atas yaitu sinonimi kata dengan kata yaitu kata goleki dengan kata nggoleki yang memiliki arti mencari. Kedua kata tersebut memiliki makna sepadan.

c) Sinonimi Klausa dengan Kata
Sumilir angin wates nggugah kangene ati (3)
(Hingga hembusan angin malam menggugah rindu di hati)
Kowe tak kangeni (5)
(Padahal kamu aku rindukan)

Pada kutipan (3) diatas, terdapat sinonimi antara klausa dengan kata yaitu klausa nggugah kangene ati dengan kata tak kangeni pada kutipan (5) yang keduanya memiliki makna yang sepadan yaitu ‘merindukan’.

d) Sinonimi Kata dengan Krasa
Ning alun-alun goleki (6)
(Aku mencarimu di alun-alun)
Terminal stasiun tak ubengi (7)
(Bahkan aku mengelilingi terminal dan stasiun)

Kepaduan wacana tersebut didukung oleh aspek leksikal berupa sinonimi antara kata goleki ‘mencari’ pada baris ke-6dengan frasa tak ubengi ‘mengelilingi’ pada baris ke-7.

3) Antonimi (Oposisi Makna)
Antonimi dapat diartikan sebagai satuan lingual yang maknanya beralawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi disebut juga oposisi makna. Pengertian oposisi makna mencakup konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang hanya kontras makna saja. Berdasarkan sifatnya oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu :
a) Oposisi Mutlak
Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak. Dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini tidak ditemukan oposisi tersebut.

b) Oposisi Kutub
Oposisi kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat gradasi. Dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini tidak ditemukan oposisi tersebut.

c) Oposisi Hubungan
Oposisi Hubungan adalah oposisi makna uyang bersifat saling melengkapi. Karena bersifat saling melengkapai maka kata yang satu dimungkinkan ada kehadirannya karena kehadiran kata yang lain yang menjadi oposisinya; atau kehadiran kata yang satu disebabkan oleh adanya kata yang lain (Sumarlam, 2009: 41-42). Kutipan kata yang mengandung oposisi hubungan dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini sebagai berikut.

Ning alun-alun tak goleki (6)
(Aku mencarimu di alun-alun)
Terminal stasiun tak ubengi (7)
(Bahkan aku mengelilingi terminal dan stasiun)

Pada data diatas terdapat oposisi hubungan antara kata alun-alun ‘tempat wisata’ pada kutipan (6) dengan kata Terminal stasiun ‘tempat berhintannya bus dan kreta api’ pada kutipan (7). Kata alun-alun kehadirannya akan lebih bermakna apabila ada Terminal stasiun dan sebaliknya sebagai tempat penantian sang kekasih pergi.

d) Oposisi Hirarkial
Oposisi Hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret jenjang atau tingkatan. Satuan lingual yang beroposisi hirarkial pada umumnya kata-kata yang menunjuk pada nama-nama satuan ukuran ukuran (panjang, berat, isi), nama satuan hitungan, penanggalan dan sejenisnya. Dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini tidak ditemukan oposisi tersebut.

e) Oposisi Majemuk
Oposisi Majemuk adalah oposisi makna yang terjadi pada beberapa kata (lebih dari dua). Dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini tidak ditemukan oposisi tersebut.

4) Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah)
Hiponimi adalah semacam relasi antara kata yang berwujud atas-bawah, atau dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain (Gorys Keraf, 2005:38). Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahas (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau lingual berhiponim itu disebut “hipernim” atau “superordinat” (Sumaralam, 2009:45). Penggunaan hiponimi dalam lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini:
Midero sajagad raya (9)
‘berkelilinglah sejagad raya’
Kalingana wukir lan samudra (10)
‘terhalang gunung dan lautan’
Lha kae lintange mlaku (6)
‘lha itu bintangnya berjalan’.


Pada kutipan lirik diatas, yang merupakan hipernim atau super ordinatnya adalah jagad raya ‘alam semesta’. Sementara itu yang termasuk dalam alam semesta sebagai hiponimnya adalah wukir ‘gunung’, samudra ‘samudra’ dan lintang ‘bintang’.

5) Ekuivalensi (Kesepadanan)
Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma (Sumarlam, 2009:46). Kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya hubungan kesepadanan. Lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini terdapat dua morfem asal yang memiliki ekuivalensi dengan kata bentukan yang telah mengalami proses afiksasi. Penjabaran ekuivalensi pada lagu tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.
a. Mecak’e endahing wengi kutha Nganjuk iki (2)
(Suasana keindahan malam di kota Nganjuk ini)
Sumilir angin wates nggugah kangene ati (3)
(Hingga hembusan angin malam menggugah rindu di hati)

b. Ning alun-alun tak goleki (6)
(Aku mencarimu di alun-alun)
Disekseni lampu alun-alun iki (11)
(Lampu alun-alun menjadi saksinya)

Pada data (a) hubungan makna antara kata wengi kutha dengan angin wates semua dibentuk dari bentuk asal yang sama yaitu suasana. Demikian pula pada data (b) yaitu hubungan makna antara kata alun-alun ‘manis’ dan lampu alun-alun yang mempunyai kata dasar alun-alun.

B. Analisis Aspek Kontekstual
Analisis kontekstual adalah analisis wacana dengan bertumpu pada teks yang dikaji berdasarkan konteks eksternal yang melingkupinya.baik konteks situasi maupun konteks cultural. Pemahaman konteks-konteks tersebut dapat dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai prinsip penafsiran dan analogi. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah :

1) Penafsiran Personal
Berkaitan dengan siapa yang menjadi partisipan di dalam suatu wacana. Halliday dan Hasan (1992:16) menyebut penutur dan mitra tutur atau partisipan dengan istilah “pelibat wacana”. pelibat wacana biasanya menunjuk pada orang-orang yang berperan dalam wacana, kedudukannya, jenis hubungan perannya, ciri fisik dan non-fisik, serta emosi penutur dan mitra tutur.
Untuk mengetahui pelibat wacana dalam lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini, mari kita simak kutipan berikut:
Lunga tak anti-anti kapan nggonmu bali (1)
(Ketika kamu berpergian aku bertanya kapan kamu kembali)
Apo kowe ora ngerteni (4)
(Apa kamu tidak menungguku)
Kowe tak kangeni (5)
(Padahal kamu aku rindukan)
Ning alun-alun tak goleki (6)
(Aku mencarimu di alun-alun)
Terminal stasiun tak ubengi (7)
(Bahkan aku mengelilingi terminal dan stasiun)
Senajan setahun tak enteni (8)
(Walaupun satu tahun pasti aku tunggu)
Tresnamu sing tak gondheli (9)
(Rasa sayangmu yang aku harapkan)

Berdasarkan referensi pronomina persona mudah diketahui bahwa pelibat wacana dalam lagu tersebut adalah persona pertama tunggal aku ‘aku, saya’ dan pronomina persona kedua tunggal -mu ‘dirimu’. Unsur (seseorang atau nama orang) yang diacu oleh pronominal persona aku ‘aku’ tidak dapat ditemukan di dalam lagu tersebut karena sifat acuannya yang eksoforis. Sementara itu, unsur yang diacu oleh pronomina persona -mu ‘dirimu’pada kutipan di atas dapat ditemukan lagi di dalam bait selanjutnya karena sifat acuan yang endoforis. Pertanyaan yang muncul sebenarnya siapakah sesungguhnya aku ‘saya’ dan siapakah -mu ‘dirimu’ dalam lagu tersebut?
Aku sebagai penafsiran personal dalam lagu tersebut setidak-tidaknya mempunyai beberapa tafsiran yakni :
a. Pengarang lagu itu sendiri
b.Orang yang khusus menyanyikan lagu itu untuk dipopulerkan
c.Siapa saja yang membaca lirik lagu atau sengaja menyanyikan lagu tersebut.
d.seorang lelaki atau perempuan yang sedang dimabuk asmara.
Sedangkan -mu ‘dirimu’ atau adalah penafsiran terhadap pelibat wacana yang bisa ditafsirkan sebagai :
a. Ditujukan untuk seseorang yang dikasihi sang pengarang.
b. Kata sapaan dari seorang lelaki untuk kekasihnya atau sebaliknya.
c. Siapa saja yang menjadi pujaan hati atau orang yang didambakan.

2) Penafsiran Lokasional
Berkenaan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana. Berdasarkan perangkat benda yang menjadi konteksnya kita dapat menafsirkan tempat terjadinya suatu situasi pada tuturan dalam lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini sebagai berikut :
Mecak’e endahing wengi kutha Nganjuk iki (2)
(Suasana keindahan malam di kota Nganjuk ini)
Ning alun-alun tak goleki (6)
(Aku mencarimu di alun-alun)
Terminal stasiun tak ubengi (7)
(Bahkan aku mengelilingi terminal dan stasiun)

Pronominal demonstrative seperti kutha Nganjuk dan alun-alun, terminal stasiun merupakan tempat yang mengacu secara eksplisit (bisa saja tidak benar-benar dialami oleh pengarang saat menceritakan lagi tersebut) sehingga tidak ditemukan suatu situasi atau tempat karenanya sulit ditafsirkan.

3) Penafsiran Temporal
Berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Berdasarkan konteksnya kita dapat menafsirkan kapan atau berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses) dapat terlihat dalam lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini sebagai berikut:

Mecak’e endahing wengi kutha Nganjuk iki (2)
(Suasana keindahan malam di kota Nganjuk ini)
Sumilir angin wates nggugah kangene ati (3)
(Hingga hembusan angin malam menggugah rindu di hati)

Pronomina demonstrative waktu Mecak’e endahing wengi ‘ketika keindahan malam datang’ mengacu pada Sumilir angin wates itu ditafsirkan bahwa mungkin sang pengarang mengarang lagu itu terinspirasi ketika malam datang dan saat yang tepat untuk berkasih mesra oleh sepasang kekasih adalah ketika malam datang.

4) Penafsiran Analogi
Prinsip analogi digunakan sebagai dasar, baik oleh penutur maupun mitra tutur, untuk memahami makna dan mengidentifikasi maksud dari (bagian atau keseluruhan ) sebuah wacana. Dan dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini penafsiran analogi ditemukan dalam wacana sebagai berikut:
Sumilir angin wates nggugah kangene ati (3)
(Hingga hembusan angin malam menggugah rindu di hati)

Dari penganalogian Sumilir angin wates nggugah kangene ati (3) ditafsirkan bahwa semilirnya angin malam mengingatkan rasa rindu yang membuncah saat ditinggal sang kekasih. Sehingga dari analogi sebab akibat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa maksud dari lirik lagu tersebut adalah lagu dari seorang pria atau perempuan yang sedang merindukan sang kekasih pujaan hatinya.





C. Analisis Aspek Inferensi
Adalah proses yang harus dilakukan oleh komunikan (pembaca/ pendengar/ mitra tutur) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (pembicara/ penulis/ penutur).
Inferensi dapat diambil dari sebuah tuturan bergantung pada konteks yang menyertainya. Terdapat empat macam konteks yaitu: konteks fisik, konteks epistemis, konteks linguistic, dan konteks sosial.
1) Inferensi Fisik
Inferensi fisik yang terdapat di dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini dapat diketahui sebagai berikut:
Mecak’e endahing wengi kutha Nganjuk iki (2)
(Suasana keindahan malam di kota Nganjuk ini)
Sumilir angin wates nggugah kangene ati (3)
(Hingga hembusan angin malam menggugah rindu di hati)

Dari data di atas menunjukkan bahwa adanya konteks fisik yakni bahwa kerinduan sang kekasih begitu dinanti-nanti di saat malam tiba di kota Nganjuk.

2) Inferensi Epistemis
Inferensi epistemis yang terdapat di dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini tidak ditemukan konteks tersebut.

3) Inferensi Linguistik
Inferensi linguistik yang terdapat di dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini dapat diketahui sebagai berikut:
Lunga tak anti-anti kapan nggonmu bali (1)
(Ketika kamu berpergian aku bertanya kapan kamu kembali)
Lali tenan to dhik nggonmu janji-janji (10)
(Apa kamu lupa sungguhan dik, dengan janji-janjimu)
Disekseni lampu alun-alun iki (11)
(Lampu alun-alun menjadi saksinya)
Lali tenan to dhik karo aku iki (12)
(Apa kamu lupa sungguhan dik dengan aku ini)

4) Inferensi Sosial
Inferensi linguistik yang terdapat di dalam lirik lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini dapat diketahui sebagai berikut:
Senajan setahun tak enteni (8)
(Walaupun satu tahun pasti aku tunggu)
Tresnamu sing tak gondheli (9)
(Rasa sayangmu yang aku harapkan)
Lali tenan to dhik nggonmu janji-janji (10)
(Apa kamu lupa sungguhan dik, dengan janji-janjimu)
Disekseni lampu alun-alun iki (11)
(Lampu alun-alun menjadi saksinya)
Lali tenan to dhik karo aku iki (12)
(Apa kamu lupa sungguhan dik dengan aku ini)
Ning terminal stasiun nggonku nggoleki (13)
(Di terminal dan stasiunlah aku mencarimu)

Dari data di atas dapat diketahui bahwa adanya inferensi sosial yang terjadi antara dua sang kekasih yang sedang dilanda kerinduan. Karena sudah beberapa lama berpisah tanpa bertemu kembali. Namun rasa kerinduan itu tak memudar sedikitpun, hingga ia sanggup menanti sang kekasih walaupun ia akan datang bertahun-tahun lamannya.
6. Kesimpulan
Dari proses analisis data yang telah dilakuakan, telah ditemukan simpulan terhadap analisis wacana lirik Lagu Alun-Alun Nganjuk Karya Novita Anggraini berdasarkan dari tiga aspek yang terdapat di dalam kajian wacana, yakni aspek leksikal, kontekstual dan aspek inferensi.
Ketiga aspek di atas secara umum dapat diketahui bahwa ketiga aspek tersebut digunakan oleh pencipta lagu Alun-Alun Nganjuk untuk menghasilkan lirik lagu sebagai sebuah wacana yang padu. Bahkan aspek tersebut memiliki nilai yang sepesifik di setiap bait-bait lirik lagu Alun-Alun Nganjuk karya Novita Anggraini. Bahkan ketiga aspek tersebut saling dominan menjadi tumpuan terbentuknya keindahan makna lirik lagu yang diciptakan pengarang, sehingga menghasilkan lirik lagu yang sangat menyentuh jiwa seseorang yang sedang ditinggal sang kekasih.
Begitu populernya lagu ini dikalangan masyarakat, bisa diakibatkan pengarang lagu yang begitu piawai dalam memilih diksi yang pas dan konteks yang menyentuh jika seseorang akan rindu kepada kekasihnya. Sehingga lagu ini begitu mudah diterima masyarakat luas.



Daftar Rujukan


Anggraini, Novita. 2005. Alun-Alun Nganjuk (Video Clip). Ndaru Breng: Nganjuk.

Kartomihardjo, Soeseno. 1992. Analisis Wacana dan Penerapannya (Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar). SKIP: Malang.

Sumarlam. 2009. Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.

Sumarlam, dkk. 2004. Analisis Wacana, Iklan, Lagu, Puisi, Cerpen, dan Novel Drama. Bandung : Pakar Raya.
http://awan80.blogspot.com/analisis wacana lagu camelia karya ebiet g ade kajian tekstual dan konteks situasi.html. (Diakses pada tanggal 5 Desember 2010)
http://iphototv.blogspot.com/2008/08/pemenang-kdi-5-novita-anggraeni-vita.html. (Diakses pada tanggal 5 Desember 2010)
http://istana-musik.blogspot.com/2009/01/kumpulan-lagu-lagu-vita-kdi.html. (Diakses pada tanggal 5 Desember 2010)



Lampiran Lirik Lagu:
ALUN-ALUN NGANJUK
Karya, Vita Anggraini


Lunga tak anti-anti kapan nggonmu bali (1)
(Ketika kamu berpergian aku bertanya kapan kamu kembali)
Mecak’e endahing wengi kutha Nganjuk iki (2)
(Suasana keindahan malam di kota Nganjuk ini)
Sumilir angin wates nggugah kangene ati (3)
(Hingga hembusan angin malam menggugah rindu di hati)
Apo kowe ora ngerteni (4)
(Apa kamu tidak menungguku)
Kowe tak kangeni (5)
(Padahal kamu aku rindukan)
Ning alun-alun tak goleki (6)
(Aku mencarimu di alun-alun)
Terminal stasiun tak ubengi (7)
(Bahkan aku mengelilingi terminal dan stasiun)
Senajan setahun tak enteni (8)
(Walaupun satu tahun pasti aku tunggu)
Tresnamu sing tak gondheli (9)
(Rasa sayangmu yang aku harapkan)
Lali tenan to dhik nggonmu janji-janji (10)
(Apa kamu lupa sungguhan dik, dengan janji-janjimu)
Disekseni lampu alun-alun iki (11)
(Lampu alun-alun menjadi saksinya)
Lali tenan to dhik karo aku iki (12)
(Apa kamu lupa sungguhan dik dengan aku ini)
Ning terminal stasiun nggonku nggoleki (13)
(Di terminal dan stasiunlah aku mencarimu)