ETIKA SOSIAL PADA TOKOH NOVEL KAWIN KONTRAK KARYA SAIFUR ROHMAN
(Sebagai Tugas Ujian Akhir Semester Prosa Fiksi dan Drama)
Oleh:
MOH. BADRUS SOLICHIN (080210402002)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan hasil imajinasi dan kreativitas seorang pengarang. Pengarang menulis tentang apa saja yang menimbulkan keharuan batinnya, dan mendorong untuk berpikir, mencernakan dan mensublimasikan apa yang dilihat, didengar, dirasakannya, dialaminya, dan akhirnya dia mencipta (Lubis,1996:37). Selanjutnya Lubis (1996:53) mengemukakan bahwa kreativitas seorang sastrawan adalah kemampuan untuk mengapresiasi manusia dan kehidupannya, pengalaman masyarakatnya, sejarah bangsanya, dan negerinya, lingkungan hidupnya, kebudayaan dan sistem nilai bangsanya baik yang homogen maupun yang beragam. Sastra coba mengarah kepada persoalan budaya, mencoba memahami kehidupan, melihat persoalan kehidupan, memberikan makna dan mencari dasar persoalan.
Analisis karya sastra ini menggunakan karya sastra berbentuk novel, karena novel menceritakan berbagai macam kehidupan yang lebih kompleks dibandingkan dengan karya sastra lain. Di samping itu, novel merupakan prosa panjang yang menunjukkan tokoh-tokoh, menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun (Sudjiman, 1991:55). Semua itu merupakan hasil imajinatif pengarang yang diperoleh dari perenungan dalam kehidupan nyata.
Novel Kawin Kontrak karya Saifur Rohman diterbitkan oleh PT. Grasindo, Jakarta tahun2006. Novel tersebut mengungkapkan kawin kontrak Charles (dari London) dengan Rina (penghuni vila lereng Gunung Muria dan Paina (kampung Semanding) Jepara. Kawin kontrak diartikan sebagai perkawinan berlaku sampai masa tertentu. Apabila masa itu telah datang, perkawinan terputus dengan sendirinya tanpa melalui proses perceraian. Ditinjau dari hukum kontrak, kawin kontrak terklasifikasi dalam kontrak innominaat yakni keseluruhan kaidah hukum yang mengkaji berbagai kontrak yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat. Kontrak ini belum dikenal pada saat KUH Perdata diundangkan (Salim, 2005:4). Untuk menyikapi permasalahan tersebut penulis menganalisis novel Kawin Kontrak karya Saifur Rohman dari dimensi etika sosial, karena karya sastra merupakan objek yang dapat dikaji dari berbagai disiplin ilmu termasuk dari segi etika sosial. Gejala-gejala etika sosial manusia yang ditangkap pengarang dapat dituangkan ke dalam sebuah karya sastra dan dipadukan dengan pengalaman batin pengarang menjadi sebuah pengetahuan baru yang mampu menciptakan cara berpikir manusia yang berbeda.
Penggambaran-penggambaran tentang cara pandang seseorang dalam kehidupan akan dituangkan oleh pengarang melalui perilaku tokoh yang dikemukakan dalam karya sastra. Pengalaman jiwa pengarang yang memuat berbagai sudut pandang kehidupan terlihat lewat ciri-ciri para tokoh imajinasinya. Melalui tingkah laku tokoh-tokoh yang ditampilkan inilah pengarang melukiskan kehidupan manusia dengan berbagi konflik yang timbul di dalamnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan :
1)Bagaimanakah analisis tokoh pada novel Kawin Kontrak karya Saifur Rohman?
2)Bagaimanakah etika sosial pada tokoh novel Kawin Kontrak karya Saifur Rohman?
I.3 Tujuan Penulisan
1)Mengetahui analisis tokoh pada novel Kawin Kontrak karya Saifur Rohman.
2)Mengetahui etika sosial pada tokoh novel Kawin Kontrak karya Saifur Rohman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Struktur Karya Sastra
Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagi unsur (pembangun)-nya. Di satu pihak, strukutur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams,1981:68). Di pihak lain, struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antar unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk suatu kesatuan yang utuh.
Kajian struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secara cermat fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan.
Begitu pula dengan karya sastra berbentuk novel, yang menceritakan berbagai macam kehidupan yang lebih kompleks dibandingkan dengan karya sastra lain. Di samping itu, novel merupakan prosa panjang yang menunjukkan tokoh-tokoh, menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun (Sudjiman, 1991:55). Semua itu merupakan hasil imajinatif pengarang yang diperoleh dari perenungan dalam kehidupan nyata.
Novel terbentuk dari struktur yang sama dengan karya sastra lain, seperti adanya judul, tema, perwatakan dan penokohan, latar serta konflik. Tetapi analisis ini menitik beratkan pada penokohan dalam cerita novel Kawin Kontrak.
2.2 Definisi Tokoh
Tokoh adalah pelukisan mengenai tokoh cerita baik keadaan lahir maupun batinnya yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya dan sebagainya (Suharianto 1982:31). Lalu mengapa menganalisis tokoh utama? karena tokoh utama pada karya sastra akan memberikan gambaran banyak tentang pandangan hidup, sikap, keyakinan, dan adat istiadat, dan tentunya untuk memperjelas pembaca dalam mengetahui keseluruhan isi cerita yang digambarkan oleh pengarang. Tulisan-tulisan yang dituangkan pengarang melalui tokoh utama yang diciptakannya sering menimbulkan tanggapan bahwa jiwa tokoh ciptaannya itu sesuai dengan cara pandang yang dikemukakan oleh seorang tokoh filsafat. Pemikiran-pemikiran tokoh filsafat merupakan salah satu sumber utama bagi pengarang untuk menuangkan ide-idenya maupun ide seseorang ke dalam sebuah karya sastra.
Tokoh dalam sebuah cerita dibagi menjadi dua macam, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian. Tokoh bawahan adalah tokoh yang kehadirannya ada keterkaitan dengan tokoh utama secara langsung maupun tidak langsung.
2.3 Etika Sosial dalam Karya Sastra
Fenomena di dalam bermasyarakat, baik masyarakat modern maupun masyarakat tradisional selalu ada norma etika. Norma tersebut disusun berdasarkan kesepakatan umum [seperti adat, kebiasaan, kelaziman (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:439)]. Sehubungan dengan itu Mungin Eddy Wibowo (2001:6) mengartikan etika sebagai cabang filsafat yang membicarakan nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Pendapat tersebut diperjelas oleh Abdulkadir Muhammad (2005:66) yang menyatakan bahwa etika merupakan ilmu tentang kebiasaan yang baik.
Etika memiliki hubungan sangat relevan dengan aspek sosiologi. Hubunganya terbukti yakni, sosiologi digunakan untuk memahami etika. Hal demikian dapat dimengerti karena banyak kajian etika yang dapat dipahami secara professional. Hubungan etika dengan sosiologi ialah sama -sama mempelajari dan mengupas masalah perilaku. Perbuatan manusia yang timbul dari kehendak ilmu sosiologi mempersoalkan kehidupan bermasyarakat dan etika dari sisi tingkah laku (Yatimin Abdullah, 2006:397-398). Berkaitan dengan hal tersebut Poedjawijatna (2003:39), berpendapat bahwa hubungan antara etika dan sosial menghasilkan produk pranata sosial. Istilah tersebut diartikan sebagai suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting. Dengan kata lain pranata sosial adalah sistem hubungan sosial yang terorganisir yang mengejawantahkan nila-nilai serta prosedur umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat.
Menyikapi pranata sosial, orang harus menemukan ukuran baik dan buruk. Untuk melakukan hal tersebut peneliti dapat menggunakan teori deontologis dan teleologis. Bahanuddin Salam dalam bukunya yang berjudul Etika Sosial menyatakan bahwa secara deontologis, sesuatu dikatakan baik apabila yang bersangkuatan berkemauan baik. Selain itu sesuatu dikatakan baik apabila suatu dilakukan demi kewajiban. Teori teleologis ber pendapat bahwa sesuatu dinilai baik berdasarkan akibat yang ditimbulkan tindakan itu. Apabila suatu tindakan hasilnya baik, maka tindakan itu dinilai baik (1997:71-72).
2.4 Sinopsis Novel Kawin Kontrak
Charles seorang pemuda kelahiran Birmingham, menetap di London pergi ke Jepara, Jawa Tengah untuk berinvestasi mebel. Di sela-sela kehidupannya ia isi dengan berkunjung tempat tinggal Rina (pasangan kawin kontrak) di vila, lereng Gunung Muria. Perlu digarisbawahi bahwa perkawinan antara Charles dan Rina hanya sebatas kawin kontrak. Oleh karena itu Charles tidak dapat berbuat apa-apa ketika Rina memasukkan laki-laki lain ke vilanya. Dalam kawin kontrak tidak tercantumkan bahwa Rina harus setia. Tidak berapa lama Rina tidak dihiraukan oleh Charles. Ia berusaha untuk mencintai perempuan lain yaitu Paina, di kampung Semanding, Jepara. Untuk dapat kawin kontrak dengan Paina, Charles membutuhkan perantara Rosa, lonte (pelacur) sekaligus mucikari yang tinggal tidak jauh dari tempat tinggal Paina. Berkat pendekatan Rosa terhadap Mbok Pedhet (ibu Paina), Charles berhasil kawin kontrak dengan Paina, meskipun pada awalnya ayah Paina (Pak Mo Pedhet) sangat membenci Charles. Malang melintang nasib Paina, sebelum menikah dengan Charles, Paina sudah diperkosa ole h ayah sendiri sehingga Bisri (pacar Paina) ketika berkoitus dengan Paina sangat kecewa, karena Paina sudah tidak gadis (ibarat botol yang sudah dibuka tutupnya). Demikian pula Charles, ia sangat kecewa ketika berbulan madu dengan Paina ia sudah tidak gadis lagi.
Bisri yang kecewa terhadap kondisi Paina, menduga Paina telah dinodai oleh Charles. Oleh karena itu pada suatu malam, Charles ketika berada di rumah Rosa digrebeg warga kampung yang dikomandoi Bisri. Charles dipukuli warga yang mengakibatkan Charl es dirawat di rumah sakit. Demikian juga Charles, begitu berbulan madu tahu bahwa Paina sudah tidak gadis lagi menduga bahwa Paina sudah dinodai oleh Bisri. Hal ini mengakibatkan Paina dianiaya oleh Charles. Paina diminta oleh Charles untuk menandatangani pembebasan tanah, Paina tidak bersedia menandatanganinya. Dalam keadaan demikian Paina berlari melapor diri kepada lurah yang berakibat berurusan dengan polisi. Nasib menentukan lain, akhirnya Paina menjadi narapidana di Nusakambangan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Analisis Tokoh Pada Novel Kawin Kontrak
Tokoh dalam sebuah cerita, merupakan unsur yang harus ada di dalam karya sastra. Burhan Nurgiantoro (2000:165) mengartikan tokoh sebagai pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Arif Furchan dan H. Agus Maimun dalam buku Studi Tokoh (2005:6-7) menyatakan bahwa tujuan studi tokoh umumnya adalah untuk mencapai pandangan-pandangannya yang mencerminkan pandangan warga dalam komunitas yang bersangkutan. Tujuan lain dari studi model ini adalah untuk menyusun dalam pengertian kita terhadap komunitas tertentu tempat tokoh-tokoh itu hidup. Yang lebih penting lagi, seorang individu akan banyak mengungkapkan motivasi, aspirasi, dan ambisinya tentang kehidupan dalam masyarakatnya. Berkaitan dengan hal tersebut deskripsi penokohan atau tokoh dalam novel Kawin Kontrak dapat diketahui sebagai berikut.
Paina
Tokoh utama dalam novel Kawin Kontrak adalah Paina. Dalam hal ini Paina adalah tokoh yangdiutamakan penceritanya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Dapat dikatakan bahwa tokoh Paina hadir dalam setiap kejadian. Dalam novel Kawin Kontrak, Paina putri hasil perkawinan antara Mbok Pedhet dengan Pak Mo Pedhet. Sosok Paina mempunyai kelebihan. Ia bagaikan mutiara dan sorot matanya sangat dalam. Ia berusia tujuh belas, hampir delapan bel as tahun, ia rajin, dan trengginas. Dalam hal ini Paina diincar Rosa untuk dijadikan gundik. Hal ini misalnya terdapat pada percakapan berikut:
“Kamu tahu, Mbok,” Pak Mo menekan suaranya lebih daripada menekan hawa yang membuncah dalam dada. “Dia mau menjerumuskan anak kita.”
“Menjerumuskan bagaimana?”
“Kamu nggak tahu kerjanya apa?” Mbok Pedhet geleng.
“Coba saya tebak.”
“Jadi pelacur, itu maksudmu?”
“Bukan. Maksudku, lebih dari itu.”
“Jadi demenan, gundik orang bule itu.”
“Bukan.”
“Lantas?”
“Dia itu pedagang?”
“Iya, pedagang manusia.”
Kemudian, Pak Mo menceritakan pekerjaan Rosa itu. Juga, tentang kedatangan warga kampung sebelah yang menawarkan anak gadisnya ke rumah Rosa. Menurutnya, gadis itu akan ditampung bersama gadis-gadis lain. Setelah dirasa sukup, baru dibawa ke kota besar. Bisa ke Semarang, Surabaya, Jakarta, bahkan Singapura maupun Malaysia.
(Kawin Kontrak, 2006:60)
Charles
Tokoh novel Kawin Kontrak, Charles terklasifikasi tokoh utama. Ia seorang bule dari London. Kedatangan Charles ke Jepara, Indonesia bermisi untuk mendapatkan materi yang melimpah ruah. Charles melakukan kawin kontrak dengan Rina dan Paina termotivasi agar dapat berinvestasi dan mendapat proyek besar di Indonesia. Tanpa menikahi perempuan Indonesia, Charles kesulitan memperoleh apa yang ia inginkan dan ia harapkan. Hal itu dapat disimak sebagai berikut:
Sudahlah diri Rina juga merupakan bagian dari penjelmaan padang golf di sana. Ladang perkebunan teh itu tidak akan pernah terbeli tanpa nama Rina di atas sertifikat yang ditandatangani pihak agraria. Tanpa perempuan pribumi yang tolol dan cuma mengandalkan kemaluan itu, Charles tak pernah mendapatkan apa-apa. Bahkan, sejengkal tanah pun tidak.
(Kawin Kontrak, 2006:67)
Pernyataan tersebut diperjelas melalui kutipan percakapan antara Paina dan Rina, sebagai berikut:
“Apakah kamu kawin kontrak?”Paina mengangguk.
“Dan surat persetujuan itu dibawa Charles?” Sekali lagi Paina mengangguk.
“Peristiwa itu sama saja dengan yang kualami. Dulu aku juga melakukan kawin kontrak dengan Charles, tetapi kemudian ia menyodorkan lembar demi lembar untuk memperluas usahanya. Semua tanah dibeli atas namaku. Semua usaha didirikan atas namaku, dan ketika aku sudah tidak dibutuhkan, aku dilempar, aku dibuang seperti sampah. Aku sama t idak bergunanya dengan air comberan karena masyarakat sendiri sudah memandangku sebagai pelacur.”
(Kawin Kontrak, 2006:229)
Hal seperti itu dialami juga oleh Paina. Charles memaksa Paina untuk menandatangani pembelian tanah dan membuat usaha. Dalam hal ini Paina bersikeras tidak mau menandatangani hal itu.
Sampai suatu hari di suatu pagi, Charles membawa map berisi lembaran kertas putih tertulis rapi. Charles langsung mendatangi Paina yang masih sibuk di dapur, kemudian berkata, “Aku ingin kamu menandatangani kertas ini, ini, dan yang bermaterei ini.” Paina mengernyitkan kening. Langsung teringat perkataan Rina, perempuan yang bermaksud membunuhnya beberapa hari yang lalu. Tanda tangan untuk pembelian tanah, untuk bikin usaha.
(Kawin Kontrak, 2006:231)
Rina
Tokoh Rina terklasifikasi dalam tokoh tambahan. Ia adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu. Ia mudah dikenal dan dipahami, serta cenderung stereotip (Burhan Murgiantoro, 2000:182) Rina dalam novel Kawin Kontrak sebagai seorang penghuni vila, di lereng Gunungan Muria. Ia berprofesi sebagai pelacur, berkawin kontrak dengan Charles asli Birmingham. Dalam perkawinannya dengan Charles, Rina menandatangani semua usaha Charles. Semua tanah yang dibeli Charles atas nama Rina, akan tetapi setelah Rina tidak dibutuhkan ia ditinggalkan.
Rosa
Tokoh Rosa dalam novel Kawin Kontrak sama halnya dengan tokoh Rina. Ia terklasifikasi dalam tokoh tambahan. Perbedaannya Rina hanya berprofesi sebagai pelacur sedangkan Rosa selain sebagai pelacur, sebagai gundik orang bule, sekaligus pedagang perempuan. Rosa menampung gadis-gadis, setelah dirasa cukup kemudian dibawa ke kota: Semarang, Surabaya, Jakarta, bahkan Singapura, dan Malaysia.
3.2 Etika Sosial Pada Tokoh Novel Kawin Kontrak
M. Yatimin Abdullah (2006:4) mendefinisikan etika berdasarkan etimologi. Bahwa istilah tersebut berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat istiadat (kebiasaan). Pendapat tersebut diperjelas oleh Bernard T. Adney dalam bukunya yang berjudul Etika Sosial Lintas Budaya (2000:131) menyatakan bahwa suatu pendekatan umum pada etika ialah usaha untuk mendapatkan prinsip-prinsip moral dasar yang ada di balik semua aturan, hukum, dan ajaran ajaran al-kitab.
Berkaitan dengan hal tersebut Poedjawijatna (2003:39) berpendapat bahwa hubungan antara etika dan sosial menghasilkan produk pranata sosial. Istilah tersebut diartikan sebagai suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting. Dengan kata lain pranata sosial adalah sistem hubungan sosial yang terorganisir yang mengejawantahkan nila-nilai serta prosedur umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat. Dalam novel Kawin Kontrak, perkawinan Charles dengan Rina tidak ada ikatan apa pun sehingga ketika Charles meninggalkan Rina sebelum bertolak dari Bandara Sukarno-Hatta, di vila Rina sudah ada laki-laki lain. Dalam keadaan demikian pikiran dan perassan Charles berada “di samping jalan” antara berhak memiliki gadis itu atau membiarkan dia berkeliaran memasukkan laki-laki lain. Untuk memperoleh gambaran secara konkret dapat dilihat kutipan di bawah ini:
Ia ingat meninggalkan Rina pas sebelum bertolak dari bandara Sukarno -Hatta. Bahkan pakaian, paspor, cerutu, dan alat pencukur jenggot pun disiapkan Rina dengan rajin, setelah cium pipi kanankiri, sebuah mercy sudah menunggu di halaman rumah.
Ah, betapa cepatnya ia memasukkan laki-laki lain di rumah yang aku bangun, pikirannya geram.
“Hah! Dasar pelacur,” umpatnya.
Charles bangkit dari kursi malasnya, mengencangkan piama, kemudian masuk ke dalam. Entahlah ia harus jengkel atau abai saja sebab ia merasa antara berhak untuk memiliki gadis itu atau membiarkan dia berkeliaran dengan memasukkan laki -laki lain. Dalam perjanjian kawin kontrak itu memang tidak tercantumkan bahwa ia harus setia.
Rina, yang merasa tidak dihiraukan, mengikuti saja dari belakang. Belum sempurna benar dia berpakaian. Kutangnya pun belum terkancingkan. Melewati pintu, tampak Charles tak menoleh.
(Kawin Kontrak, 2006:21-22)
Berdasarkan karakterisasi, pengarang melukiskan sosok Rina melalui tampilan tokoh. Hal tersebut diutarakan bahwa penampilan tokoh dimasksud misalnya, pakaian apa yang dikenakan atau bagaimana ekspresinya (Albertine Minderop, 2005:10). Dalam hal ini Rina sosok pelacur digambarkan kutangnya belum terkancing ketika mengikuti Charles dari belakang. Untuk melukiskan Charles sebagai sosok eksekutif digambarkan memakai piama, duduk di kursi malas. Di sisi lain Charles ketika hendak naik pesawat di bandara Sukarno -Hatta membawa paspor, cerutu, dan alat pencukur jenggot.
Berdasarkan etika sosial, Rina terklasifikasi sebagai seorang istri yang tidak menghormati, dan tidak setia kepada Charles. Baru saja ditinggal Charles, ia memasukkan pria lain. Dengan kata lain perilaku Rina sebagai sosok istri tidak etis. Rina terkalsifikasi wanita ekstrem. Sebaiknya, Rina sebagai seorang istri harus menunjukkan kesetiaan kepada suaminya. Ketidaksetiaan Rina kepada suaminya (Charles) sama halnya tidak menjaga keutuhan rumah tangga. Charles sebagai orang Barat penganut free sex (seks bebas). Hal itu didukung teori bahwa lelaki adalah tukang selingkuh bawaan. Oleh karena itu laki -laki tidak cocok untuk monogami. Kesetiaan pada suatu pasangan hanyalah kamuflase (John M. Gottman dan Nan Silver (2001:17)). Oleh karena itu selain kawin kontrak dengan Rina, Charles juga kawin kontrak dengan Paina. Hal ini tampak melalui percakapan sebagai berikut:
“Ya, aku tahu kekecewaanmu Bisri. Tapi Paina sendiri tampaknya memilih bule itu.” “Kawin kontrak, maksud Pak Mo?”
Pak Mo mengangguk mantap. “Betul, Bis. Tidak ada yang lebih aman selain kawin kontrak, Bisri.“
Perkawinan itu telah ditentukan harinya. Selasa, Selasa itu tiga, dan legi itu empat, berarti jatuh pada angka tujuh. Tujuh adalah angka keberuntungan Paina yang lahir pada Kamis Kliwon. Biar saja tanpa harus menanyai si bule itu lahir hari apa. Itu tak penting bagi keluarga Pak Mo, juga Charles sendiri.
Dan memang, kawin itu tidak harus mendatangkan penghulu. Cukup dengan k ertas bermaterei Rp 6.000, ditandatangani Pak Mo dan Charles. Isinya sederhana. Diterangkan pihak pertama adalah Pak Mo Pedhet yang menyewakan anaknya, Paina kepada pihak kedua Charles. Seperti dilansir surat perjanjian itu, keduanya sepakat bahwa Paina dibawa Charles ke rumah baru untuk dijadikan istri. Istri kontrakan tepatnya.
(Kawin Kontrak, 2006:189-191)
Amir Syarifuddin (2006:100) mengartikan, kawin kontrak disebut juga dengan nikah mut’ah (nikah muaqqat). Yaitu perkawinan untuk masa tertentu dalam arti pada waktu akad nikah dinyatakan berlaku ikatan perkawinan masa tertentu, yang bila masa itu telah datang, perkawinan terputus dengan sendirinya tanpa melalui proses perceraian. Perkawinan jenis ini hukumnya haram atau terlarang. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, kawin kontrak merupakan suatu tindakan yang melanggar kode etik sosial. Manusia pada dasarnya merupakan bagian dari kelompok masyarakat. Dalam hal ini manusia sebagai makhluk sosial, ia merupakan bagian kehidupan masyarakat. Atas dasar hal tersebut, kawin kontrak Charles tentu mendapat reaksi. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan sebagai berikut:
Berpasang-pasang mata mengintip dari balik dinding kayu yang bolong, dari balik cendela yang terbuka. Sedikit, dan dari orang yang sekedar berkeru mun di bawah pohon jambu. Pak Mo tahu, tapi sesungguhnya dia tidak ingin mau tahu.
(Kawin Kontrak, 2006:193)
Reaksi tersebut menunjukkan hakikatnya manusia selalu ingin tahu. Mereka mengintip dari balik dinding kayu berlubang. Ada juga yang mengintip dari balik jendela yang terbuka sedikit. Selain itu ada yang berkerumun di bawah pohon jambu. Sesuatu yang unik, mereka tidak mendekat secara langsung. Hal ini karena warga sekitar menyikapi kawin kontrak sebagai suatu yang tidak normatif. Sesuatu yang perlu diketahui, walaupun status Charles hanya kawin kontrak, Charles mendambakan Paina masih perawan. Charles sangat kecewa ketika mengetahui Paina sudah tidak perawan. Hal ini dapat disimak melalui kutipan sebagai berikut:
“Paina. Tatap mataku. Jangan menunduk begitu. Siapa yang telah mendahuluiku sebelum malam ini. Siapa? Siapa?! Katakan!”
Dia berdiri membelakangi. Di dalam kepalanya sebetulnya tidak terbesit perihal uang yang telah dikeluarkan, tetapi dengan lubang yang tidak lagi disegel dengan selembar selaput, yang baru sesaat tadi dimasuki oleh salah satu anggota badannya. Kenapa semua itu tidak diceritakan Paina dan ketika Charles begitu berharap akan teriakan “Sakit, sakit, sakit”, ternyata tidak membuahkan apa apa selain mulut yang terkatup.
(Kawin Kontrak, 2006:194-196)
Pria seburuk apa pun dan sejelek-jeleknya manusia ketika menikahi seorang wanita pastinya akan mempertanyakan keperawanan istrinya. Begitu pula yang dialami tokoh Charles melihat Paina sudah tidak perawan, ia sangat kecewa. Bagi Charles uang/(harta benda) yang diberikan kepada Paina tidak dipermasalahkan. Kesalahan Paina, ia tidak menceritakan kepada Charles bahwa dirinya sudah tidak perawan karena diperkosa oleh ayah sendiri (audipus elektra). Dalam hal ini, Paina menyalahi kode etik sosial. Masyarakat sampai saat ini belum mengakui keabsahan kawin kontrak. Mereka memandang bahwa perempuan yang melakukan kawin kontrak sama halnya pelacur. Ia tidak dihargai oleh masyarakat. Hal ini dapat disimak melalui dialog antara Rina dengan Paina sebagai berikut:
“Peristiwa itu sama saja dengan yang kualami. Dulu juga aku melakukan kawin kontrak dengan Charles, tetapi kemudian ia menyodorkan lembar demi lembar untuk memperluas usahanya. Semua tanah dibeli atas namaku. Semua usaha didirikan atas namaku, dan ketika aku sudah tidak dibutuhkan, aku dilempar, aku dibuang seperti sampah. Aku sama tidak bergunanya dengan air comberan karena masyarakat sendiri sudah memandangku sebagai pelacur.”
“Sebentar, cegah Paina.
Perempuan itu menoleh.
“Bolehkah saya tahu nama Anda?”
“ Rina namaku. Selamat tinggal.”
(Kawin Kontrak, 2006:229)
Ketika Charles meminta Paina menandatangani kertas bermaterei untuk bisnis dengan pribumi, imajinasi Paina ke arah perkataan Rina, kemudian ia terpaksa berlari ke polisi. Dalam keadaan demikian Charles tidak mengejarnya. Charles tahu bahwa secara konvensi faktual, masyarakat sekitar tetap akan membela orang pribumi. Apabila Charles mengejar Paina sama halnya Charles mati secara hara kiri.
Charles langsung mendatangi Paina yang masih sibuk di dapur, kemudian berkata “Aku ingin kamu menandatangani kertas ini, ini, dan yang bermaterei ini.
Paina mengernyitkan kening. Langsung teringat perkataan Rina.
“Tidak Charles, aku tidak mau tanda tangan di kertas apa saja sampai kapanpun.”
“Aku akan melapor ke polisi!”
Paina langsung memanfaatkan untuk kabur lewat pintu depan sekuat tenaga.
Ia harus lari, lari, lari.
Ketika Paina menoleh ke belakang, Charles hanya berdir i di ambang pintu. Bule itu takkan berani keluar rumah mengejar gadis kampung. Sebab, dia tahu betul, sekumpulan orang di sekitarnya tetap akan membela pribumi. Karena itu, Charles tidak mau cari mati.
(Kawin Kontrak, 2006:231-233)
Perjuangan Paina melapor ke polisi, menjadikan Paina masuk Nusakambangan. Teori hidup dengan fakta sosial sering terjadi tidak sinkron. Itulah kenyataan yang dialami oleh Paina. Menyikapi hal tersebut peneliti berpersepsi bahwa dalam menjalani hidup/(interaksi sosial), manusia tidak cukup hanya bermodalkan kesungguhan dan kejujuran. Dalam interaksi sosial diperlukan pendidikan tinggi, kearifan, dan memiliki kekuatan (eksistensi) agar tidak mudah diperdaya dan terdepak dari kondisi sosial.
BAB IV
KESIMPULAN
Kawin kontrak merupakan novel karya Saifur Rohman. Novel tersebut mengungkap fenomena kawin kontrak, yang di lakukan oleh Charles (dari Birmingham London) dengan Rina (penghuni vila lereng Gunung Muria), dan Paina (kampung Semanding) dari Jepara. Unsur intrinsik yang dominan dalam novel tersebut adalah penokohan. Tokoh utama Charles dan Paina, sedangkan Rina dan Rosa sebagai tokoh tambahan. Kawin kontrak dari pandangan Islam juga disebut sebagai nikah mut’ah (kesenangan) atau muaqqat (nikah dalam durasi waktu tertentu).
Dimensi etika sosial, kawin kontrak merupakan tidak etis atau dianggap haram untuk dilakukan. Begitu pula seperti yang dilakukan oleh Charles, Rina, maupun Paina dianggap ekstrem oleh masyarakat. Kawin kontrak termasuk nikah lacur. Dalam cerita Charles bertemu dengan Rina (PSK di vila lereng Gunung Muria), menikah untuk sementara waktu, tidak sejalan dengan semangat perkawinan yaitu membentuk keluarga sakinah dan mengembangkan keturunan. Demikian pula perkawinan Charles dengan Paina. Perkawinannya mirip dengan zina, karena dilakukan hanya untuk bersenang-senang. Akad nikah seharusnya bersifat mutlak. Oleh karena itu pembatasan dalam akad nikah tidaklah dibenarkan.
Berdasarkan hasil evaluasi pembahasan makalah di atas, diketahui nasib buruk yang menimpa Paina dan Rina bukanlah terjadi karena mereka bertemperamen buruk. Fenomena itu terjadi karena keterbatasan mereka menyikapi hidup. Paina dan Rina berpendidikan rendah, inferior, dan tidak memiliki eksistensi. Dengan tidak bermodalkan hal tersebut, Paina dan Rina dapat diperdaya oleh Charles dengan mudahnya.
Manfaat yang dapat diambil dari cerita novel Kawin Kontrak untuk menghadapi hidup di zaman sekarang ini, yakni sebaiknya sebagai makhluk sosial seharusnya di zaman seperti sekarang ini sudah selayaknya berpendidikan tinggi, memiliki kearifan, pengetahuan dan mudah bergaul di lingkungan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin. 2005. Pengantar Studi Etika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Lubis, Mochtar. 1996. Sastra dan Tekniknya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Minderop, Albertine. 2005. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Moeliono, Anton M. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rohman, Saifur. 2006. Kawin Kontrak. Jakarta: PT Grasindo.
Salam, Burhanuddin. 2005. Etika Sosial: Asas Moral dalam Kehidupan manusia. Jakarta: PT Rineka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar