SKRIPSI:
Pandangan-Dunia Ayu Sutarto
dalam Novel
Mengejar Matahari Pagi
BAB
1. PENDAHULUAN
Pada
bab ini akan
dibahas tentang, (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3)
tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) definisi
operasional.
Latar
Belakang Masalah
Karya sastra merupakan
perwujudan pikiran pengarang yang mewakili keadaan masyarakat di mana
karya diciptakan. Penciptaan karya sastra tidak bisa lepas dari
faktor masyarakat, karena karya sastra ditulis oleh pengarang sebagai
anggota masyarakat yang mengambil ide dari peristiwa kehidupan
lingkungan sosial yang diamanatkan melalui tokoh-tokoh cerita. Karya
sastra dipersepsikan sebagai ungkapan realitas kehidupan
dan konteks sosial yang
penyajiannya disusun secara terstruktur, menarik, serta
menggunakan media bahasa
berupa teks yang disusun melalui refleksi
pengalaman dan pengetahuan
pengarang.
Kreativitas pengarang tertuang
dalam berbagai genre karya sastra, salah satunya novel. Novel
merupakan salah satu bentuk karya sastra yang kompleks atau banyak
melukiskan tentang fenomena kehidupan. Maslikatin
(2007:8) menyatakan novel
sebagai karya fiksi menawarkan sebuah dunia yang berisi kehidupan
yang diidealkan, dunia imajiner yang dibangun melalui unsur intrinsik
dan ekstrinsik. Kedua unsur tersebut sengaja didegradasikan oleh
pengarang, dibuat
mirip, diimitasikan dengan dunia nyata lengkap dengan
peristiwa-peristiwa dan
latarnya.
Proses kreatif pengarang tidak
akan terlepas dari latar belakangnya, baik sosial budaya maupun
sejarah masyarakat.
Eksperimen yang dilakukan pengarang terinterpretasi ke dalam kondisi
sosial cerita, perilaku seorang tokoh, atau bentuk lainnya yang akan
mewarnai isi cerita novel. Novel yang dihasilkan pengarang merupakan
bukti nyata dari adanya fenomena kehidupan beserta permasalahannya
yang terjadi di lingkungan sosial masyarakat saat novel diciptakan.
Faruk (1990:3) menyatakan persepektif sosiologi sastra pada
hakikatnya manusia merupakan makhluk problematik. Karena manusia
sebagai sumber inspirasi pengarang, sehingga novel yang merupakan
produk dari hasil kreativitas cenderung menggambarkan kehidupan
tokoh-tokoh yang problematik pula. Sebuah novel yang memiliki tokoh
problematik di dalamnya akan relevan jika diteliti berdasarkan kajian
strukturalisme genetik. Karena pada hakikatnya melalui tokoh
problematik wujud pandangan pengarang terhadap realitas yang terjadi
di lingkungan saat penciptaan novel akan dapat diungkap.
Strukturalisme genetik
dikemukakan oleh Lucien Goldmann. Goldmann (dalam Ekarini, 2002:76)
menyatakan bahwa karya sastra merupakan suatu struktur, tetapi
struktur tersebut bukanlah suatu yang statis, melainkan dinamis
karena merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung
yang dihayati oleh masyarakat di mana karya sastra itu berada.
Penjelasan tersebut mencerminkan pengertian istilah genetik, yakni
karya sastra mempunyai asal-usul (genetik) didalam proses sejarah
suatu masyarakat. Penelitian dengan menggunakan pendekatan
strukturalisme genetik senantiasa mempertimbangkan hal-hal yang
melatarbelakangi lahirnya karya sastra, sebab hakikat dari
strukturalisme genetik hendak menemukan pandangan dunia pengarang
dalam karya sastra melalui penelitian.
Pandangan dunia bagi Goldmann
merupakan gagasan, aspirasi, dan perasaan-perasaan yang menghubungkan
atau mengikat anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dalam
suatu kesatuan. Hal ini dipahami pandangan dunia terbentuk dari hasil
interaksi antara kolektif pengarang dengan situasi di sekitarnya.
Menurut Ekarini (2002:79) pandangan dunia sebagai hasil interaksi
tidak lahir secara tiba-tiba, melainkan terbangun secara
perlahan-lahan dan bertahap. Proses terbentuknya pandangan dunia
sebagai kesadaran kolektif pengarang yang mewakili identitas
kolektifnya, maka pengarang secara sahih dapat mewakili kelas
sosialnya. Pandangan tersebut yang akan dapat menentukan struktur
suatu karya sastra. Keterkaitan pandangan dunia pengarang dengan
ruang dan waktu tertentu tersebut, dimaksudkan Goldmann sebagai
hubungan genetik, karenanya disebut strukturalisme genetik. Dalam
artian lain, memahami karya sastra harus dipandang dari asal mula dan
proses kejadiannya.
Fananie (2000:118) menyatakan
pandangan dunia pengarang terbentuk atas hubungan antara konteks
sosial dalam novel dengan konteks sosial kehidupan nyata serta
pengaruh latar belakang sosial budaya pengarang dengan novel yang
dihasilkan. Konteks sosial dalam karya sastra merupakan keadaan atau
situasi yang terjadi di lingkungan kehidupan sosial tokoh. Pengarang
menyampaikan aspirasinya berdasarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi
di lingkungan kolektifnya. Hal tersebut membuktikan keadaan sosial
suatu masyarakat pastinya memiliki latar belakang sosial budaya yang
mengikat. Pengarang kemudian merefleksikan semua kejadian yang
terjadi di lingkungannya ke dalam karya sastra yang ditulis. Konteks
sosial dan latar belakang sosial budaya yang terefleksi dalam karya
sastra mencerminkan pandangan dunia pengarang. Pandangan dunia
pengarang tidak dapat dipahami secara langsung oleh penikmat karya
sastra, akan tetapi memerlukan suatu penelitian, di mana penelitian
yang dilakukan secara sahih dapat mengungkap letak atau wujud
pandangan dunia yang terefleksi dalam karya sastra. Endraswara
(2008:57) menyatakan pandangan dunia bagi Goldmann selalu terbayang
dalam karya sastra agung, adalah abstraksi (bukan fakta empiris yang
memiliki eksistensi objektif). Abstraksi itu akan mencapai bentuknya
yang konkret dalam sastra. Berdasarkan pernyataan tersebut,
penelitian pandangan dunia pengarang memerlukan suatu karya yang
memiliki cerita utuh yang mencerminkan nilai-nilai sastra.
Analisis pandangan dunia
pengarang dalam penelitian ini, akan diungkap melalui aspek konteks
sosial yang terefleksi dalam karya sastra serta latar belakang sosial
budaya yang tercermin dalam karya sastra. Akan tetapi, sebelum
mengkaji kedua aspek tersebut pemahaman
struktural merupakan langkah awal dalam menganalisis karya satra.
Karena pemahaman pandangan dunia pengarang terbentuk atas struktur
karya yang mengikat. Pemahaman struktural dalam penilitian ini hanya
dibatasi pada analisis tokoh utama atau tokoh problematik, tema dan
latar cerita. Ketiga unsur tersebut yang akan mampu mengekspresikan
pandangan dunia pengarang. Pengarang menampilkan pandangan dunia di
dalam karya sastra melalui tokoh problematik. Tokoh problematik
merupakan tokoh yang memiliki pusat permasalahan terhadap lingkungan
sosial cerita serta paling banyak berinteraksi dengan tokoh-tokoh
lain. Melalui tokoh problematik pula, pengarang memberikan solusi
atau gagasan terkait penyelesaian permasalahan yang dihadapi tokoh.
Dalam penelitian ini pandangan dunia pengarang akan diungkap melalui
novel Mengejar Matahari
Pagi karangan Ayu
Sutarto.
Novel Mengejar
Matahari Pagi
merupakan karya sastra yang menggambarkan keadaan kehidupan
masyarakat saat novel diciptakan. Keadaan lingkungan sosial tokoh
maupun latar belakang sosial budaya masyarakat yang terefleksi dalam
cerita. Selain alasan tersebut, novel Mengejar
Matahari Pagi memiliki
tokoh problematik yang akan memunculkan pandangan dunia pengarang.
Tokoh problematik mewakili aspirasi pengarang tentang dunianya
beserta permasalahan-permasalahannya pada saat novel diciptakan.
Kelebihan yang terdapat pada novel Mengejar
Matahari Pagi sesuai
penjelasan di atas, dijadikan alasan kuat peneliti untuk memilih
novel Mengejar Matahari
Pagi karya Ayu Sutarto
sebagai objek penelitian.
Novel Mengejar
Matahari Pagi terdapat
tokoh problematik yang bernama Bima. Tokoh cerita disebut sebagai
tokoh problematik apabila paling banyak terlibat dengan permasalahan
yang ada di setiap peristiwa cerita dibandingkan dengan tokoh lain.
Atas dasar tersebut Bima diketahui sebagai tokoh problematik. Berikut
data yang mendukung.
Marti
adalah pekerjaan baru bagi Menur dan aku. kami telah bersepakat bulat
untuk menolongnya. Aku akan menghubungi Yati di Jogja dan Menur akan
menghubungi sebuah LSM di Surabaya yang bergiat dalam penanganan
perempuan koraban tindak kekerasan. Mudah-mudahan upaya ini berhasil.
(MMP: Paragraf ke 1. Surya,
Jumat 26 Juli 2002)
Berdasarkan data di atas
diketahui, bahwa Bima terlibat menyelesaikan penderitaan gangguan
jiwa yang diderita tokoh Marti. Diceritakan Marti adalah siswa
sekolah dasar yang menderita gangguan jiwa, akibat paksaan orang
tuanya untuk menikah di usia dini. Marti tidak menerima paksaan untuk
menikah karena ia bercita-cita untuk melanjutkan sekolah tingkat
pertama di Kota Malang. Keberadaan Bima di lingkungan masyarakat
Tengger membuat jiwa sosialnya tergugah untuk berperan serta
menangani kasus Marti. Ia bersedia mencarikan rumah sakit sekaligus
mencarikan donatur yang bersedia menanggung biaya selama pengobatan.
Hal tersebut dilakukan Bima, karena ia ingin melihat Marti menjadi
sehat kembali dan dapat melanjutkan sekolah demi masa depan yang
cerah.
Setelah diketahuinya tokoh
problematik dalam novel Mengejar
Matahari Pagi, analisis
selanjutnya dalam penelitian ini pada bagian aspek konteks sosial
yang terefleksi dalam cerita. Konteks sosial yang terdapat dalam
novel Mengejar Matahari
Pagi adalah keadaan
sosial masyarakat Indonesia yang masih memercayai paham budaya
agraris di lingkungan masyarakat. Sebagai contoh dalam cerita, bagi
masyarakat yang berpaham agraris keperawanan adalah simbol kesucian
yang menyangkut harga diri seorang perempuan yang harus dijaga
kesuciannya dari perbuatan tercela. Berikut
data yang mendukung.
Dalam
masyarakat yang masih terkungkung oleh budaya agararis, seperti
Indonesia, keperawanan adalah simbol kesucian dan harta yang paling
mahal bagi pemiliknya. Keperawanan adalah buah terlarang anugerah
Sang Maha Pemurah yang harus dijaga dengan baik, karena sangat
menentukan citra pemiliknya.
(MMP: Paragraf ke 2. Surya,
Minggu 30 Juni 2002)
Data di atas menjelaskan, dalam
pandangan masyarakat yang berpaham agraris keperawanan masih dianggap
hal tabu. Keperawanan melambangkan kesucian bagi perempuan yang
merupakan anugerah pemberiaan dari Tuhan. Untuk itu kesucian dan
kemurniannya harus dijaga karena dapat mencerminkan diri pribadi
pemiliknya. Kartasapoetra (1987:101) menyatakan masyarakat agraris
memiliki kecenderungan pola pikir yang tertup. Sulit untuk menerima
paham baru karena beranggapan memengaruhi perilaku dan dapat
merendahkan harga diri. Mereka menjunjung tinggi tradisi yang
diwariskan leluhurnya.
Selain unsur konteks sosial,
novel Mengejar Matahari
Pagi terdapat latar
belakang sosial budaya yang melatarbelakngi jalannya cerita. Sosial
budaya yang dimiliki suku Tengger digambarkan Ayu Sutarto melalui
penceritaan tokoh Bima yang berada di tanah Tengger untuk melakukan
riset data penelitian budaya. Salah satu tradisi yang dimiliki suku
Tengger diungkap pengarang secara imajinatif yakni prosesi perayaan
hari raya Karo
yang masih dianut kuat oleh masyarakat Tengger.
Hari
ini seluruh warga Tengger bersuka cita merayakan perayaan Karo.
Anak-anak kecil tertawa-tawa sambil sekali-kali memamerkan baju
barunya. Ibu-ibu sibuk menyiapkan makanan dan minuman untuk berbagai
upacara, dan bapak-bapak sibuk mempersiapkan ruangan untuk berbagai
acara di balai desa. Bagi orang Tengger, perayaan Karo atau hari raya
Karo adalah hari yang ditunggu-tunggu.
(MMP: Paragraf ke 13. Surya,
Jumat 12 Juli 2002)
Berdasarkan data di atas
diketahui, perayaan hari raya Karo adalah hari yang ditunggu-tunggu
oleh masyarakat Tengger. Masyarakat akan bersuka cita merayakan hari
besar tersebut yang diperingati setiap setahun sekali. Pada hari
tersebut masyarakat begitu sibuk dengan kegiatannnya masing-masing
untuk mempersiapkan segala hal keperluan perayaan. Ibu-ibu akan sibuk
di dapur sedangkan kaum laki-laki sibuk
mempersiapkan ruangan untuk berbagai acara di balai desa.
Menurut Dade Angga (www.pasuruankab.go.id,
diakses pada tanggal 8 April 2012) hari raya Karo bagi masyarakat
Tengger di Gunung Bromo adalah sebuah penghormatan kepada leluhur
asal muasal (cikal bakal) suku Tengger yakni Giri Kusuma dengan Ni
Buring Wulanjar. Ketika perayaan, biasanya warga Tengger selama satu
minggu penuh merayakan acara tersebut dengan bersilaturahmi antar
keluarga atau tetangga serta diikuti acara makan-makan dengan
menyembelih hewan ternak seperti ayam, kambing, sapi atau babi.
Mengejar Matahari Pagi
di dalamnya terdapat pandangan Ayu Sutarto tentang masyarakatnya,
yang diinterpretasikan melalui permasalahan yang dialami tokoh Bima
dan tokoh lainnya. Pengarang menyampaikan gagasan atau pandangan yang
terefleksi dalam cerita sebagai pemberian solusi dalam menyikapi
setiap permasalahan-permasalahan yang ada dialami tokoh cerita.
Permasalahan yang terjadi di lingkungan sosial tokoh problematik
novel Mengejar Matahari
Pagi, sebagai contoh
permasalahan esensi keperawanan di lingkungan sosial masyarakat
agraris seperti yang diketahui pada penjelasan aspek konteks sosial
di atas.
Novel Mengejar
Matahari Pagi adalah
novel kedua dari novel trilogi Dua
Hati Menuju Matahari dan
Matahariku Mutiaraku
karangan Ayu Sutarto. Novel Mengejar
Matahari Pagi diciptakan
pada tahun 2002, dan dipublikasikan oleh pengarang secara bersambung
di harian Koran Surya, Surabaya, mulai tanggal 30 Juni 2002 sampai
dengan 8 Agustus 2002.
Beberapa
penelitian sebelumnya yang relevan dengan kajian strukturalisme
genetik, yakni penelitian pertama dilakukan
oleh Tiik Maslikatin yang berjudul Belenggu
Karya Armijn Pane: Kajian Strukturalisme Genetik
(Fakultas Sastra, Universitas Jember. 1999). Penelitian ini mengkaji
kekoherensian unsur-unsur yang membangun dalam novel Belenggu,
mendeskripsikan homologi antara struktur karya sastra dengan
masyarakat, dan mendeskripsikan pandangan dunia Armijn Pane.
Penelitian kedua dilakukan oleh Sulung Lukman C yang berjudul,
Analisis Strukturalisme
Genetik Novel Saman Karya Ayu Utami
(Fakultas Sastra, Universitas Jember. 2003). Penilitian ini
mendeskripsikan, latar belakang sosial budaya novel Saman, tokoh
problematik, dan relasi tokoh dengan dunia sekitarnya. Penelitian
ketiga dilakukan oleh Lina Puspita Yuniati dengan judul penelitian,
Pandangan Dunia
Pengarang dalam Novel Saman Karya Ayu Utami (Fakultas
Bahasa dan Seni, Unnes. 2005). Penelitian ini mendeskripsikan,
struktur novel, lingkungan sosial Ayu Utami, dan lingkungan sosial
novel Saman.
Letak
kesamaan dan perbedaan penelitian sebelumnya yang telah dijelaskan di
atas dengan penelitian ini, memiliki kesamaan pendekatan teori yang
digunakan dalam mengungkap pandangan dunia pengarang, yakni melalui
pendekatan teori strukturalisme genetik. Letak perbedaan pada
pengungkapan pandangan dunia pengarang yang dikaji dalam penelitian
ini berbeda dengan ketiga penelitian di atas. Penelitian ini
mendasarkan pendapat Fananie (2000:118) yang menyatakan pandangan
dunia pengarang terbentuk atas dua aspek, yakni konteks sosial yang
terefleksi dalam novel dan berdasarkan latar belakang sosial budaya
yang terefleksi dalam karya sastra. Hal tersebut yang menunjukkan
titik perbedaan penelitian ini dengan ketiga penelitian yang sudah
dilakukan.
Penelitian
strukturalisme genetik pada novel
Mengejar Matahari Pagi
karya Ayu Sutarto merupakan penelitian yang belum pernah dilakukan.
Penelitian ini akan
mengungkap pandangan dunia Ayu Sutarto dalam novel Mengejar
Matahari Pagi dengan
terlebih dahulu melakukan analisis struktur novel, kemudian mengkaji
konteks sosial, latar belakang sosial budaya, dan pandangan pengarang
yang terefleksi dalam novel.
Berdasarkan
penjelasan latar belakang di atas, maka
tepat judul penelitian
ini adalah,
“Pandangan-Dunia
Ayu Sutarto dalam
Novel Mengejar
Matahari Pagi”.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini dapat diketahui sebagai berikut.
Bagaimanakah
unsur intrinsik yang
mengekspresikan pandangan dunia pengarang dalam novel
Mengejar Matahari Pagi
karya Ayu Sutarto?
Bagaimanakah
konteks sosial yang terefleksi dalam novel
Mengejar Matahari Pagi
karya Ayu Sutarto?
Bagaimanakah
latar belakang sosial budaya yang terefleksi dalam novel
Mengejar Matahari Pagi
karya Ayu Sutarto?
Bagaimanakah
pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel
Mengejar Matahari Pagi
karya Ayu Sutarto?
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang
telah dipaparkan di atas tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
hal-hal sebagai berikut.
Unsur
intrinsik yang mengekspresikan pandangan dunia pengarang dalam novel
Mengejar Matahari Pagi
karya Ayu Sutarto.
Konteks
sosial yang terefleksi dalam novel
Mengejar Matahari Pagi
karya Ayu Sutarto.
Latar
belakang sosial budaya yang terefleksi dalam novel
Mengejar Matahari Pagi
karya Ayu Sutarto.
Pandangan
dunia pengarang yang terefleksi dalam novel
Mengejar Matahari Pagi
karya Ayu Sutarto.
Manfaat
Penelitian
Bagi
mahasiswa FKIP Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, hasil
penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai bidang ilmu
kesusastraan, khususnya ilmu tentang kajian pandangan dunia
pengarang dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetik dalam
karya sastra.
Bagi
guru ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, hasil penelitian
ini diharapkan bermanfaat sebagai materi pembelajaran apresiasi
sastra kepada peserta didik.
Bagi
peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai
bahan referensi dan pengetahuan tentang kajian strukturalisme
genetik dalam karya sastra yang melakukan penelitian serupa dalam
bentuk karya sastra lain.
Definisi
Operasional
Definisi operasional bertujuan
untuk memberikan batasan pengertian terhadap istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian. Pembatasan ini dilakukan untuk tidak
menimbulkan persepsi lain terhadap teori yang digunakan.
Istilah-istilah yang didefinisikan dalam penelitian ini dapat
diketahui sebagai berikut.
Unsur
intrinsik merupakan unsur pembangun karya sastra. Analisis unsur
intrinsik dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada kajian tokoh
uatama, tema, dan latar cerita
yang merefleksikan pandangan dunia pengarang.
Pandangan
dunia pengarang merupakan keseluruhan
gagasan, aspirasi, dan perasaan pengarang terhadap
permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan kehidupannya.
Hal tersebut berkaitan tentang mengungkap bagaimana cara pengarang
menyuarakan reaksinya terhadap fenomena kehidupan masyarakat
(tokoh), dan juga cara berpikir pengarang mengeluarkan gagasan atau
solusinya terhadap menyikapi permasalahan-permasalahan yang terjadi.
Konteks
sosial novel merupakan situasi atau keadaan sosial beserta
permasalahannya yang terjadi di lingkungan kehidupan tokoh cerita.
Sebagai contoh, keadaan tokoh pada masa
kuliah, kondisi
pekerjaan,
perekonomian, kisah
percintaan tokoh, bahkan
keadaan rumah
tangga.
Latar
belakang sosial budaya merupakan sosial budaya apa saja yang
melatarbelakangi cerita. Analisis latar belakang sosial budaya dalam
penelitian ini, meninjau dari latar belakang yang ada dalam teks
sastra dan juga latar belakang pengarang.
Novel
Mengejar Matahari Pagi
merupakan novel kedua dari novel trilogi Dua
Hati Menuju Matahari dan
Matahariku Mutiaraku
karangan Ayu Sutarto. Novel Mengejar
Matahari Pagi diciptakan
pada tahun 2002, kemudian dipublikasikan oleh pengarang secara
bersambung di harian Koran Surya Surabaya, mulai tanggal 30 Juni
2002 sampai dengan 8 Agustus 2002.