MASALAH PENELITIAN
( Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Metodologi Penelitian Bidang Studi )
Oleh Kelompok 2:
1. MOH. BADRUS SOLICHIN (080210402002)
2. YUAIDA DWI FATMAWATI (080210402017)
3. ACHMAD WAHYUDI (080210402023)
4. ARINI SUSANA (080210402031)
5. DIDIN DWI ERLIANI (080210402038)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2011
MASALAH PENELITIAN
Masalah penelitian merupakan titik awal sebuah proses penelitian. Tidak akan ada proses penelitian tanpa adanya masalah yang dapat diidentifikasikan dan dirumuskan dengan jelas, dengan dukungan alasan yang aktual masuk akal. Dari teori-teori yang ada yang ada dan asumsi-asumsi yang disusun seorang penelitian dapat mengembangkan hipotesis. Dengan dirumuskannya masalah penelitian secara lebih rinci dan peneliti dapat menetapkan populasi penelitian, tehnik pengumpulan dan analisis data yang dapat diterapkan untuk menjawab permasalahan tersebut.
Masalah penelitian
Tiga hal yang harus dirumuskan sebelum suatu penelitian dapat dilakukan. Ketiga hal tersebut adalah masalah yang akan diteliti atau pertanyaan yang akan dijawab, metode penelitian atau cara yang akan ditempuh untuk menemukan jawaban dari permasalan tersebut, dan alas an mengapa penelitian tersebut dilakukan (Huda,1988:1). Identifikasi dan perumusan masalah yang akan diteliti merupakan langkah pertama yang harus dilakukan oleh peneliti karena tanpa identifikasi dan perumusan masalah yang jelas sebuah penelitian akan kehilangan makna dan landasan ontologis sebagai kerangka kajian yang akan dilakukan.
Masalah adalah sesuatu yang memerlukan jawaban, penjelasan atau pemecahan. Masalah sering dirumuskan sebagai “kesenjangan anatara harapan dan kenyataan”. Masalah penelitian lahir karena keingintahuan. Seorang (calon) peneliti harus cukup peka untuk dapat mengidentifikasi aspek-aspek kehidupan dan peristiwa alam yang memiliki potensi untuk melahirkan masalah penelitian. Penanda terpenting dari masalah penelitian adalah adanya “keresahan” yang mungkin timbul sebagai akibat belum terjawabnya suatu masalah penelitian. Yang dapat berupa dorongan rasa ingin tahu yang kuat (curiousity) dalam diri peneliti, ketidaklancaran suatu proses atau rendahnya kinerja dan hasil kerja karena masih ada hal-hal yang belum terjelaskan dengan baik atau adanya elemen yang belum memenuhi tuntutan standar mutu proses yang bersangkutan.
Sebuah fenomena bukanlah masalah penelitian selama penelititidak mempersoalkan aspek-aspek tertentu yang memangpotensial untuk memerlukan permasalahan. Dengan kata lain masalah penelitian harus “digali” oleh peneliti dari konteksnya.
Sumber masalah penelitian
Sumber masalah penelitian adalah alam semesta dengan segala isi semua fenomena yang ada di dalamnya. Peneliti bertugas untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dari keberadaan dan dinamika semesta tersebut. Dalam perakteknya, seorang peneliti sering mengalami kendala-kendala yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah yang dangkal trivial dan parsial atau isolated. Sebagian dari calaon peneliti dalam menemukan masalah penelitian sering menggunakan cara-cara yang praktis dengan menggunkan ‘sumber-sumber sekunder’ yaitu library atau kepustakaan. Salah satu ukuran yang biasa dipakai untuk menilai bahan pustaka sebagai sumber masalaah adalah aktualisasi atau kekinian isi sumber berita.
Howard dan Sharp mengurutkan gradasi nilai bahan-bahan pustaka tersebut sebagai sunber masalah penelitian sebagai berikut:
1. Tesis dan desertasi
2. Artikel dalam jurnal akademik dan profesional
3. Laporan penelitian
4. Buku dan tinjauan buku
5. Kominikasi dengan ahli-ahli bidang yang terkait
6. Pendapat para ‘pemakai’ hasil penelitian
7. Hasil diskusi dengan teman sejawat
8. Media lain dalam arti luas
Penyimpangan-penyimpangan dari sesuatu yang rutin sering dapat diidetifikasi dengan cermat oleh awam (sekalipun) yang akrab demngan situasi dan dan kebiasaan etempat yang telah berlangsung lama. Ini seringkali menjadi sumber masalah penelitian yang potensial, sehingga seorang calaon peneliti haris melakuka evaluasi yang seksama sebelium benar-benar diangkat sebagai suatu fokus kajian.
Teknik Pengembangan Masalah Penelitian
Menurut Howard & Sharp (1986) teknik pengembangan masalah penelitian menggunakan tiga pendekatan yakni analogi, mengembangkan peta permasalahan, dan analisis morfologi.
1. Analogi
Pendekatan analogi di dalam proses pengembangan penilitian sebagai inspirasi bagi peniliti untuk mengembangkan pemikiran yang sejalan dengan paradigma penilitian yang telah ada. Selain itu pendekatan analogi juga memberikan inspirasi digunakannya metodelogi yang telah terbukti sukses yang sebelumnya sudah dilakukan oleh peniliti lain.
Sebagai contoh peniliti yang tertarik akan masalah pengembangan kurikulum pendidikan yang ada di Indonesia dapat menggunakan pendekatan penelitian yang sudah pernah diterapkan di negara lain.
2. Peta Permasalahan
Peta permasalahan dapat dimanfaatkan oleh peniliti untuk mengembangkan masalah penilitian dengan menjabarkan ide-ide terkait berlandaskan suatu konsep dasar. Sehingga diharapakan adanya peta permasalahan ini peniliti dapat menjabarkan masalah yang dikaji dan kemudian dapat memfokuskan kajiannya pada topik permasalahannya.
3. Analisis Morfologis
Analisis morfologis bertumpu pada suatu proses yang terdiri dari tiga langkah di dalam pengembangan masalah penilitian. Berikut ketiga langkah tersebut:
a) Identifikasi faktor-faktor utama dari suatu masalah.
b) Mendaftar berbagai tingkatan dari faktor-faktor tersebut.
c) Merumuskan berbagai pola hubungan yang mungkin terjadi antara faktor-faktor tersebut.
Fisibilitas Permasalahan
Sebelum penelitian diambil apakah suatu penelitian layak untuk dikerjakan atau tidak perlu dievaluasi menurut beberapa kriteria seperti disebutkan di bawah ini:
1. Kemungkinan diperolehnya data yang diperlukan
2. Dapat-tidaknya dikembangkan disain penelitian yang sesuai
3. Ketersediaan waktu yang dibutuhkan
4. Dikuasainya keterampilan teknik yang dibutuhkan
5. Ketersediaan dana
6. Resiko yang harus dihadapi
7. Kesesuaian dengan minat peneliti
Selain kriteria di atas peneliti perlu memperhatikan keaslian (orijinalitas) dan simetri permasalahan yang akan dikaji. Pertimbangan orijinalitas akan menghindarkan peneliti dari duplikasi atau replikasi yang tidak perlu. Simetris permasalahan (Howard & Sharp, 1986:37) berkaitan dengan perkiraan nilai hasil penelitian yang akan diperoleh.
Latar Belakang Dan Rumusan Masalah Penelitian
Dalam perencanaan penelitian yang diwujudkan dalam bentuk proposal jawaban peneliti terhadap pertanyaan “Mengapa masalah ini dipilih untuk diteliti?” dimuat dalam bagian yang disebut latar (belakang) masalah. Dengan menulis latar belakang masalah peneliti menyakinkan dirinya sendiri, anggota tim penelitiannya dan pihak-pihak terkait (supervisor, sponsor, penguji, panitia, dan sebagainya) bahwa penelitian yang direncanakannya benar-benar bernilai layak dilakukan, serta konsisten dengan kaidah-kaidah keilmuan yang ada.
Setelah memilih masalah yang akan diteliti dengan “justifikasi” yang cukup peneliti harus merumuskan masalahnya dalam suatu rumusan yang jelas. Perumusan itu hendaknya sedemikian rupa sehingga dengan membaca rumusan ini orang akan tau apa yang akan diteliti dan sekaligus memiliki gambaran tentang berbagai aspek penelitian tersebut: jenis data yang akan dikumpulkan dan teknik pengumpulkan data yang akan dipakai, populasi penelitian dan lain-lain. Menurut Ary dkk (1979) perumusan masalah yang baik harus memenuhi dua syarat: (1) menyebutkan dengan jelas apa yang akan dicari jawabannya dan (2) jelas ruang lingkupnya. Kedua syarat ini dapat dipenuhi apabila peneliti menyebutkan dengan jelas hal-hal sebagai berikut:
1. Variable-variabel yang terkait
2. Hubungan diantara variable-variabel tersebut
3. Populasi terkait atau sasaran kajian yang merupakan subjek-subjek yang paling jelas keterkaitannya dengan permasalahan yang dikaji
4. Berbagai atribut (lokasi, waktu, dsb) yang berfungsi membatasi lingkup kajian yang berkaitan dengan tempat dan waktu terjadinya permasalahan maupun identitas khusus dari populasi/bagian populasi yang bersangkutan.
Pada umumnya masalah penelitian dirumuskan dalam bentuk kalimat Tanya, variable tersebut. Ditinjau dari cakupan aspek yang terkait rumusan masalah penelitian dibedakan menjadi dua tingkatan rumusan masalah umum yang menunjukkan keseluruhan permasalahan penelitian secara utuh, dan rumusan masalah khusus yang berfokus pada aspek-aspek tertentu dari permasalahan yang dikaji.
Asumsi
Dalam konteks penelitian asumsi diartikan sebagi anggapan dasar, yaitu sesuatu yang diakui kebenarannya atau dianggap benar tanpa harus dibuktikan terlebih dahulu. Peneliti tidak perlu melakukan pengamatan atau pengukuran khusus untuk mengetahui kebenaran, tatapi langsung menggunakannya sebagai pijakan berfikir dalam penelitiannya.
Asumsi diajukan agar peneliti dapat mengembangkan rancangan penelitian yang valid. Dalam bahasa metodologi penelitiannya tidak terancam oleh sumber-sumber ketiodakvalidan. Rancangan penelitian adalah acuan untuk menyusun hipotesis penelitian. Karena itu itu harus bebas dari sumber-sumber ketidakvalidan.
Tidak semua penelitian memerlukan asumsi, jadi peneliti tidak perlu memaksakan suatu asumsi jika memang tidak secara fungsional dibutuhkan. Kadang-kadang asumsi juga tidak dinyatakan secara eksplisit, tetapi sudah diperhitungkan oleh peneliti untuk mengantisipasi hasil penelitian yang jauh menyimpang dari yang diharapkan.
Asumsi dibedakan menjadi tiga jenis menurut sifatnya, yaitu:
1. Asumsi konseptual
Asumsi konsepsual berakar pada pengakuan akan kebenaran suatu konsep atau teori.
2. Asumsi situasional/probabilistis
Asumsi situasional diperlukan apabila peneliti melihat atau mengantisipasi adanya kondisi local atau situasi yang bersifat sementara yang berpotensi mempengaruhi atau menentukan berlakunya suatu hokum atauprinsip sehingga dapat menggoyahkan rancangan penelitian yang telah disusun.
3. Asumsi prakmatik/operasional
Asumsi pragmatic bertolak dari masalah-masalah operasional yang sebenarnya masih di dalam jangkauan peneliti untuk mengendalikannya. Tetapi karena alasan-alasan praktis, kebenaran hal-hal yang seharusnya dikendalikan tersebut dijadikan asumsi saja.
Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara atas masalah-masalah yang diteliti. Dinyatakan sebagai jawaban sementara karena kebenaran suatu hipotesis masih harus diuji dengan data yang akan dikumpulkan. Dalam penelitian kuantitatif hipotesis merupakan produk dari paradigma pendekatan ‘logiko-hipotetiko-verifikatif’ yaitu pendekatan berfikir deduktif yang mengandalkan pendayagunaan logika yang bersandar pada teori, prinsip, konsep, dan kaidah yang berlaku. Hasil berfikir deduktif inilah yang diwujudkan dalam bentuk hipotesis untuk dibuktikan kebenarannya.
Hipotesis disusun setelah peneliti melakukan kajian kepustakaan secara tuntas. Tetapi untuk menyegerakan pemahaman pembaca atas masalah dan konteks penelitian sering hipotesis sudah disajikan pada bagian awal sebuah laporan penelitian. Hal ini tidak menjadi masalah karena pembaca tidak tidak terlibat dalam proses pengembangan hipotesis tersebut dan hanya berkepentingan untuk mengetahui jalan pikiran peneliti dalam mencari jawaban atas permasalahan yang dikajinya. Hipotesis diperlukan untuk mengarahkan langkah-langkah penelitian selanjutnya, digunakan untuk analisis data. Perlu dicatat bahwa tidak semua penelitian memerlukan hipotesis.
Hipotesis dibedakan menjadi dua macam yaitu hipotesis alternatif (H1) dan hipotesis nihil (H0). Hipotesis alternatif adalah rumusan formal hasil analisis deduktif peneliti mengenai masalah yang dikajinya. Misalnya, “ Ada hubungan antara IQ dan pencapaian belajar untuk anak-anak di bawah tingkat kemampuan berfikir normal”. Hipotesis nihil disusun untuk kepentingan pengujian statistik, dan dinyatakan dengan kalimat negatif seperti, “Tidak ada hubungan antara IQ dan pencapaian belajar untuk anak-anak di bawah tingkat kemampuan berfikir normal”. Hipotesis inilah yang nantinya akan diterima atau ditolak dalam pengujian statistik.
Rumusan hipotesis yang baik menurut syarat-syarat seperti rumusan masalah penelitian, yaitu:
1. Menyebutkan variabel-variabel yang terkait
2. Menyebutkan hubungan di antara variabel-variabel tersebut
3. Menyebutkan populasi atau sasaran kajian
4. (kadang-kadang) berbagai atribut (lokasi, waktu,dsb) yang membatasi lingkup kajian.
Contoh rumusan hipotesis alternatif.
• Hubungan antara intelegensi dan nilai rata-rata semester lebih kuat di kalangan mahasiswa laki-laki daripada mahasiswa perempuan.
Contoh hipotesis nihil.
• Hubungan antara intelegensi dan nilai rata-rata semester tidak lebih kuat di kalangan mahasiswa laki-laki daripada mahasiswa perempuan.
###
Contoh Rumusan Masalah Penelitian
• JUDUL :
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPTIF MELALUI KUNJUNGAN LAPANGAN PADA SISWA KELAS IX SMP 5 TANGGUL
• RUMUSAN MASALAH :
Bagaimanakah peningkatan kemampuan menulis paragraf deskriptif melalui kunjungan lapangan pada siswa kelas IX SMP N 5 Tanggul?
• ASUMSI :
Teknik pembelajaran kunjungan lapangan meningkatkan keaktifan siswa menulis paragraf deskriptif.
• HIPOTESIS :
H1 : Jika siswa kelas IX diberi perlakuan tindakan kelas berupa pembelajaran dengan kunjungan lapangan, kemampuan menulis paragraf deskriptif siswa kelas IX SMP 5 Tanggul akan lebih baik atau meningkat.
H0 : Jika siswa kelas IX diberi perlakuan tindakan kelas berupa pembelajaran dengan kunjungan lapangan, kemampuan menulis paragraf deskriptif siswa kelas IX SMP 5 Tanggul tidak akan lebih baik atau tidak meningkat.
Tuhan, menghadiahkan kehidupan begitu menakjubkan. Bermain, memainkan, dimainkan, dan permainan, saling menyinergikan menjadi peristiwa.....
Jumat, 25 Februari 2011
Selasa, 22 Februari 2011
Cerpen Midun Aliassyah
Fatamorgana
Oleh: Midun Aliassyah & ZN
Rintik-rintik gerimis teratur berjatuhan di antara terik mentari yang panas menimbulkan bau yang tak sedap. Di ujung jalan terlihat cahaya terang pantulan senja yang indah. Aku duduk di depan teras kosanku yang sempit. Mata memandang senja terlihat bias warna merah keunguan. Melamun. Khayalanku terbang jauh, tinggi setinggi-tingginya. Terlintas dalam pikiranku, seandainya aku menjadi orang kaya dengan perusahaan sukses di bidang tekstil. Pastinya tiap hari aku akan menjadi orang kaya dengan mobil mewah buatan Jerman. Berdasi, memakai jas dan sepatu mengkilap dan menenteng tas sungguh nampak begitu wibawanya. Dan setiap aku berjalan melewati ruang-ruang karyawanku, pastinya karyawanku akan menyapa dan mengucap salam kepadaku.
“Selamat pagi pak!”
Tak ketinggalan, sekertaris cantik pastinya akan selalu memenuhi panggilanku kapanpun aku mau. Ahhh, begitu nikmatnya hidup ini….
Duuooorrr… secerah cahaya dari langit melerai disusul ledakan keras. Petir. Suaranya membuyarkan semua khayalanku secara tiba-tiba. Tapi memang, aku begitu menikmati khayalanku. Begitu gemuruh di langit berhenti sesegera mungkin khayalanku melambung lagi. Kali ini aku berandai-andai ingin menjadi seorang penulis best seller, teatris, atau mungkin sutradara film sukses. Anganku kali ini baru masuk akal. Cocok dengan jurusan kuliah yang aku tempuh. Sastra Indonesia.
Kubayangkan seandainya aku bermain drama, teater, mendeklamasikan puisi, atau bahkan menerbitkan beberapa karya tulisku keberbagai media masa. Hingga angganku berlanjut, seandainya aku menjadi seorang sastrawan legendaris seperti Chairil Anwar. Betapa sungguh bangganya aku. Meskipun badan berkalang tanah, namun nama tetap dikenang sepanjang masa. Dan seandainya aku bisa seperti Taufik Ismail, WS. Rendra ataupun sastrawan terkenal lainnya tentu aku akan mendirikan kelompok teater. Suatu wadah kesenian yang akan kuberi nama Fatamorgana. Ya, tepat sekali. Aku suka kata Fatamorgana yang berarti bayang-bayang semu. Tipuan mata.
Deghhh… kali ini aku lamuanku tersadar dengan sendirinya. Tanpa adanya petir ataupun suara gemuruh. Lalu kesadaran akal sadar, bahwa apa yang aku lamunkan tadi tak akan sanggup aku menggapainya semua. Memang aku sudah bisa menghasilkan beberapa karya. Tapi semua karyaku tak berharga. Semuanya berbau picisan. Tak mengandung makna berarti.
Tanpa aku sadari, ternyata aku telah merendahkan diri dan karya-karya yang selama ini aku hasilkan. Akal sehatku berkata. Bagaimana mungkin aku menjadi seorang sastrawan legendaris, sedangkan usahaku menjadi seorang penulis amatiran saja tak mampu. Tak tekun. Pemalas! Mungkin saja aku pantasnya menjadi seorang maling yang hanya memmikirkan bagaimana caranya agar dapat masuk rumah orang dengan selamat dan berhasil menguras seluruh harta pemiliknya. Jika demikian benarnya, tentu aku akan lebih bergantung pada nasib daripada berusaha dan berkarya.
Entah mengapa rasanya aku ingin berteriak melawan petir yang masih menyisa dengan suara yang meledak-ledak.
“Aaa…a…a… Dasar manusia bodoh!!”
Dengan sekejap semua orang menyemut di depan pagar kosanku. Mereka semua menatap tajam kearahku. Terlihat dari setiap tatapan matanya menunjukan amarah dan rasa kejengkelan. Tapi mataku tiba-tiba berani membalas tatapan tajam mereka. Satu-persatu. Aku tidak tau tujuan sebenarnya mereka menatapku seperti itu. Entah apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Aku hanya diam. Lalu tanpa kusadari tiga orang pemuda tinggi besar berotot melangkah mendekatiku. Tanpa alasan yang jelas, mereka menghadiahiku satu pukulan yang mendarat tepat di pipi kananku.
“Arrrgh!”
Sekejap pukulan keras itu membuatku tersungkur ke lantai. Beberapa orang pemuda lagi maju bersama tiga pemuda yang tadi menyerangku. Lalu dengan langkah sergap namun pasti mereka makin murka kepadaku. Menghantamkan kembali kepalan tangan dan tendangan kakinya. Membabi buta tanpa memedulikan keadaanku yang sudah sekarat.
“Dasar gembel, pembawa sial. Mati kau!” ucap salah satu seorang pemuda yang menganiayaku. Sedangkan keadaanku sendiri, sekarang yang aku rasakan hanya kegelapan yang ada. Aku juga tak bisa berbuat apa-apa selain diam menahan sakit yang terasa di sekujur tubuh. Aku tak mengira semua ini akan terjadi kepadaku. Khayalan atau kenyataan adanya? Tapi rasa amarah pemuda-pemuda itu kepadaku tak ada habisnya. Mereka tetap memukuliku habis-habisan. Seolah-olah aku di mata mereka seorang maling yang tertangkap basah saat beraksi.
“Kamu memang benar-benar sampah masyarakat!”
Hantaman demi hantaman tetap datang membuat aku makin tersungkur. Aku tak sanggup lagi menerima semua ini. Kucoba pejamkan mata erat-erat dan menutup mukaku dengan kedua telapak tangan. Namun tiba-tiba, sesuatu menghardikku….
“Hei!!! …. Jangan tidur saja kau! Sudah malam. Ayo berangkat ke kampus.”
Aku tersadar. Di sampingku ada temanku si Doni. Aku mengerjapkan kedua mataku. Lalu kuamati bagian tubuhku, ternyata di sekujur tubuhku tak ada tanda-tanda memar luka pukulan. Lalu rasa keherananku bertanya-tanya. Kemana perginya pemuda-pemuda yang memukuliku tadi? Tapi anehnya posisiku juga masih duduk manis di kursi. Dan kutolehkan ke arah barat, senja telah menghilang. Petir menghilang. Hujanpun sudah tak terlihat lagi air berjatuhan. Sekarang yang ada hanya kegelapan malam. Wahhh, mungkinkah tadi aku hanya bermimpi?
###
Malam semakin larut dalam kegelapan. Angin berhembus kencang memainkan tali helm yang aku pakai tapi talinya memang sengaja tidak aku ikatkan. Jalanan terasa makin malam makin enak untuk dipandang. Deretan kendaraan berlalu-lalang dengan sendirinya. Lampu terangnya makin menerangi garis tepi maupun tengah aspal. Sinarnya bak pengganti sinar terangnya sang rembulan dan bebintang yang malam ini mereka memang tak nampak di langit. Mungkin mereka semua malam ini ada rapat besar dengan orbit-orbit lain di luar angkasa. Rapat besar membicarakan masalah kiamat. Mungkin saja itu ada benarnya. Mereka semua merasa kesal dengan ulah manusia terhadapnya yang dikaitkan dengan datangnya kiamat. Karena akhir-akhir ini memang benar manusia gencar-gencarnya membicarakan datangnya kiamat di tahun mendatang. Ahhh, tapi kenyataan dan kebenarannya tentang datangnya kiamat kapan jadinya? Manusia hanya bisa pasrah. Biarkanlah takdir yang menjawab kiamatnya manusia….
“Hoe, Gading? Selamat yaa…..”
Bagus si sekertaris di organisasi yang aku pimpin dengan segerombolan mahasiswa lainnya menghampiriku. Ia nampak begitu bergembira akan kedatanganku. Barusaja aku hendak meletakkan helmku pada sepion kanan motor, ia secepat kilat menyambar dan memelukku dengan tiba-tiba. Aku sendiri merasakan keheranan pada tingkah sekertarisku ini.
“Selamat Bro… Fatamorgana sukses!”
Sukses. Apa maksud dari sekertaris dan juga sebagai kawan akrabku ini. Ada apa dengan Fatamorgana dengan kesuksesan? Lalu aku digiring Bagus menuju sanggar anak-anak Fatamorgana. Ternyata di dalam mereka terlihat sudah menantikan kehadiranku dari tadi. Anehnya mereka semua juga mengucapkan selamat kepadaku. Rasa kegembiraan juga terpancar dari raut wajah mereka.
Salah satu dari anak-anak perintis dan memperjuangkan keberadaan Fatamorgana agar mampu eksis di kampusku ini menyerahkan selebaran kertas kepadaku. Tapi sekilas aku melihat isi kertas itu membuat kesadaranku tergoncah. Dalam benakku bertanya-tanya.
Benarkah ini? Kenyataankah mimpiku dan teman-temanku akan keberadaan Fatamorgana yang selama ini kami nanti-nantikan keeksisannya di kampu kami?
Tubuhku tergoncang hebat. Keringatku mulai bercucuran dikit-dikit membasahi wajahku. Tapi satu yang aku rasakan. Ternyata usaha dan jerihpayahku yang akhir-akhir ini aku lakukaan dengan gigih bersama teman-temanku berhasil juga. Tepatnya Rektor telah menyetujui keberadaan Fatamorgana untuk ikut eksis berdiri di kampus Pelita ini. Yang memberikan wadah bagi mahasiswa yang akan haus akan dunia teater dan kesenian.
Benar-benar kabar yang membahagiakan. Lalu sesegera mungkin aku melakukan rapat bersama. Aku yang memimpin. Merapatkan akan pelaksanaan acara yang akan kami selenggarakan untuk ucap syukur atas keberhasilan uasaha yang kami lakukan.
Ahhh, sungguh adil. Usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh ternyata berbuah hasil yang tidak mengecewakan. Bertahap aku menata mimpiku yang selama ini aku angankan kebesarannya. Pastinya ini aku lakuakan juga bersama teman-temanku. Mimpi bagi penghaus dunia pecinta seni. Keberadaan Fatamorgana semoga saja mampu menjembatani impian yang kami bangun. Kini Fatamorgana merupakan kenyataan. Tidak lagi hanya sebatas angan atau bayang semu.
###
Oleh: Midun Aliassyah & ZN
Rintik-rintik gerimis teratur berjatuhan di antara terik mentari yang panas menimbulkan bau yang tak sedap. Di ujung jalan terlihat cahaya terang pantulan senja yang indah. Aku duduk di depan teras kosanku yang sempit. Mata memandang senja terlihat bias warna merah keunguan. Melamun. Khayalanku terbang jauh, tinggi setinggi-tingginya. Terlintas dalam pikiranku, seandainya aku menjadi orang kaya dengan perusahaan sukses di bidang tekstil. Pastinya tiap hari aku akan menjadi orang kaya dengan mobil mewah buatan Jerman. Berdasi, memakai jas dan sepatu mengkilap dan menenteng tas sungguh nampak begitu wibawanya. Dan setiap aku berjalan melewati ruang-ruang karyawanku, pastinya karyawanku akan menyapa dan mengucap salam kepadaku.
“Selamat pagi pak!”
Tak ketinggalan, sekertaris cantik pastinya akan selalu memenuhi panggilanku kapanpun aku mau. Ahhh, begitu nikmatnya hidup ini….
Duuooorrr… secerah cahaya dari langit melerai disusul ledakan keras. Petir. Suaranya membuyarkan semua khayalanku secara tiba-tiba. Tapi memang, aku begitu menikmati khayalanku. Begitu gemuruh di langit berhenti sesegera mungkin khayalanku melambung lagi. Kali ini aku berandai-andai ingin menjadi seorang penulis best seller, teatris, atau mungkin sutradara film sukses. Anganku kali ini baru masuk akal. Cocok dengan jurusan kuliah yang aku tempuh. Sastra Indonesia.
Kubayangkan seandainya aku bermain drama, teater, mendeklamasikan puisi, atau bahkan menerbitkan beberapa karya tulisku keberbagai media masa. Hingga angganku berlanjut, seandainya aku menjadi seorang sastrawan legendaris seperti Chairil Anwar. Betapa sungguh bangganya aku. Meskipun badan berkalang tanah, namun nama tetap dikenang sepanjang masa. Dan seandainya aku bisa seperti Taufik Ismail, WS. Rendra ataupun sastrawan terkenal lainnya tentu aku akan mendirikan kelompok teater. Suatu wadah kesenian yang akan kuberi nama Fatamorgana. Ya, tepat sekali. Aku suka kata Fatamorgana yang berarti bayang-bayang semu. Tipuan mata.
Deghhh… kali ini aku lamuanku tersadar dengan sendirinya. Tanpa adanya petir ataupun suara gemuruh. Lalu kesadaran akal sadar, bahwa apa yang aku lamunkan tadi tak akan sanggup aku menggapainya semua. Memang aku sudah bisa menghasilkan beberapa karya. Tapi semua karyaku tak berharga. Semuanya berbau picisan. Tak mengandung makna berarti.
Tanpa aku sadari, ternyata aku telah merendahkan diri dan karya-karya yang selama ini aku hasilkan. Akal sehatku berkata. Bagaimana mungkin aku menjadi seorang sastrawan legendaris, sedangkan usahaku menjadi seorang penulis amatiran saja tak mampu. Tak tekun. Pemalas! Mungkin saja aku pantasnya menjadi seorang maling yang hanya memmikirkan bagaimana caranya agar dapat masuk rumah orang dengan selamat dan berhasil menguras seluruh harta pemiliknya. Jika demikian benarnya, tentu aku akan lebih bergantung pada nasib daripada berusaha dan berkarya.
Entah mengapa rasanya aku ingin berteriak melawan petir yang masih menyisa dengan suara yang meledak-ledak.
“Aaa…a…a… Dasar manusia bodoh!!”
Dengan sekejap semua orang menyemut di depan pagar kosanku. Mereka semua menatap tajam kearahku. Terlihat dari setiap tatapan matanya menunjukan amarah dan rasa kejengkelan. Tapi mataku tiba-tiba berani membalas tatapan tajam mereka. Satu-persatu. Aku tidak tau tujuan sebenarnya mereka menatapku seperti itu. Entah apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Aku hanya diam. Lalu tanpa kusadari tiga orang pemuda tinggi besar berotot melangkah mendekatiku. Tanpa alasan yang jelas, mereka menghadiahiku satu pukulan yang mendarat tepat di pipi kananku.
“Arrrgh!”
Sekejap pukulan keras itu membuatku tersungkur ke lantai. Beberapa orang pemuda lagi maju bersama tiga pemuda yang tadi menyerangku. Lalu dengan langkah sergap namun pasti mereka makin murka kepadaku. Menghantamkan kembali kepalan tangan dan tendangan kakinya. Membabi buta tanpa memedulikan keadaanku yang sudah sekarat.
“Dasar gembel, pembawa sial. Mati kau!” ucap salah satu seorang pemuda yang menganiayaku. Sedangkan keadaanku sendiri, sekarang yang aku rasakan hanya kegelapan yang ada. Aku juga tak bisa berbuat apa-apa selain diam menahan sakit yang terasa di sekujur tubuh. Aku tak mengira semua ini akan terjadi kepadaku. Khayalan atau kenyataan adanya? Tapi rasa amarah pemuda-pemuda itu kepadaku tak ada habisnya. Mereka tetap memukuliku habis-habisan. Seolah-olah aku di mata mereka seorang maling yang tertangkap basah saat beraksi.
“Kamu memang benar-benar sampah masyarakat!”
Hantaman demi hantaman tetap datang membuat aku makin tersungkur. Aku tak sanggup lagi menerima semua ini. Kucoba pejamkan mata erat-erat dan menutup mukaku dengan kedua telapak tangan. Namun tiba-tiba, sesuatu menghardikku….
“Hei!!! …. Jangan tidur saja kau! Sudah malam. Ayo berangkat ke kampus.”
Aku tersadar. Di sampingku ada temanku si Doni. Aku mengerjapkan kedua mataku. Lalu kuamati bagian tubuhku, ternyata di sekujur tubuhku tak ada tanda-tanda memar luka pukulan. Lalu rasa keherananku bertanya-tanya. Kemana perginya pemuda-pemuda yang memukuliku tadi? Tapi anehnya posisiku juga masih duduk manis di kursi. Dan kutolehkan ke arah barat, senja telah menghilang. Petir menghilang. Hujanpun sudah tak terlihat lagi air berjatuhan. Sekarang yang ada hanya kegelapan malam. Wahhh, mungkinkah tadi aku hanya bermimpi?
###
Malam semakin larut dalam kegelapan. Angin berhembus kencang memainkan tali helm yang aku pakai tapi talinya memang sengaja tidak aku ikatkan. Jalanan terasa makin malam makin enak untuk dipandang. Deretan kendaraan berlalu-lalang dengan sendirinya. Lampu terangnya makin menerangi garis tepi maupun tengah aspal. Sinarnya bak pengganti sinar terangnya sang rembulan dan bebintang yang malam ini mereka memang tak nampak di langit. Mungkin mereka semua malam ini ada rapat besar dengan orbit-orbit lain di luar angkasa. Rapat besar membicarakan masalah kiamat. Mungkin saja itu ada benarnya. Mereka semua merasa kesal dengan ulah manusia terhadapnya yang dikaitkan dengan datangnya kiamat. Karena akhir-akhir ini memang benar manusia gencar-gencarnya membicarakan datangnya kiamat di tahun mendatang. Ahhh, tapi kenyataan dan kebenarannya tentang datangnya kiamat kapan jadinya? Manusia hanya bisa pasrah. Biarkanlah takdir yang menjawab kiamatnya manusia….
“Hoe, Gading? Selamat yaa…..”
Bagus si sekertaris di organisasi yang aku pimpin dengan segerombolan mahasiswa lainnya menghampiriku. Ia nampak begitu bergembira akan kedatanganku. Barusaja aku hendak meletakkan helmku pada sepion kanan motor, ia secepat kilat menyambar dan memelukku dengan tiba-tiba. Aku sendiri merasakan keheranan pada tingkah sekertarisku ini.
“Selamat Bro… Fatamorgana sukses!”
Sukses. Apa maksud dari sekertaris dan juga sebagai kawan akrabku ini. Ada apa dengan Fatamorgana dengan kesuksesan? Lalu aku digiring Bagus menuju sanggar anak-anak Fatamorgana. Ternyata di dalam mereka terlihat sudah menantikan kehadiranku dari tadi. Anehnya mereka semua juga mengucapkan selamat kepadaku. Rasa kegembiraan juga terpancar dari raut wajah mereka.
Salah satu dari anak-anak perintis dan memperjuangkan keberadaan Fatamorgana agar mampu eksis di kampusku ini menyerahkan selebaran kertas kepadaku. Tapi sekilas aku melihat isi kertas itu membuat kesadaranku tergoncah. Dalam benakku bertanya-tanya.
Benarkah ini? Kenyataankah mimpiku dan teman-temanku akan keberadaan Fatamorgana yang selama ini kami nanti-nantikan keeksisannya di kampu kami?
Tubuhku tergoncang hebat. Keringatku mulai bercucuran dikit-dikit membasahi wajahku. Tapi satu yang aku rasakan. Ternyata usaha dan jerihpayahku yang akhir-akhir ini aku lakukaan dengan gigih bersama teman-temanku berhasil juga. Tepatnya Rektor telah menyetujui keberadaan Fatamorgana untuk ikut eksis berdiri di kampus Pelita ini. Yang memberikan wadah bagi mahasiswa yang akan haus akan dunia teater dan kesenian.
Benar-benar kabar yang membahagiakan. Lalu sesegera mungkin aku melakukan rapat bersama. Aku yang memimpin. Merapatkan akan pelaksanaan acara yang akan kami selenggarakan untuk ucap syukur atas keberhasilan uasaha yang kami lakukan.
Ahhh, sungguh adil. Usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh ternyata berbuah hasil yang tidak mengecewakan. Bertahap aku menata mimpiku yang selama ini aku angankan kebesarannya. Pastinya ini aku lakuakan juga bersama teman-temanku. Mimpi bagi penghaus dunia pecinta seni. Keberadaan Fatamorgana semoga saja mampu menjembatani impian yang kami bangun. Kini Fatamorgana merupakan kenyataan. Tidak lagi hanya sebatas angan atau bayang semu.
###
Langganan:
Postingan (Atom)