Sang MAYAR (Memoar Pengakuan Luka Lara)
Oleh; Midun Aliassyah *
Siapakah aku, sehingga diriku pantas diperebutkan?
Apakah aku adalah kehormatan. Aku adalah kecemburuan yang bersemayam di dada setiap insan! Apa aku adalah akal yang sehat. Kemuliaan, sehingga aku patut disebut kesucian. Dan apakah aku adalah kebaikan, serta membawa kehidupan yang bahagia. Apakah aku seorang bidadari yang dirindukan setiap kaum adam di akhirat nanti. Apakah semua itu seorang aku??
Sungguhpun itu benar seorang aku, mungkin aku tidak akan menjadi perempuan seperti sekarang yang aku alami. Hal ini, berbanding terbalik 99%. Tak tau satu persennya apakah benar-benar ada dalam cerminan diriku! Padahal kenyataanya, aku hanya seorang perempuan penyamun. Merebut paksa hak orang lain, yang sewajarnya itu bukan hak milikku. Melucuti uang mereka untuk saweran ku. Tiap malam kerjaanku melalang buana di kerumunan laki-laki hidung belang. Dan aku di maknakan sebagai perempuan idola. Maskot keramat yang boleh dijamahi mereka. Tetapi kaum ini, pantas disebut sebagai seorang raja nafsu, yang tak punya rasa malu kepada Tuhan, istri, bahkan anak-anaknya. Kaum ini memang pandai dalam mencari hal nafkah. Bahkan disandangkan oleh Tuhan sebagai sosok pemimpin dibandingkan kaum lawan jenisnya. Tetapi realitanya, ia hanya memburu nafsu!
###
Pagi sudah berayun-ayun memainkan embun-embun yang berjatuhan. Siang beranjak diterjang mentari yang memanggang ujung-ujung daun. Matahari seperti telur mata sapi setengah matang. Dan petang yang selalu dinanti-nantikan masih terlelap, dan sebentar lagi akan terjaga kembali mengiringi rona-rona gemilang lampu pijar penerang kehidupan.
Aku melangkahkan kaki sore ini. Mengiringi jalan menuju tempat penaruhan masa depan! Tepatnya aku sedang melangkahkan kaki menuju Kampus Impian. Kenapa di namakan Kampus Impian? Karena pasti semua insan, muda-mudi sepertiku datang ketempat itu ingin menaruh, mengembangbiakkan, dan memanennya hingga hasillah ia sebuah cita-cita dan masa depan! Mengharap memiliki modal dan ketangguhan. Sebagai pijakan nantinya jika ia beradu nasib dalam dunia fana.
Hal seperti itu sebenarnya, juga niatanku. Tapi itu dulu! sekarang itu bagiku hanya menjadi sebuah sampah murahan yang tak wajar dipertahankan sebagai motivasi! Sebab percuma saja bagiku, jika hanya mengandalkan akal dan kepintaran untuk mendapatkan sebuah selebaran. Yang menentukan keberhasilan dan kelulusan! Ahhh, biadab aku jika itu tujuanku melangkahkan kaki capek-capek menuju tempat ranah segala penjuru.
Hemm, kalau ditanya sebenarnya apa sih tujuanku ke situ kalau tidak mengakui hal-hal baik seperti itu? Yaa, sebenarnya aku ke situ cuma ingin mencari teman. Teman yang mau meluangkan waktu, menari-nari bersamaku dalam dunia kelabu. Tentunya ini tidak percuma saja aku melakukannya. Tapi pastinya di balik rasa kepuasan yang aku berikan, ada sebuah imbalan buat mengisi kantong. Yaa itu kalau dia mau, kalau tidak ya tidak apa-apa! Asalkan dia memiliki tampang yang menawan, pintar, dan mampu memuaskan!!
###
MAYAR, itu namaku. Nama yang hanya terdiri lima huruf berawalan ‘M’ dan berakhiran ‘R’. Tidak tau, kenapa Bapak dulu memilih nama itu sebagai pengenal identitasku. Kalau dilihat dari latar belakang keluarga Bapak, ia bersuku Jawa tulen. Hingga berarat-arat sil-silahnya. Sampai-sampai jika lebaran tiba, tanganku capek sendiri mengulurkan maaf untuk bersilaturahmi antar keluarga. Kalau keluarga Ibu, jangan ditanya karena aku lupa! Sengaja aku melupakannya. Aku sejak kecil sudah ditinggal dari gendongannya. Tak pernah aku berada dalam buaian dan tetekkannya. Menyebabkan aku, tidak pernah mengenal sosok prempuan yang bernama Ibu!
Aku dibesarkan oleh keringat Bapak. Ia selalu sayang, memanjakan, dan meluangkan waktu istirahatnya dari keletihan sehari penuh bekerja hanya untuk bersamaku. Kami hanya berdua, tapi kami bisa dibilang keluarga sejahtera penuh bahagia. Walaupun terkadang kesulitan dan ketakadaan menghimpit kami. Kesulitan untuk makan, biaya listrik, pajak ataupun biaya sekolah. Hingga membuatku menangis, meneteskan air mata kesedihan jika aku terlambat membayar biaya SPP. Karena ketidakberdayaanku itu, aku selalu dibikin malu oleh teman-teman. Tapi Bapak selalu bilang, jangan sedih. Tuhan Maha adil. Pasti nanti ada rejeki buat bayar SPP ku. Berdoa saja, dan selalu minta kemulyaan kepada-Nya.
Keadaanku seperti itu, membuatku berpikir kali lipat agar aku bisa membantu beban yang dipikul Bapak. Kasihan, terlalu berat jika ia pikul sendiri. Hanya mengharapkan rejeki dari uluran penumpang Lin yang ia operasikan keliling kampung di Kabupaten kecil ini. Mangkanya aku diam-diam memiliki inisiatif untuk berjualan pulsa keliling. Alhamdulilah, niatanku ini dikabulakan. Aku sekarang bisa berjualan pulsa ke teman-teman di sekolah ataupun para tetangga di rumah. Pertama kali Bapak tau akan tindakan nekatku ini, Bapak marah besar. Bapak tidak mau nantinya aku keletihan, dan malas belajar yang akhinya mengganggu prestasiku di sekolah. Tapi saat itu pula, aku bilang ke Bapak untuk mengizinkan dan mencoba dulu niattan ini dalam waktu satu bulan. Jika nantinya apa yang aku pilih ini, benar-benar menggangu prestasiku, aku akan berhenti saat itu pula. Dan menyudahi hingga aku berpikir hanya untuk belajar saja dan bukan mencari uang.
Wajar saja kalau Bapak bingung begitu terhadap prestasiku. Soalnya sejak aku duduk di bangku Sekolah Dasar, hingga bangku SMP aku selalu meraih prestasi yang gemilang. Baik di sekolah ataupun saat ikut lomba adu kepintaran diajang tingkat Kecamatan bahkan Kabupaten. Walhasil, aku selalu membawa nama baik almamater yang kusandang. Hingga lulus SMP aku diterima di SMA terbaik dan berkualitas yang ada di Kabupaten. Saat itu aku melihat Bapak sangat begitu bahagia. Bahagia akan rasa bangga terhadap prestasi yang diraih anaknya.
Tapi lagi-lagi Tuhan meridhoiku, terbukti dari hasil rapotku diakhir semester kenaikan kelas. Aku meraih juara paralel di sekolah. IPA jurusan yang seharusnya aku tempuh! Tapi hatiku mengelak, dan aku menuruti kemauannya untuk memilih ilmu social sesuai pilihan hati nurani.
Di SMA Negeri ini-pun aku masih menjalani profesi sebagai penjual pulsa keliling. Hingga waktu berjalan terarah, cepat, dan tak terasa tiga tahun sudah, selesai masa pendidikanku. Pada awal bulan Juni, aku dinyatakan lulus dari sekolah. Lagi-lagi aku meraih prestasi yang membanggakan. Atas prestasi yang kuraih, pihak sekolah memberikan hadiah kepadaku. Berupa pendaftaran masuk ke salah satu Perguruan Tinggi yang ada di Kota provensi. Tidak hanya sebatas itu, mereka juga menanggung biaya pendidikan selama empat semester.
###
Tidak selamanya kapas akan abadi mempertahankan warna putih, kelembutan dan kemulusan. Seterjal apapun batu karang yang terhempas muncratan air, ia akan rapuh juga jika kekokohan tak lagi menampiknya. Akan goyah, terpecah belah, menjadi abu, terbang, terhempas angin, berserakan di tanah. Hemm, seperti itulah ibarat perjalanan kehidupanku.
Seiring usiaku bertambah, seiring pula masa studiku di bangku perkuliahan. Tak terasa empat semester selesai sudah kujalani. Saat ini aku berstatus mahasiswa semester enam. Masalah prestasiku sejak duduk di bangku kuliah, biasa-biasa saja! Tidak menonjol seperti di bangku-bangku pendidikanku dulu. Mungkin karena factor persaingan, yang menyebabkan aku kalah dan minder dengan sendirinya. Hingga keadaan memperparahku!
Tapi ada kemajuan pada diriku. Aku sekarang tau sesuatu?! Suatu perihal, yang menyebabkan rasa menjadi cahaya hati. Yaa, tepatnya aku tau ‘cinta’. Kalau secara harfiah aku memang tidak paham dan tak tau artinya! Tapi kalau ditinjau dan ditelaah dari perasaan, hemm…. Jangan ditanya? Hatiku sekarang lagi terpaut padanya, hingga buih-buih asmara merasuk dalam jiwa. Intinya aku tau ada rasa keistimewaan dengan lawan jenis. Alias aku tau dan sedang jatuh ‘cinta’…. (@: gombal mukiyo)
Sedikit cerita. Pandangan pertama; saat itu mataku terpengarah, memandang dengan tatapan ‘wahh’…. merasuk ke dalam, lewat celah-celah rongga, dan jatuh tepat pada hati. Hemm, sungguh menawan senyuman cowok itu?! Siapa gerangan? Body atletis, tinggi, berambut cepak, bibir merah, dan kelihatannya ia anak konglomerat. Terbukti dari segi pakaian, gaya, dan terlihat tingkahnya dengan segerombolan genknya.
###
Hari-hariku kulalui di kehidupan anak kos, sekedar biasa-biasa saja, dan tak ada yang istimewa! Pagi kuliah, tidur-tiduran, ngobrol sama teman, ngalor-ngidul dengan topic bahasan tetap-tetap saja, tak ada rasa kejenuhan: C-O-W-O-K?! Mulai yang berinisial ‘A’ hingga ‘Z’. Pasti dibahas secara tuntas, hingga kegosip-gosipnya! Uptodate lagi. Biasalah….
Kalau di kampus, aku terkenal anaknya pendiam, sederhana, dan jarang bergaul dengan teman-teman. Mungkin di kampus hanya satu, dua, tiga, yang aku kenal. Yaa maklumlah, aku sedikit kuper dengan model pergaulan teman-teman di Kampus Impian. Tapi aku punya satu kelebihan, banyak yang bilang kalau aku ini cantik, anggun, dan memiliki mata teduh. Terbukti, banyak cowok sejak duduk di bangku semester pertama mendekatiku dan terus terang di depan mataku bilang kalau dia mau menjadikan aku sebagai pacarnya. Tapi tiap ada tawaran silih berganti dengan sendirinya, jawabanku hanya satu! Selalu aku tolak mentah-mentah! Wajar saja, mereka belum masuk kriteria penilaianku. Tapi Cuma satu orang, yang mampu membuat hatiku luluh, lumpuh, tak berdaya karna rasa. Ya, cowok yang bernama Alex, anak sejurusan dan seangkatan denganku. Hingga aku jadian dengannya, berpacaran. Pergi ke mana-mana selalu bersama, bahkan ia membelikan aku hand phone biar komunikasi kami bisa terjalin di tiap detik, menitnya selagi kami rindu. Tapi sayangnya, aku belum cukup berpengetahuan dengan dunia ‘diam-diam menghanyutkan ini’! Aku rela menyerahkan, apa yang seharusnya tidak aku serahkan kepada orang yang belum tentu jelas menjadi lindunganku di masa depan nanti. Aku menyesal dengan sendirinya, ketika pertama kali kejadian itu menimpa jiwa dan ragaku. Tapi aku tak mau kalah dengan kejadian apa yang menimpaku. Tak membuatku jera, bahkan aku menikmatinya sebagai keterlanjuran yang membuatku jadi begini. Dan tiap melakukannya aku tidak berlandaskan atas dasar nafsu, jika berkali-kali Alex mengajakku melakukan perihal yang biadab itu!
Ahhh, suatu kali aku merasakan kelelahan jalan hidup yang kulalui. Tapi kelelahanku ini, tidak aku cerikatan kepada Bapak. Biarkan Bapak menganggap, bahwa aku masih menjadi anak yang patuh dan berakhlak baik seperti dulu. Biarkan hanya diri ini yang merasakan kegetiran dan kepahitan luka lara. Tak tau hingga kapan takdir pilu ini berakhir melumatku yang tiada henti-hentinya. Hingga jiwa dan raga ini aku serahkan, masuk ke jurang nafsu lelaki hidung belang yang kenal dengan sosokku.
Aku memiliki gelar ganda. Di satu sisi hanya orang-orang tertentu yang tau, dan di lain sisi hanya orang-orang tertentu pula yang tau! Biarkan. Biarkan aku menari-nari bersama luka lara yang bersemayam dalam raga. Hingga aku setia menanti sampai titik kejenuhan dan ketobatan! Tapi walaupun begitu, aku tetap punya satu impian dan doa jika usia senja telah menyapa dan menghinggapiku!! Bahwa aku ingin menjadi perempuan yang berguna, dan penuh pengabdian kepada Yang Maha Kuasa.
###
Ending; 09.00. 20/10/2010
*Cerita ini terinspirasi dari memoar seorang kawan yang tak dikenal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar