Rabu, 10 November 2010

PENGARUH ‘CINTA’ TERHADAP GANGGUAN KEJIWAAN PADA TOKOH QOIS DAN LAYLA: KAJIAN PSIKOLOGI PENOKOHAN (Novel LAYLA & MAJNUN)

PENGARUH ‘CINTA’ TERHADAP GANGGUAN KEJIWAAN PADA TOKOH
QOIS DAN LAYLA: KAJIAN PSIKOLOGI PENOKOHAN


Oleh:

MOH. BADRUS SOLICHIN (080210402002)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2010




A. KAJIAN TEORI
1. Psikologi Penokohan
Sastra dalam pandangan psikologi sastra adalah cermin sikap dan perilaku manusia. Sikap dan perilaku hakikatnya adalah pantulan jiwa.jiwa yang khayal, akan dapat dimonitor lewat sikap dan perilaku. Oleh karena itu, membaca sikap dan perilaku dalam sastra, peneliti akan mampu memahami gejolak jiwa manusia. Peristiwa kejiwaan ketika menggerutu, meratap, melamun, menangis, menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan, berteriak histeris, membanting pintu dan menutup diri seharian di dalam kamar, mencabik-cabik baju, meremas kertas. Duduk berkhayal dan membunuh diri serta melukai orang lain, dan lain-lain, merupakan wujud perilaku eksternal yang tak dapat dirubah karena sudah terlanjur terungkap dan merupakan fakta empiris.
Pemahaman manusia dalam sastra akan lengkap apabila ditunjang oleh psikologi, begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti bahwa teori penilitian psikologi sastra jelas merupakan gabungan dari teori sastra dan teori psikologi. Hukum-hukum psikologi dicocokkan dengan teori sastra, sehingga membentuk kerangka analisis. Namun yang perlu dicermati oleh peniliti sastra adalah yang paling dominan dari kajian karya sastra itu sendiri. Karena psikologi hanya sebagai alat bantu untuk mengungkapkan perilaku manusia yang ada di dalam karya sastra.
Secara spesifik, realita psikologi sebagai misal adalah kehadiran fenomena kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika merespon atau bereaksi terhadap diri dan lingkungan. Tokoh yang menjadi tumpuan penelitian psikologis sastra, berarti perlu diidentifikasi. Jangan-jangan di dalamnya tokoh menjadi cermin diri sastrawan. Dalam analisis, pada umumnya yang menjadi tujuan adalah tokoh utama, sedangkan tokoh kedua, tokoh ketiga dan seterusnya, kurang mendapatkan penekanan. Pemahaman tokoh semacam ini terasa berat sebelah karena tokoh bawahan(periperial) pun memiliki watak dan sering kali juga dijadikan cermin diri. Untuk memahami tokoh dalam sastra, tentu saja diperlukan psikologi khusus. Hal ini, seperti pernyataan Wellek dan Warren (Metode Penilitian Psikologi: Suwardi Endraswara) bahwa untuk mengungkap unsur-unsur psikologis dalam karya sastra, diperlukan bantuan teori-teori pasikologi. Teori ini disesuaikan dengan hal yang akan digali dai tokoh. Perwatakan dominan biasanya yang menjadi tumpuan dalam tokoh.

2. Hakikat Cinta
Cinta merupakan istilah yang sulit untuk didefinisikan. Namun, cinta merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang fundamental. Secara sederhana cinta dapat diartikan sebagai rasa kasih sayang. Cinta juga dapat dikatakan sebagai paduan rasa simpati antara dua makhluk. Dengan demikian cinta memang sangat terikat dengan kehidupan manusia. Tidak pernah terlintas dalam pikiran manusia, bahwa cinta itu tidak penting. Semua manusia pasti haus akan rasa cinta. Cinta diibaratkan seperti udara yang selalu dihirup manusia untuk bernafas. Tetapi anehnya, kendatipun demikian hampir manusia tidak pernah terlintas dalam benaknya tentang apa dan bagaimana cinta itu terjadi?
Cinta dalam bahasa Arab disebut dengan mahabbah. Sinonim dari kata cinta dalam bahasa Arab lebih dari 60 kosakata/mufradat. Hal ini menunjukkan cinta merupakan hal yang agung bagi mereka, selalu didendangkan oleh para penyair dan dilantunkan oleh para pujangga, disebut-sebut di pertemuan. Cinta adalah bagian dari fitrah, orang yang kehilangan cinta dia tidak normal tetapi banyak juga orang yang menderita karena cinta. (www.akbarkurniawan.web.id)

B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Cinta Bagi Qays dan Layla (Tinjauan Psikologi)
Novel Layla Majnun ini sangatlah menarik untuk dikaji dari bidang ilmu psikologi. Tentunya tetap dalam naungan teori sastra, bukan ilmu psikologi murni. Sehingga memungkinkan bagi peniliti untuk mengkaji lebih dalam psikologi yang ada dalam tokoh utama novel ini. Selain itu, novel Layla Majnun ini adalah novel terkenal di jagad Internasional. Bahkan bisa dibilang sebagai novel roman terlaris dan fenomenal sepanjang sejarah prosa. Kelebihan novel ini salah satunya terletak pada penderitaan batin yang dialami oleh tokoh Qays dan Layla sebagai dua tokoh utama.
Penderitaan batin yang dialami dua tokoh tersebut, menimbulkan perilaku yang menyimpang dari sifat manusia normal. Hal ini disebabkan karena rasa frustasi yang berkepanjangan yang dialami oleh Qays maupun Layla. Qays sangat mencintai Layla, dan sebaliknya. Rasa cinta Qays terhadap Layla tidak bisa disamakan dengan rasa cintanya kepada siapapun di dunia ini. Ia rela hidup menderita dan mati demi mempertahankan cinta tersebut. Begitu juga dengan Layla. Tapi sayanganya cinta mereka bertepuk sebelah tangan, karena atas dasar kesombongan dan rasa gengsi orang tua Layla kepada keluarga Qays. Sehingga orang tua Layla melarang dan tidak menyutujui hubungan mereka. Walaupun benih-benih cinta mereka terlarang, tetapi Qays tetap setia pada Layla. Namun karena Layla perempuan, ia tidak bisa berbuat apa-apa seperti yang dilakukan Qays dalam melampiaskan rasa cintanya.
Adat dalam masyarakat Arab melarang perempuan yang sudah baligh bermain-main di luar rumah adalah pantangan. Hal ini juga berlaku dalam keluarga Layla. Ia harus memasuki masa pemingitan. Ia anak perempuan satu-satunya dalam keluarganya. Hingga masalah jodoh sudah diatur oleh orang tuanya. Menyebabkan Layla menderita batin berat, atas kelakuan orang tuanya melarang berpacaran dengan Qays. Ia sudah dijodohkan dengan laki-laki saudagar pilihan ayahnya. Membuat rasa cinta Layla kepada Qays yang sudah lam tumbuh dalam hatinya kian beku, kering, hingga rasa cinta itu tidak tersampaikan sepanjang hidup.
Penderitaan yang dialami oleh kedua tokoh utama tersebut, akan sangat menarik bila dikaji secara psikologi penokohan. Psikologi penokohan akan memberikan gambaran tentang aktivitas-aktivitas individu, baik aktivitas secara motorik, kognitif, maupun secara emosional. Aktivitas-aktivitas tersebut merupakan perilaku sebagai manifestasi kejiwaan. Sehingga penilitian ini serasa tepat menelaah lebih dalam atas rasa cinta yang membelenggu kedua tokoh Qays dan Layla. Karena rasa cinta terlaranglah yang membuat mereka mati, tanpa merasakan kebahagian tiap hembusan nafas yang sebetulnya dapat mereka rasakan ketika masa hidup.

2. Analisis Gangguan Kejiwaan yang Dialami Qays dan Layla Akibat Pengaruh Cinta
Pada tahap analisis ini, peniliti akan mencoba menelaah lebih dalam atas permasalahan kejiwaan tokoh Qays dan Layla yang disebabkan pengaruh cinta. Anilisis dilakukan mulai dari buih-buih cinta tumbuh pada hati mereka berdua; permasalahan ketidak setujuan orang tua Layla atas hubungan mereka berdua; gejolak jiwa akan frustasi, patah semangat, pesimis; penyebab gangguan kejiwaan kedua tokoh; hingga penyebab kematian kedua tokoh, hanya gara-gara cinta keduanya tidak tersampaikan.
Berikut hasil analisa yang dilakukan peniliti tentang gangguan kejiwaan tokoh, yang dapat diketahui dari beberapa perilaku gangguan kejiwaan yang dialami tokoh Qays dan Layla.
a. Antara Pendidikan dan Cinta
Pada dasarnya pendidikan merupakan hal penting bagi manusia. Pendidikan adalah kunci masa depan, pegangan setiap orang baik itu di masa anak-anak, muda, dewasa ataupun tua. Tetapi kenyataanya pendidikan bagi kaum muda sekarang kebanyakan menganggap pendidikan bukan hal penting yang harus diutamakan. Bagi mereka pendidikan merupakan formalitas semata. Seperti halnya yang dialami tokoh Qays dan Layla dalam novel Layla Majnun.
Kedua tokoh tersebut mengalami seperti halnya permasalahan anak muda. Mereka yang seharusnya sibuk dengan belajar di sekolah, terganggu hanya gara-gara memikirkan cinta. Qais yang semula pandai, gagah dan berasal dari kabilah terhormat, menjadi majnun alias gila, karena ia jatuh cinta pada seorang gadis di kelasnya yang bernama Layla. Peristiwa ini terjadi saat proses belajar-mengajar di kelas. Hal ini bisa dilihat dari kutipan novel.
Qays sendiri sejak pertamakali melihat pancaran cahaya keindahan itu, jiwanya langsung bergetar. Ia seperti merasakan bumi bergoncang dengan hebat, hingga merobohkan sendi-sendi keinginannya untuk menuntut ilmu. Qays belum pernah melihat keindahan paras Layla. Dan Qays benar-benar telah jatuh cinta pada Layla, sang mawar jelita. Keharuman cinta telah menghancukan ketenangan pikirannya. Gejolak gairah cinta dalam jiwa membuatnya kehilangan akal sehat, hingga lupa belajar dan lupa makan. Setiap detik, tiada yang melintas di angannya kecuali mata indah Layla. Tiada suara yang lebih merdu daripada suara Layla. (Layla Majnun; 9)

Begitupula yang dialami tokoh Layla. Ia juga mengalami gejolak jiwa seperti yang dialami Qays. Waktu belajarnya terganggu karena memikirkan cinta, semenjak ia melihat sosok Qays yang dikenal pandai berbicara di kelasnya. Hatinya terpana ketika pertama kali melihatnya.
Sebenarnya Layla juga tipe anak yang berpikir cerdas di dari pada teman-teman perempuan lainnya. Namun gara-gara daya cinta ia terhasut dan terjatuh dalam kenistaan cinta.
Qays tidaklah menggantang asap, bertepuk sebelah tangan. Layla mawar jelita di taman nirwana itu sudah tertarik pada Qays sejak pertamakali berjumpa. Gadis itu melihat pesona yang memabukkan pada diri Qays. Baginya Qays seperti gelas minuman, semakin dipandang semakin haus. Sama seperti Qays, kekaguman Layla pada pemuda impiannya itu hanya mampu diungkapkan melalui syair. (Layla Majnun; 10)

b. Orang Tua dan Cinta
Secara psikologis peran orang tua bagi anak yakni mengarahkan si anak kepada perilaku atau moralnya, baik dalam bersikap kepada diri sendiri ataupun kepada orang lain. Selain itu orang tua juga memiliki kewajiban mendidik si anak untuk memanfaatkan waktunya antara belajar dan bermain. Dan pastinya orang tua memiliki kewenangan menjamin pendidikannya maupun menentukan masa depan anaknya nanti seperti apa.
Seperti halnya yang dilakukan orang tua Layla. Di usia belianya Layla di sekolahkan di salah satu sekolah favorit yang ada di negerinya. Ia diberi kebebasan untuk mengenyam masa pendidikannya. Tetapi di sisi lain orang tua Layla juga memberikan rambu-rambu kepada putrinya, agar tidak terjerumus pada hal-hal pantangan yang ada dalam keluarganya. Salah satunya orang tua Layla, melarang dirinya untuk jatuh cinta kepada lawan jenis. Karena masalah jodoh-menjodoh sudah ada pilihan tersendiri di dalam keluarganya. Mangkanya saat orang tua Layla mendengar kabar bahwa putrinya sedang jatuh hati kepada salah satu pemuda di sekolahnya ia sangat marah. Bahkan apa yang dilakukan putrinya ini baginya sama saja perbuatan ternoda terhadap harga diri keluarga dan dirinya. Hal ini dapat diketahui dari kutipan novel sebagai berikut.

Angin berhembus membawa kisah asmara pada keluarga si gadis. Kabar itu bagai arang hitam yang membuat Bani Qhatibiah tersinggung, harga diri mereka ternoda. Bukankah ada pepatah yang mengatakan lebih baik kehilangan nyawa dari pada harus menanggung malu? Lebih baik memutus ruh cinta daripada terus-menerus menanggung aib. Itulah yang dipikirkan ayah Layla.(Layla Majnun;13-14)

Atas perbuatan putrinya, ayah Layla mengalami beban mental atau frustasi berat. Bahkan ia sudah pasrah atas perbuatan yang dilakukan putrinya. Dan baginya untuk mengatasi permasalahan keluarganya ini, ia memutuskan untuk mengurung Layla dalam kamarnya dan melarang putrinya keluar rumah, ataupun pergi ke sekolah.

Kemarahan yang meluap sering membuat orang khilaf dan tidak berpikir panjang. Demikian pula hawa amarah yang telah menguasai pikiran ayah Layla. Mereka tidak peduli lagi pada nasib anak gadisnya. Keputusannya telah bulat, tiada yang bisa membantah. Hanya ada satu cara untuk menghilangakan rasa malu, yaitu mengurung Layla di dalam rumah. Tidak boleh pergi ke sekolah ataupun berjumpa dengan kawan-kawannya. (Layla Majnun; 14)

Perasaan ayah Layla, berbeda dengan apa yang dirasakan ayah Qays setelah mengetahui anaknya jatuh cinta. Syed Omri selalu gelisah dan mencemaskan keadaan jiwa putra sematawayangnya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita di bawah ini.

Kepergian Qays membuat Syed Omri gelisah. Lelaki tua itu begitu mencemaskan nasib putranya. Pukulan kesedihan yang bertubi-tubi membuat lelaki itu tampak semakin tua, kerut merut di wajahnya tidak lagi bersinar, seperti sudah kehilangan semangat.(Layla Majnun; 41)

c. Larangan dan Memperkuat Tali Kasih antar Kedua Tokoh
Sekeras apapun batu karang di lautan, sebegitu mudah sepasang kekasih yang menjalin ikatan menghadangnya. Seperti halnya kekuatan cinta yang terjalin antara Qays dan Layla. Walaupun orang tua Layla menghadang percintaan mereka, tetapi ikatan batin yang sudah terjalin kuat di hati mereka tidak dapat begitu saja diruntuhkan. Semakin mereka dilarang bertemu, semakin pula kuat ikatan cinta mereka membalut dalam jiwa. Berikut kutipan novel yang mendukung.

Setelah Qays menyadari bahwa Layla dipingit orang tuanya, muncul rasa penyesalan karena tidak mampu menyimpan rapat rahasia mereka. Begitu juga Layla, di rumah pikirannya selalu membayangkan Qays. Mereka sama-sama mengalami kesengsaraan karena berpisah, mereka mengisi nasib yang menimpa dan menyisakkan dada. Ibarat bayi yang belum puas menetek di sus ibunya kemudian dipaksa untuk berpisah, demikian jiwa Qays. Ia laksana bunga kembang tak jadi. Jiwanya menjerit, memanggil nama Layla kekasih yang direnggut dari tanggannya. Mimpi-mimpi indah di malam hari kini berubah menjadi badai yang memporakporandakan kalbunya. Jiwanya terguncang, dan akal sehatnya melayang ke udara, mengembara mencari Layla. (Layla Majnun; 14)

Selain kutipan di atas, yang mendukung bahwa kekuatan cinta antara Qays dan Layla juga diperkuat dari cuplikan isi novel di bawah ini.
Tiba-tiba pandangan Qays beralih ke salah satu sudut rumah, di sana nampak bayang-bayang Layla. Bukan, bukan bayangan, tapi memang Layla. Kedua insane yang hatinya saling terikat, akan merasakan getaran jika kekasih hati mereka hadir.(Layla Majnun; 26)

d. Kegelisahan Qays dan Kegilaan Cinta
Rasa gelisah merupakan efek dari ketidak tenangan batin, pikiran dan jiwa seseorang atas adanya permasalahan yang mendera. Hal itu sama halnya dirasakan oleh tokoh Qays. Ia merasakan kegundahan jiwa dan pikirannya karena ia merindukan sang kekasih pujaan yang tidak hadir di sisinya. Qays mengalami frustasi berat dan rasa kerinduan yang mendalam. Hingga rasa membelunggu dalam dirinya, membuat ia tidak sadar bahwa kegeliaan akan merenggutnya.
Qays sudah tidak peduli lagi dengan kondisi fisik maupun rohaninya. Dalam pikirnya hanya satu yang terlintas, sosok Layla yang dinantikan hadir di sampingnya. Qays sudah termakan nafsu. Nafsu gara-gara cinta yang tidak tersampaikan. Membuat ia dianggap orang lain sudah gila.

Qays menjadi gelisah, tak sekejappun ia sanggup memejamkan mata. Jika malam datang, secara sembunyi-sembunyi Qays meninggalkan rumah, berjalan tak tentu arah, menerobos semak belukar, menuju padang belantara dengan langkah gontai. (Layla Majnun; 15)
Tetapi lebih banyak yang menganggap Qays telah hilang ingatan. Bila ia berjalan di kampung-kampung dengan bertelanjang dada, orang-orang akan memanggilnya dengan Majnun, si gila. Dan anak-anak kecil akan mengikuti langkahnya dari belakang sambil melempari batu. (Layla Majnun; 21)

Padahal Qays tersiksa karena takdir yang selalu memusuhinya. Sedangkan hasrat tak mampu ditundukan hatinya, menjadikan dia lupa akan hakikat hidupnya sendiri. Walau kegilaan yang dialaminya mengilhami tutur bahasa sastra yang indah, dan ketulusan jiwa dalam derita cinta, tetap saja sebutan majnun tak dapat ditepisnya

e. Cinta dan Kematian
Kasih sayang yang melahirkan cinta bisa berwujud dalam berbagai hal tapi satu yang pasti di dalam cinta membutuhkan kepedulian dan kesadaran, karena tanpa keduanya baik cinta maupun kasih sayang takkan perrnah ada artinya. Ituhalnya yang dialami Layla, hidupnya sekarang terasa hampa akan ketidak hadirnya sang kekasih. Bagaimana ia bisa memperhatikan kesehatan dirinya kalau yang dipikirkannya hanyalah Majnun semata? Laila sendiri tahu betul bahwa ia tidak akan sanggup bertahan lama.
Akhirnya, Layla menderita penyakit batuk parah yang mengganggunya selama beberapa bulan hingga menggerogoti kesehatannya. Hingga ajal menjemputnya. Ketika Laila meregang nyawa dan sekarat, ia masih memikirkan Majnun. Kalau saja ia bisa berjumpa dengannya sekali lagi untuk terakhir kalinya. Layla hanya membuka matanya untuk memandangi pintu kalau-kalau kekasihnya datang. Namun, ia sadar bahwa waktunya sudah habis dan ia akan pergi tanpa berhasil mengucapkan salam perpisahan kepada Majnun. Pada suatu malam di musim dingin, dengan matanya tetap menatap pintu, ia pun meninggal dunia dengan tenang sambil bergumam. Berikut kutipan yang mendukung.

“Ibu! Waktuku telah tiba, engkau tidak perlu mencaciku lagi. karena setelah ini tidak ada lagi, yang aku sembunyikan. Walau mungkin sia-sia saja semua ini kukisahkan, karena langit telah berkenan mendengar doaku untuk mengembalikan aku kedalam keabadian.” (Layla Majnun; 171)
Ibu yang berduka itu menatap putrinya tanpa suara. Walau bibirnya berusaha untuk tersenyum, tetapi ia tetap khawatir saat melihat perubahan yang menakutkan. Begitu dalam kesedihan putrienya, sehingga dia menggigil jatuh tersungkur di atas ranjang, dan tidak akan pernah bangkit lagi. Benang kehidupannya telah putus! Nafas Layla yang semula mengalir satu persatu, tiba-tiba melemah, dan jantungnya tidak berdenyut lagi. kecantikan gadis itu tersimpan dalam jejak kematian yang bisu. Langit pun ikut menangis. (Layla Majnun; 172)

Kabar tentang kematian Laila menyebar ke segala penjuru negeri dan, tak lama
kemudian, berita kematian Layla pun terdengar oleh Qays. Mendengar kabar itu,
ia pun langsung jatuh pingsan di tengah-tengah gurun sahara dan tetap tak sadarkan diri selama beberapa hari. Ketika kembali sadar dan siuman, ia segera pergi menuju desa Layla. Nyaris tidak sanggup berjalan lagi, ia menyeret tubuhnya di atas tanah. Qays bergerak terus tanpa henti hingga tiba di kuburan Layla di luar kota. Ia berkabung dikuburannya selama beberapa hari.
Dan saat pusara Layla sudah terlihat di hadapannya, Qays jatuh tersungkur dan air mata mengalir membasahi tanah tempat dia terbaring. Seluruh tulang persendian Qays seperti terlepas, tubuhnya tidak lagi memiliki kekuatan. Ia hanya bisa merangkak mendekati pusara Layla. Lalu tangannya memeluk nisan erat-erat, seperti tidak ingin ada orang lain yang mengambil. Ia merintih, sambil memukul dan mencakar dadanya yang kurus, hingga darah mengucur menetes di nisan Layla. (Layla Majnun; 175)

Lalu Qays ketika tidak menemukan cara lain untuk meringankan beban penderitaannya, perlahan-lahan ia meletakkan kepalanya di atas kuburan Layla. Tanpa ada sebab dan akibat Qays menghembuskan nafas terakhirnya. Ia meninggal dunia dalam keadaan tenang. Berikut kutipan cerita yang mendukung.

Semakin lama suara Qays semakin lemah. Sayap-sayap kematian telah mengajaknya terbang menemui Layla sang kekasih di alam keabadian. Gerbang kematian telah terbuka, dan mengajaknya pergi meninggalkan dunia fana. Kematian yang menjemput tidak meninggalkan bekas penderitaan. Wajah Qays terlihat seperti sedang tertidur. Kepalanya tergeletak di atas batu nisan, sedang tubuhnya seperti memeluk tanah perkuburan yang menyimpan jasad kekasihnya. (178)

Menurut cerita jasad Qays tetap berada di atas kuburan Layla selama setahun. Belum sampai setahun peringatan kematiannya ketika segenap sahabat dan kerabat menziarahi kuburannya, mereka menemukan sesosok jasad terbujur di atas kuburan Layla. Beberapa teman sekolahnya mengenali dan mengetahui bahwa itu adalah jasad Qays yang masih segar seolah baru mati kemarin. Akhirnya ia pun dikubur disamping sang kekasih Layla. Walaupun dua kekasih ini tidak lagi hidup di dunia, tapi kini mereka dapat bersatu dalam keabadian cinta sejati.




C. KESIMPULAN
Kisah cinta Qays kepada Layla bukanlah seperti kisah cinta manusia biasa. Melainkan ada kisah cinta yang menarik yang membuat karya ini bertahan hingga berabad-abad. Kisah percintaan dua insan ini syarat dengan moral yang baik dan banyak nilai pelajaran yang bisa di ambil dari kisah ini. Kendati demikian pada akhirnya, pembaca di butakan oleh kisah cinta dua tokoh tersebut, hingga membuat salah satu tokoh mengalami gangguan kejiwaan atau gila, dan berakhir kematian.
Penderitaan yang dialami oleh kedua tokoh Qays dan Layla tersebut, sangat begitu menarik dianalisis dari kajian psikologi penokohan. Dapat disimpulkan dari analisis di atas bahwa gangguan kejiwaaan yang dialami kedua tokoh, mulai dari permasalahan buih-buih cinta tumbuh pada hati mereka berdua, hingga membuat mereka melupakan pendidikan; permasalahan ketidak setujuan orang tua Layla atas hubungan mereka berdua; gejolak jiwa akan frustasi, patah semangat, pesimis; penyebab gangguan kejiwaan kedua tokoh; hingga penyebab kematian kedua tokoh, hanya gara-gara cinta keduanya tidak tersampaikan. Semua itu bisa dijawab, bahwa penyebab gangguan kejiwaan yang dialami tokoh Qays dan Layla hanya gara-gara faktor cinta terlarang. Dan semua itu sudah terbukti dengan jelas dari hasil analisa teks novel yang dilakukan peniliti.

D. DAFTAR RUJUKAN
Artikel Islami, Hakikat Cinta. (www.akbarkurniawan.web.id). Diakses pada tanggal 4 November 2010.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra. Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: MedPress (Aggota IKAPI).
Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: MedPress (Aggota IKAPI).
Ganjavi, Nizami. 2008. Layla dan Majnun. Surakarta: Babul Hikmah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar