KONSTRUKSI
WACANA PAHLAWAN DEVISA,
ANTARA
‘SANJUNGAN’ DAN ‘PENISTAAN’
DALAM
FILM MINGGU PAGI DI VICTORIA PARK
KAJIAN
WACANA FEMINISME SARA MILLS
1.1 Latar Belakang
Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) adalah sebutan bagi warga negara Indonesia yang
bekerja di luar negeri, dalam artian dipekerjakan bukan karena
prestasi akan penguasaan ilmu pengetahuan di suatu bidang, akan
tetapi dipekerjakan karena ‘tenaga, okol, atau keterampilan
mereka untuk menjadi buruh,’ entah menjadi buruh pabrik, muebel,
PRT (pembantu rumah tangga). Bahkan TKI mendapat gelar kepahlawanan
dari pemerintah, sebagai ‘Pahlawan Devisa’, karena setiap tahun
mampu menghasilkan devisa puluhan triliun rupiah untuk Negara.
Mampu menghasilkan uang hingga triliun-an rupiah tiap tahunnya karena
banyak Negara-negara yang berkeinginan merekrut tenaga kerja dari
Indonesia. Menurut surve suatu lembaga pengamat TKI, adapun
Negara-negara yang merekrut Tenaga kerja Indonesia (TKI) diantaranya:
negara Timur Tengah (Arab Saudi, Pakistan), Asia Timur (Jepang,
Hongkong, Korsel dan Taiwan), Asia Tenggara (Malaysia, Brunai dan
Singapura), bahkan ada pula dari beberapa Negara di benua Eropa
dan Amerika. Dari beberapa Negara tersebut, lebih banyak merekrut
tenaga wanita dari Indonesia (TKW) dibandingkan dengan laki-laki, dan
kebanyakan TKW tersebut dipekerjakan sebagai PRT.
Kesulitan
ekonomi keluarga menjadi alasan utama bagi mereka untuk berani
mengadu nasib ke negeri orang. Selain itu, minimnya kesempatan kerja
di dalam negeri juga dijadikan alasan. Melihat keberhasilan
teman-teman yang sudah menjadi TKW terlebih dahulu dalam mengangkat
derajat ekonomi keluarga juga menjadi salah satu motivasi kuat para
TKW. Dengan banyaknya TKW yang bekerja di luar negeri, maka banyak
juga devisa yang dihasilkan oleh mereka untuk Negara. Sebutan
pahlawan devisa bagi mereka bukan basa-basi. Pada awal pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, kiriman uang dari TKI mencapai
US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 16 triliun. Dari tahun ke tahun
jumlahnya berlipat. Dan di tahun 2013, kiriman mereka diperkirakan
mencapai US$ 7,1 miliar atau sekitar Rp 63 triliun.1
Walapun menghasilkan devisa yang banyak bagi negeri, namun TKW tetap
saja mendapat perlakukan sebagai rakyat kelas dua oleh berbagai
pihak. Mereka harus menghadapi perlakuan yang tidak baik dari
calo-calo TKW, Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), bahkan
perlakuan yang kurang baik juga didapatkan dari pramugari pesawat
yang membawa mereka.
Dengan
melihat kisah-kisah yang dialami para TKW Indonesia, maka tidak
mengherankan bahwa ketika mendengar nama TKW, yang tercipta dalam
benak seseorang adalah bahwa TKW selalu bernasib buruk dan
mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari majikannya. Namun, cerita
berbeda datang dari para TKW yang mengadu nasibnya di Negara
Hongkong. Kehidupan TKW di Hongkong adalah seperti apa yang
digambarkan dalam film Minggu Pagi di Victoria Park . karya
Lola Amaria yang dirilis di bioskop nasional pada Juni 2010.3
Walaupun mereka hampir tidak pernah mengalami kasus kekerasan, namun
bukan berarti TKW di Hongkong tidak mengalami masalah. Banyak dari
mereka yang terjerumus ke dalam pergaulan yang salah sampai terjerat
akan masalah hutang. Seperti yang dialami Sekar (Titi Sjuman) seorang
TKW asal Jawa Timur dalam film Minggu Pagi di Victoria Park
(selanjutnya disingkat dengan ‘MPVP’).
Dalam
film, diceritakan Sekar terjebak hutang pada lembaga hutang bernama
Super Credit. Ia dituntut untuk selalu membahagiakan orang
tuanya. Dan karena Sekar tidak bisa membayar hutang dan bunganya,
akibatnya passport Sekar ditahan sehingga ia tidak bisa
bekerja secara legal. Sementara itu, Mayang (Lola Amaria) adalah
seorang petani tebu yang pergi ke Hongkong untuk menjadi TKW atas
suruhan sang Ayah. Ayah Mayang ingin ia mencari adiknya, Sekar, yang
tidak pernah lagi memberi kabar pada keluarga. Sebenarnya, antara
Mayang dan Sekar ada hubungan sibling rivalry alias permusuhan antar
saudara. Dari permasalahan yang terjadi antara Mayang dan Sekar,
penonton dapat mengetahui berbagai masalah lain yang dihadapi oleh
para TKW di Hongkong.
Belum
banyaknya film-film Indonesia yang bercerita tentang perjuangan dan
kekuatan seorang wanita dalam memperjuangkan hidup di negeri orang.
Film MPVP mencoba menarik perhatian penontonnya dengan menggunakan
peluang kisah buruh migran sebagai TKW di Hongkong. Terdapat sebuah
hegemoni dan dominasi media yang terus membunyikan adanya dominasi
negara dan keluarga terhadap TKW. Relasi kekuasaan berperan dalam
penciptaan ruang menjadi TKW yang dilakukan oleh negara. Keterlibatan
peran negara terwujud dalam bentuk institusi dan kebijakan-kebijakan
yang diciptakan guna melanggengkan wacana Pahlawan Devisa yang
sekaligus merupakan bentuk komodifikasi dari wacana tersebut.
Berdasarkan
pemaparan di atas, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini
adalah bahwa selama ini pertanyaan tentang mengapa wanita dianggap
‘marjinal’ di dalam bidang produksi dijawab dengan argumen bahwa
mereka lebih dominan di dalam tontonan (spectacle). Marjinalisasi
wanita di dalam bidang produksi dan dominasi mereka sebagai obyek
‘tontonan’ sering menjadi ideologi utama media-media, termasuk di
Indonesia (Ibrahim dan Suranto, 1998:xiii). Selain permasalah
tersebut, penelitian ini akan mengkaji makna yang terkandung dalam
film sebagai salah satu media dalam upaya mengonstruksi wacana
‘Pahlawan Devisa’ dan peran pemerintah terhadap TKW di Hongkong
yang terefleksi dalam film MPVP. Sedangkan tujuan penelitian yang
ingin dicapai adalah untuk mengetahui kehidupan TKW dan menjadi siapa
para TKW Indonesia direpresentasikan dalam film MPVP. Sebab film
sebagai media melalui ideologi yang dimilikinya tidaklah bersifat
independen.
2.1 LANDASAN TEORI
2.1.1 Wacana Feminisme
Sara Mills: Perempuan Terkonstruksi Teks, Teks
Merekonstruksi Perempuan
Adapun
pendekatan teori yang digunakan untuk dijadikan perangkat analisis
dalam penelitian ini adalah analisis wacana feminisme Sara Mills.
Mills memusatkan perhatiannya pada wacana mengenai feminisme:
bagaimana wanita ditampilkan dalam teks, baik dalam novel, film,
gambar, foto, ataupun dalam berita. Titik perhatian dari perspektif
wacana feminis adalah menunjukkan bagaimana teks bias dalam
menampilkan wanita.4
Sara
Mills menampilakan wanita dalam teks lebih melihat bagaimana
posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks. Posisi-posisi ini dalam
arti siapa yang menjadi subjek pencerita dan siapa yang menjadi objek
pencerita akan menentukan bagaimana struktur teks dan bagaimana makna
diperlakukan dalam teks secara keseluruhan. Mills juga memusatkan
perhatian pada bagaimana pembaca dan penulis ditampilkan dalam teks
(Eriyanto, 2009:200).
2.1.2 Kerangka
Analisis Penelitian
Dalam
penelitian ini menggunakan teknik analisis Sara Mills: bagaimana
aktor sosial dalam berita tersebut diposisikan dalam pemberitaan sapa
pihak yang diposisikan sebagai penafsir dalam teks untuk mamaknai
peristiwa dan apa akibatnya.5
Pendekatan yang ditawarkan Sara Mills tersebut didasarkan pada konsep
yang dikemukakan oleh John Fiske tentang The Codes of Television,
dimana konsep ini menyatakan bahwa peristiwa yang ingin di tayangkan
telah dienkode oleh kode-kode sosial, yaitu Level Reality,
Level Representation dan Level Ideology. Unit analisis
yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah teks dalam film Minggu
Pagi di Victoria Park. Teks di sini terorganisasi dalam kode-kode
yang merepresentasikan bagaimana perempuan khususnya Tenaga Kerja
Wanita (TKW) digambarkan dalam film MPVP.
1
Dikutip dari artikel, “Pahlawan Devisa Itu
Terpuruk di Negeri Orang”. (http://berita.liputan6.com/sosbud/)
diakses pada 14 Juni 2014.
2
Intan Paramaditha. 2008. “Perspektif Gender Dalam
Kajian Film, dalam Jurnal Perempuan No. 61.” Yayasan Jurnal
Perempuan.
3
Minggu Pagi di Victoria Park besutan Pic[k]lock
Production. MPVP merupakan film
drama
Indonesia
yang dirilis pada 10
Juni 2010
dengan disutradarai oleh Lola
Amaria yang dibintangi antara lain oleh Lola
Amaria dan Titi
Sjuman. Adapun penghargan yang diperoleh: Titi
Sjuman menang kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik versi Indonesian
Movie Awards 2011. Sedangkan Ella Hamid mendaptkan penghargaan
Pendatang Baru Wanita Terfavorit dan Fitri Bagus menang kategori
Pendatang Baru Wanita Terbaik.
4
Sara Millis. “Diskursus Sebuah
Piranti Analisis dalam Kajian Ilmu Sosial.”
Jakarta: Penerbit Qalam. 2007.
5
Ibid, hlm. 74.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar